Bab 15 | Sembunyikan Lebam

2.4K 142 13
                                    

Memohon pada sahabat bangsatnya adalah hal yang terlalu najis untuk Chandra lakukan, tetapi kali ini, ia melakukannya. Demi Mishall, yang sejak kemarin terasa seperti ancaman baginya.

Dari sejak kemarin sore, hingga pagi ini, jawaban Arfan tetap sama mengecewakannya.

"Please, Bro. Dia itu pinter, kok. Gampang belajarnya. Yakin gue, dia nggak bakalan ngecewain pelanggan khusus lo. Plis ... taro dia sebagai pelayan khusus tamu VVIP, biar dia sibuk, dan nggak perlu berinteraksi sama banyak orang sembarangan. Please, Fan. Masa' hal kecil kayak gini nggak bisa lo bantuin buat gue?" Chandra sungguhan frustrasi, jika perempuan ancamannya itu tidak disibukkan dengan bekerja normal, hanya akan ada dua dampaknya: Mishall kembali ke pekerjaan lamanya, atau ... Mishall akan mengganggu hubungannya bersama Shila.

Chandra tidak bisa mengambil resiko lain.

"Gue nggak bisa, Chandra. Lo ... Lo harusnya lihat gimana dia kemarin! Nggak profesional banget langsung pergi di luar jam kerja. Semua pekerja gue wajib profesional, atau bakalan jadi contoh buruk buat pekerja lainnya kalau gue lembek sama siswi lo itu. Gue ... sorry, kali ini nggak bisa bantu. Soalnya, ini tentang usaha gue yang bisa hancur reputasinya cuman karena ... siswi 'istimewa' lo itu." Sekali lagi, jawaban mengecewakan diutarakan oleh Arfan. "Lagian, lo kenapa harus ribet banget urusin pekerjaannya segala? Lo padahal tinggal laporin dia aja ke kepala sekolah, nanti mereka yang urus Mishall, karena dia masih di bawah umur. Lo nggak seharusnya ikut campur. Dia cuman teman kencan semalam, Chandra. Lo ... Lo kenapa malah baper sama siswi sendiri?"

"Nggak gitu." Chandra mengusap wajahnya frustrasi. "Gue bukannya anggap dia istimewa, apalagi baper-baper segala macam kek yang lo tuduhin. Gue ... sumpah! Serius! Ini murni bantuin dia ... sama yang kayak gue lakuin ke Shila dulu. Gue ... beneran cuman kasihan sama dia." Decak malas Chandra keluar, ketika ia tidak mendapatkan simpati apa pun dari lawan bicaranya via sambungan telepon sekarang ini. "Lo nggak bisa gitu? Jadiin dia percobaan dulu, sebagai pelayan VVIP gitu? Sepekan aja deh, percobaan. Kalau dia beneran gagal, baru deh ... kalau lo mau pecat, silakan."

"Masalahnya gini, ya, Chandra. Gue jelasin sekali lagi." Pria di seberang sambungan juga sama frustrasinya. "Semua pekerja gue ... bukan sembarang orang. Mereka seenggaknya trainee dulu, baru gue pekerjakan, dan semuanya orang terpilih aja. Jadiin Mishall pekerja tanpa pelatihan aja, gue udah dianggap nggak adil, apalagi setelah dia bikin masalah, terus langsung gue naikin statusnya. Lo coba tebak, gimana perasaan pelayan lainnya yang mulai dari nol, terus malah disaingi sama Mishall dengan gampangnya? Lo 'kan guru, harusnya paham situasi gue."

"Arfan ... demi gue ...." Chandra memelas lagi. Matanya tiba-tiba menyipit ketika menyadari seorang perempuan dalam balutan dress ungu datang mendekati ruangannya.

Chandra tidak perlu melihat dua kali, karena aura angkuhnya sudah bisa terbaca jelas.

"Oke. Gue matiin telponnya." Chandra memberitahu, dan tanpa menunggu balasan, segera memenuhi apa yang ia katakan.

Shila datang, dengan senyumnya ketika ia baru saja membuka pintu.

"Telepon dari siapa?" tanya Shila, ketika ia mendekat, dan meletakkan kantongan di atas nakas. Mengisi keranjang buah, dengan yang baru. Menyibukkan diri dengan penataan, sembari menunggu jawaban dari Chandra.

"Arfan. Dia juga tahu keadaan aku. Ngotot mau jenguk, tapi aku larang." Chandra memberitahu, sembari itu meletakkan ponselnya ke atas nakas dengan segenap ketenangan yang ia kumpulkan.

"Oh ... si berisik itu, ya?" Shila menarik sudut bibirnya, setelah ia menukar semua buah di atas nakas.

Shila tipe manusia yang mudah lupa nama seseorang, kecuali penting-dan hampir tidak ada. Ia mudah mengingat seseorang melalui karakternya. Meski baru sekali bertemu dengan sahabat-sahabat Chandra, ia sudah bisa memberikan gelar pada masing-masing mereka.

Siswiku CandukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang