019 - B

80 19 16
                                    

Tangan Axel mengepal kala kedua maniknya menangkap siapa sosok di balik pintu usang itu. Wajah seorang anak perempuan, dengan kondisi tangan dan kaki yang terjerat oleh rantai besi.

Axel terkesiap, segala permasalahan yang selalu datang tanpa diduga membuat isi kepalanya berkecamuk terus menerus. Masalah kematian Dominic, hilangnya Aluna, lalu masalah perjodohan antar kerajaan dan kini permasalahan datang kembali menghampirinya.

Axel melirik kepada pengawal kerajaan yang berada di belakangnya. Rupanya mereka masih belum menyadari keberadaan anak perempuan itu, ia masih memiliki kesempatan untuk berpura-pura tidak melihat apa-apa di dalam sini. Isi kepalanya benar-benar semakin tidak karuan. Jika boleh dan bisa, mungkin Axel sudah menjual kerajaan dan tahtanya itu kepada orang lain.

Tanpa sengaja kedua matanya bertemu dengan manik anak itu. Maniknya berkaca-kaca, wajahnya pucat dan terdapat beberapa luka lebam. Cara anak itu menatap Axel berhasil membuat pertahanan Axel runtuh, dengan sedikit berat hati Axel memutuskan untuk menolong anak kecil itu.

Disatu sisi ia kasihan pada anak itu, dan di sisi lain ia kasihan pada dirinya sendiri karena telah menemukan anak itu. Bukan apa-apa pasalnya tanggung jawab Axel sudah sangat besar. Dan ia sudah mulai muak dengan semua itu, dan sekarang ia harus menambah satu tanggung jawab lagi dengan merawat anak ini. 'apa yang gue perbuat. Ngapain gue buka pintunya' batin Axel.

Axel mengeluarkan pedang yang ia bawa. Anak itu membulatkan matanya. Kedua tangannya spontan memeluk lututnya, dia ketakutan melihat Axel dengan pedang besar yang menyala-nyala. "Jangan takut, aku akan membantumu" suara Axel terdengar, membelah keheningan di dalam ruangan itu.

'membantumu apaanya, dialog macam apa itu Axel' batin Axel.

Suara Axel membuat atensi orang-orang di belakangnya teralihkan. Teth terkejut bukan main saat melihat siapa yang dihampiri oleh Rajanya. Rupanya dia adalah seorang anak kecil. Beberapa pengawal juga sempat melihat anak itu. Ekspresinya sama seperti Teth. Mereka semua terkejut.

Pedang tajam Axel membelah rantai yang melingkar pada kaki dan tangan gadis kecil itu. "beban satu lagi, depresi mampus lu Xel" gumam Axel lirih.

"Maaf, Yang Mulia berbicara sesuatu?" Tanya Teth, Axel hanya menjawab dengan gelengan kepalanya saja.

Anak itu melompat dan memeluk Axel dengan erat secara mendadak. "Machi, cudah au menoyong Glacela" ucapnya.

Spontan para pengawal Axel menyodorkan ujung pedangnya pada Grasella. Beraninya gadis kecil itu memeluk sang penguasa negeri. Selama ini mereka tidak pernah melihat ada yang berani menyentuh Axel.

"Uuuu Atut" ucap Grasella,

Axel menghela napasnya, "turunkan senjata kalian. Dia masih kecil" titahnya,

"Glacela gak keciiiii" Bentak anak itu dengan tangan yang mengepal di samping tubuhnya.

"Terus apa?" Tanya Axel,

"Glacela macih anyak anyak" raut wajah anak ini berubah cerah saat mengatakan bahwa dirinya masih anak-anak. Entah kenapa anak ini mengingatkan Axel pada Aluna, mereka terlihat sama. Mungkin karena sikap Aluna yang seperti anak-anak.

Axel menghela napasnya sebelum akhirnya merendahkan dirinya. Kini kedua maniknya memandangi anak itu. "oke jadi bisa ceritakan padaku apa yang terjadi sebenarnya?"

"Mamalin Glacela mama mama cedang alan-alan di cana-cana di epan cana. Lus iba-iba pukk" jedanya,

"Elus mama bobo lus-lus ada ang awa Glacela pelgi, elus mama inggal telus telus Glacela di cini bis tu Glacela di itet-itet cini-cini tananaaaa"

Axel menggaruk tengkuknya yang tak gatal 'ni anak ngomong apa' batin Axel. Belum selesai dengan beban untuk mencari tau asal usul anak ini, Axel harus berusaha mengerti apa yang anak ini katakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NiscalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang