017

74 18 5
                                    

Axel menatap lurus ke arah singgasana yang berada jauh di depan sana. Tempat itu miliknya sekarang, rasanya baru kemarin ia masuk ke dunia sihir namun sekarang sudah menjadi raja kerajaan sihir terbesar di negeri ini.

Sepasang netranya beralih fokus, menyorot pada penampakan seorang gadis yang berlutut di depan singgasana dengan beberapa luka di tubuhnya. Ingatan tentang kejadian kemarin terlintas di benaknya. Rupanya gadis itu masih bisa bertahan setelah melihat kebencian seluruh negeri padanya karena telah membunuh Dominic.

Axel melangkah kedepan, ia hendak mencari tau semua tentang gadis itu dan juga alasan kenapa ia membunuh Dominic.

"Yang Mulia"

Suara lembut Ellisha membuat Axel menghentikan langkahnya. Laki-laki ini membalikan badannya menghadap Ellisha. "Ada apa Ibu?" Tanya Axel,

"Kamu harus ke perbatasan kan? Kamu bilang akan melakukan pemeriksaan ulang terhadap kasus pembunuhan di sana"

Mendengar hal itu seketika membuat Axel menyerit bingung. Bagaimana bisa Ellisha tau tentang rencananya itu, padahal ia tidak pernah mengatakan pada Ellisha, ia juga tidak pernah melihat Ellisha berada di dekatnya ketika ia merencanakan itu bersama teman-temannya dan juga Teth.

"Biarkan gadis itu Ibu yang mengurusnya" ucap Ellisha,

Axel hanya diam tanpa bersuara, ia mempercayai Ibunya untuk mengurus gadis itu. Laki-laki ini mulai melangkahkan kakinya, menjauhi Ellisha dan juga pelayannya.

"Xel nyokap lu aneh" cloteh Danu,

Axel menghela napasnya, pria ini tetap melangkahkan kakinya. Ia mencoba menyingkirkan prasangka buruknya terhadap Ellisha, Ibunya. Tidak mungkin jika gadis itu ada sangkut pautnya dengan Ellisha. Mana mungkin Ellisha merencanakan pembunuhan pada Ayahnya sendiri sedangkan Ayahnya adalah orang yang paling dia cintai.

Mereka masuk, menaiki kereta kuda yang sudah siap membawa mereka menuju perbatasan. Aluna terlihat diam, gadis ini tak banyak bicara seperti biasanya. Apa karena sekarang Axel adalah seorang raja?

Axel mengetuk-ngetukkan  jemarinya pada batangan besi di dinding kereta. Rambut birunya berkibar searah dengan angin yang berhembus.

Arga mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, laki-laki ini membuka sebuah aplikasi perpustakaan di ponselnya.

"Mau apa lu?" Tanya Danu,

Arga menghela napasnya lantas menunjukan ponselnya pada teman-temannya itu.

"Pembunuhan penyihir? What the park Weh"

"Gw dari semalem baca ini, dan kalian tau apa yang gw temuin?" Tanya Arga,

Diam, Axel hanya mengamati pembicaraan ketiga temannya. Namun, otaknya tengah berpikir mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika ia berhasil menemukan pembunuh penjaga perbatasan itu.

"Lu nemuin apa emangnya? Duit?" Cloteh Danu,

"Gw sekarang tau siapa pelaku pembunuh kakeknya Axel"

Semua yang berada di dalam kereta sontak menatap ke arah Arga. "Siapa ih buruan!" Bentak Aluna,

"Axel pembunuhnya"

Satu pukulan kecil Axel mendarat di kepala Arga. Yang benar saja, apa maksud Arga mengatakan hal itu. Ia saja sudah bersyukur bertemu keluarganya mana mungkin ia membunuh Dominic, terlebih Dominic sangat baik padanya.

"Kok di pukul sih? Nih ya guys, Axel itu putra mahkota. Ya mungkin aja dia mencoba membunuh Kakeknya demi posisinya untuk menjadi Raja"

"Lu ada liat tampang gw pengin jadi raja?" Sela Axel,

Kereta kuda berhenti, tanpa mereka sadari kini mereka sudah sampai di perbatasan. Pintu terbuka, Axel dan Aluna lebih dahulu keluar dari kereta kuda itu, sebelum akhirnya ketiga temannya menyusul.

Manik Axel terpaku pada dua kesatria yang berdiri di perbatasan mengantikan para penjaga perbatasan yang sebelumnya telah gugur. Apa mereka tidak memiliki pergantian waktu untuk berjaga? Mata mereka memerah karena kurang tidur. Sepertinya Axel harus merubah sistem penjagaan kerajaan.

Axel mengusap pelipisnya, ia menghela napasnya kala melihat Aluna yang sudah berpencar darinya. Gadis itu mengejar seekor kelinci. Beruntung Axel melihatnya jika tidak mungkin ia tidak akan tau jika Aluna berpencar darinya.

"Apa ini" gumam Axel saat melihat sahelai daun yang menghitam,

Axel mengambilnya lalu memberikan pada Teth, "simpan ini" ucap Axel,

Teth menganggukan kepalanya lantas segera menyimpan sehelai daun itu. Kedua manik Teth terus mengawasi sang raja. Ia berjaga-jaga kalau saja ada yang berusaha menyakiti Rajanya.

"Axel tolong..."

Suara Aluna masuk kedalam indera pendengaran Axel. Laki-laki itu menoleh dan tidak lagi melihat Aluna yang tengah mengejar kelinci. Ia berlari ke tempat Aluna berdiri beberapa saat lalu. Beberapa penjaga mulai berjaga mengelilingi Axel dan teman-temannya.

"Teth, aku akan mencari Aluna" ucap Axel sebelum akhirnya pergi,

Axel melangkahkan kakinya melewati sulur-sulur pepohonan. Dedaunan rimbun menghalanginya untuk bisa melihat dengan jelas kedepan. Beberapa pengawal berjalan mengikuti Axel.

Axel menyeritkan dahinya ketika netranya menangkap pemandangan tak biasa. Dedaunan dan pepohonan berubah menjadi berwarna hitam, tapi mereka tidak layu, hanya warnanya saja yang berubah.

Axel kembali melanjutkan perjalanannya, mencari letak keberadaan Aluna. Kenapa masalah begitu datang secara berurutan sebelum masalah yang lain selesai? Apakah hilangnya Aluna ada hubungannya dengan pembunuhan itu? Kalau iya itu artinya pembunuh ini pintar dan Axel harus berhati-hati dalam menghadapinya.

NiscalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang