015

72 19 0
                                    

Suara tapak kaki kuda berdentum di atas pelataran kastil Havara. Beberapa pengawal kerajaan menurunkan senjatanya untuk memberikan salam. Axel menatap ke arah Aluna yang sudah berdiri di depan pintu kastil. Teth mengetuk dua kali untuk memberi tanda pada kusir bahwa mereka akan turun. Teth turun terlebih dahulu, lalu setelahnya mempersilahkan Ellisha dan Axel turun.

"Selamat datang kembali Yang Mulia" ucap Aluna sembari memberi hormat,

Axel menorehkan senyum pada wajahnya. Aluna terlihat sangat anggun mengenakan gaun berwarna biru yang semakin kebawah semakin pudar warnanya. Itu cukup senada dengan stelan pakaian Axel yang juga berwarna biru.

Aluna membawa buku yang Axel pegang. Mereka hendak berjalan masuk ke dalam. Namun langkah Aluna terhenti kala sudut matanya melihat seorang gadis yang turun dari kereta kuda. Sepasang alis Aluna bertautan, ia merasa penasaran. Siapakah gadis yang Axel bawa pulang ini. Aluna tak kunjung menemukan jawaban meskipun berbagai kemungkinan tengah berputar di dalam kepalanya. Gadis itu terlihat bukan dari kalangan bangsawan, namun mengapa Axel membawanya semudah itu?

"Aluna, ikut denganku" titah Axel, Aluna mengikutinya dengan keadaan kepala yang terisi oleh banyak pertanyaan mengenai gadis tak dikenal itu.

Ellisha dan Teth pergi terlebih dahulu menuju ruang singgasana Dominic. Kini hanya tersisa Axel dan Aluna. Gadis bersurai putih yang tak diketahui namanya itu, pergi bersama pengawal untuk dibawa keruang medis. Gadis itu terluka akibat serangan mendadak yang Teth lakukan saat ia tak sengaja menabrakkan tubuhnya dengan Axel.

"Aluna"

Merasa terpanggil, Aluna menoleh menatap Axel. Guliran netranya tertarik memandangi Axel walaupun laki-laki itu tak membalas tatapan matanya.

"Apa kau mencintai dirimu?" Tanya Axel mendadak.

Aluna mengerutkan dahinya, itu pertanda bahwa gadis ini tidak mengerti apa maksud dari perkataan Axel. Satu menit berlalu, setelah bergelut dengan pemikirannya akhirnya ia mengetahui apa maksud dari perkataan Axel.

"Tentu saja Yang Mulia, aku mencintai diriku sendiri"

"Kalau begitu kita sama" balas Axel, Aluna sontak membeku di tempatnya. Sementara Axel terus berjalan lurus.

Lengkung garis senyum Aluna terbentuk saat gadis itu memahami apa maksud Axel. Sedikit demi sedikit kini Aluna mulai memahami, ternyata Axel juga mencintainya. Rona merah pada wajahnya tidak dapat di sembunyikan lagi.

"Ayo ikut denganku, bukankah kau adalah pelayan pribadiku" seru Axel, Aluna segera berjalan cepat ke arah Axel. Senyumnya masih terukir di wajah cantiknya.

Suasana di antara mereka hening, keduanya diam tak bersuara. Aluna sibuk menetralkan degup jantungnya. Sementara Axel tengah meneliti ke segala tempat untuk berjaga-jaga kalau saja ada yang berbuat tidak baik padanya.

Axel menilik ke bawah, dimana kursi singgasana Dominic berada. Laki-laki ini melihat Teth berada di sana sendirian. Mungkin pria itu tengah memeriksanya.

###

Pesta penyambutan Axel tengah berlangsung meriah di aula kastil Havara. Beberapa petinggi kerajaan dan bangsawan dari kerajaan tetangga, datang untuk menyapa Axel. Dominic berdiri di depan singgasananya, pria itu tersenyum bahagia sembari memperhatikan Axel yang menyapa para tamu undangan.

Axel berjalan ke arah Dominic, ia hendak menyampaikan pesan dari kerajaan Vederos mengenai huru hara yang terjadi di sana.

Perlahan Dominic duduk pada singgasananya. Cairan kental berwarna merah keluar dari dadanya sedetik setelah ia duduk di singgasananya. Beberapa orang yang melihatnya sontak berteriak, sebagian dari mereka meneliti keseluruh penjuru tempat, untuk berjaga-jaga jikalau ada yang menyerang.

"Yang Mulia!" Triak Axel, laki-laki ini berlari ke arah Dominic.

Ellisha dan adiknya datang mendekat. Mereka membawa pengawal dan juga tabib kerajaan untuk membantu menyelamatkan Dominic.

"Tutup pintu gerbang utama!" Teriak Axel,

Laki-laki ini berjongkok di depan Dominic. Ia memejamkan matanya lalu merapalkan sebuah mantra sihir. Sepersekian detik sebuah cahaya melintas membentuk sebuah kubah yang melindungi seluruh kastil Havara. Itu adalah sebuah mantra pelindung dari orang yang berniat jahat. Sihir ini cukup banyak menguras tenaga, namun untungnya Axel belum menggunakan kekuatan sihir untuk hari ini. Setidaknya ia masih mempunyai sisa tenaga yang cukup untuk mencari dan melawan penjahat itu.

"Ibu, Axel akan segera kembali" ucapnya lalu pergi,

"Hati-hati nak"

Axel pergi mencari ke seluruh kastil, ia yakin orang itu masih berada di sekitar sini. Kedua mata Axel terhenti pada Teth. Pria itu tengah duduk di bawah sambil memijit kakinya.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Axel,

"Kakiku terkilir yang mulia" jawab Teth.

Axel mengangguk lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Maniknya menangkap seorang gadis yang memegang sebuah busur panah berlapis emas. Saat Axel ingin mendekat gadis itu malah berlari menjauh darinya.

"Heyy tunggu" triak Axel,

Gadis itu mengarahkan panah sihir ke arahnya. Sepersekian detik panah itu meluncur ke arah Axel. Untungnya Axel segera menyingkir. Gadis itu ternyata menggunakan sihir untuk melawan Axel. Mau tak mau Axel akan menggunakan sihirnya. Sebuah cahaya berwarna biru keluar dari atas permukaan telapak tangan milik Axel. Laki-laki ini mengarahkan cahaya itu pada gadis di depan sana, dan Yap tepat sasaran. Gadis itu berlari lebih lambat karena kakinya yang terluka.

Kedua mata Axel membulat saat dadanya merasakan sakit yang teramat. Langkahnya menjadi terasa berat.

NiscalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang