012

110 21 5
                                    

Aluna tak mendengarkan sampai selesai kata-kata yang Kipel ucapkan. Gadis ini melangkah dengan cepat menyusuri  lorong kastil menuju kamar Axel. Entah kenapa kamarnya terasa begitu jauh sekarang, namun ia harus menemui Axel memastikan bahwa dia baik-baik saja. Napas Aluna semakin menderu, peluh bercucuran dari dahinya. Aluna tidak pernah berlari secepat dan sejauh ini.

Langkah Aluna berhenti tepat di depan pintu kamar Axel. Gadis ini menutup matanya untuk menetralkan napasnya. Seorang laki-laki memberikan sapu tangan merah kepadanya. Aluna menoleh menatap sang pemberi, kedua matanya membulat. Kakinya lemas, ia pun jatuh begitu saja ke bawah.

"Ada apa?" Tanya laki-laki itu,

Aluna tidak menjawab, ia segera membuka pintu besar di hadapannya lalu masuk ke dalam kamar Axel. Sementara laki-laki itu masih berdiam dengan wajah terkejut dan juga heran.

Dahi Axel berkerut, ia berdiri tatkala melihat gurat wajah Aluna yang seperti orang ketakutan. Kakinya melangkah mendekat. Aluna dengan langkah tergopoh-gopoh berjalan ke arah Axel lalu memeluknya dengan erat.

"Kenapa si lu?" Tanya Axel,

Aluna mengedarkan pandangannya, menelusuri setiap inci kamar Axel yang bernuansa klasik. Netranya terus menyorot beberapa tempat. Gadis ini mewaspadai kalau saja laki-laki itu mengikutinya.

"Vampir Xel Vampir"

Axel tertawa, laki-laki sampai lupa jika Aluna merupakan gadis polos yang mudah ketakutan. Ujung jemari Axel menyapu bekas gigitan Vampir di lehernya.

"Axel..."

Tanpa sadar Aluna melangkah mundur, ia sangat takut dengan Vampir. Karena dulu orang tuanya selalu saja menakutinya dengan kostum Vampir agar Aluna tidak keluar dari rumah. Meskipun logikanya mati-matian berkata bahwa tidak ada Vampir, namun keberadaan di dunia sihir juga menampar keras logikanya.

"Dia ngobatin gw, dia baik kok" ucap Axel.

Aluna menerjap tidak percaya dengan apa yang Axel katakan tadi. Vampir menolongnya? Dengan menggigit leher dan menghisap darahnya? Bukankah itu aneh? Bibir ranum Aluna bergetar saat netranya menangkap sosok laki-laki yang ia temui di depan pintu tadi. Aluna spontan bersembunyi di belakang tubuh Axel.

"Aluna kenalin dia pangeran Abram"

Aluna tidak mendengarkan perkataan Axel, gadis ini terlalu takut pada Vampir. Ia bahkan merapikan Syalnya untuk menutupi lehernya. Ibunya mengatakan ia tidak boleh membuka syalnya, jika membukanya maka vampir akan menggigit dan menghisap darah pada lehernya.

"Sudahlah tidak apa Yang Mulia, kalau begitu aku akan kembali ke Serovin, Ayahanda sudah menungguku. Salam teruntuk mu Yang Mulia" ucap Abram.

"Oh iya iya, hati-hati di jalan ya. Salam buat bokap sama nyokap lu"

Abram keluar dari kamar Axel. Laki-laki ini masih terkejut dengan kelakuan dan bahasa yang Axel gunakan. Tidak ada aksen yang menunjukkan bahwa Axel seorang keturunan bangsawan. Dia bahkan memakai istilah-istilah asing di telinga Abram.

###

Kabar mengenai kasus pembunuhan seorang penjaga perbatasan, gempar di seluruh pulau. Pagi ini terjadi kasus pembunuhan dua orang petugas. Beberapa ahli mengatakan bahwa mereka di bunuh menggunakan Sihir.

"Aku yakin ini semua ada hubungannya dengan Antonio" gumam Dominic.

Saat ini semua anggota kerajaan berada di hadapan Dominic. Mereka akan membahas mengenai pembunuhan yang terjadi. Sudah menjadi kebiasaan Dominic ketika ada kasus di pulau ini, maka tidak hanya Mentri dan perangkat kerajaan saja yang ikut berunding, melainkan semua anggota kerajaan.

Seluruh anggota kerajaan dengan serempak menatap pada pintu yang terbuka, menampilkan sosok Axel yang sedang makan kacang sembari berjalan ke dalam. Sungguh pangeran mahkota yang tidak tau tata krama kerajaan.

"Axel nak, apa yang kamu lakukan?" Tanya Ellisha,

"Makan Bu"

Ellisha merebut kacang yang berada di tangan Axel. Putranya ini memang benar-benar harus mengikuti kelas kebangsawanan. Beruntunglah Dominic sangat menyayangi Axel, dia juga memaklumi kalau sikap Axel begitu karena sedari kecil Axel di besarkan di dunia manusia.

"Sepertinya Antonio kembali mengirim seseorang ke pulau kita. Atau bahkan dia sendiri yang datang"

Dominic membagikan kertas berisi foto keluarga Antonio pada semua orang di dalam ruangan, yang tentunya menggunakan sihir.

"Jangan mendekati mereka, karena mereka masih mengincar kerajaan kita. Boleh menyakiti tapi jangan sampe membunuh"

Axel menyipitkan matanya, menatap gambar orang di atas kertas. Axel bingung untuk beberapa alasan. Namun ia memilih diam.

"Aaaaaakkkk axellll" teriak Aluna, gadis ini berlari ke arah Axel sambil memegangi gaun tidurnya agar tidak membuatnya jatuh tersembab ke bawah.

Kedua manik Axel membulat saat melihat percikan darah di gaun putih Aluna. Ternyata tak hanya Axel, Dominic juga melihatnya.

"Apa yang terjadi padamu Nona?" Tanya Dominic,

Aluna meneguk salivanya, "ada yang di tu-tusuk" jawabnya,

Dominic berdiri dari singgasana nya. Ia segera berjalan keluar. Dominic sedikit terkejut karena penyerangan terjadi begitu cepat. Belum ada 24 jam, dan seseorang sudah melakukan kehebohan lagi.

"Dengar nak, bawa temanmu ke kamar ibu. Kamu dan semua teman-teman mu harus berada di sana. Jangan pernah keluar" titah Ellisha,

Axel mengangguk, laki-laki ini segera menuju ke kamar Ellisha bersama Aluna. Namun sebelum itu ia harus menjemput ketiga temannya. Semoga saja mereka tidak kemana-mana sehingga mudah saja untuk di temukan.

NiscalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang