XV

35 8 0
                                    

•••••HAPPY READING•••••


"Sshh ... ahh ...." Lay meringis pelan, tak main-main, cengkraman kelelawar tadi ternyata meninggalkan luka yang cukup dalam.

Gyora menempelkan plester medis ke lengan Lay yang terluka. Gyora memang memiliki kebiasaan mengantongi plester medis kemana-mana, hal itu tak lain tak bukan karena perintah sang Ayah. Jordan sedikit khawatir dengan tingkah putrinya yang sangat gegabah dan petakilan.

Tak jauh dari Lay dan Gyora, Leon tampak tengah mencuci wajahnya yang sedikit tergores dengan air yang menetes pada dinding gua. Sementara Arthan saat ini berdiri menatap ke sekeliling gua, memastikan para 'penyerang' itu tak kembali lagi.

"Gimana? Bisa lanjut?" tanya Gyora kepada tiga lelaki di sana.

"Lanjut aja," jawab Leon yang diangguki langsung oleh Lay.

Mereka berempat kembali melanjutkan perjalanan dengan Arthan sebagai pemandu jalan. Makin ke sini hawanya terasa kian pengap, mungkin karena efek posisi mereka yang jauh berada di dalam tanah, sehingga pasokan oksigen pun berkurang.

"Eh, kira-kira kalau kita kentut di sini bunyinya bakalan menggema ke seluruh sudut gua nggak ya?" Di tengah keheningan tiba-tiba saja Gyora berceletuk nyeleneh  yang membuat Lay tersedak air liurnya sendiri.

"Coba aja lo kentut di sini, mana tau semua kelelawar-kelelawar di sini pada mati, jadi kita nggak perlu was-was lagi," usul Leon dengan wajah semangat yang dibuat-buatnya.

"Ish, kentut Gyora nggak semematikan itu ya." Gyora memukul pelan lengan Leon dengan jengkel.

"Udah dulu ngomongin kentutnya, kalian liat ke depan dulu deh." Arthan menghentikan pembicaraan unfaedah dari Leon dan Gyora, kini yang menjadi objek perhatian bukan lagi 'kentut', tetapi dinding gua yang mentok, tak ada lagi jalannya.

"Hm, kita lewat sini?" Lay tampak menyenteri lubang pada sudut gua tersebut. Lubang itu terlihat seperti terowongan, sangat panjang namun sempit. Mungkin jika mereka mencoba melewati terowongan itu, mereka harus merangkak, itupun harus bergerak dengan susah payah karena minimnya ruang pergerakan.

"Huh, nggak-nggak, sempit." Gyora menggelengkan kepalanya berulang kali, ia sangat benci tempat sempit, begitu menyesakkan.

"Ya terus, harus lewat mana?" Arthan mengerutkan dahinya, pasalnya hanya lubang ini satu-satunya jalan mereka, selebihnya buntu.

"Hmm, daripada kita nggak tentu arah gini, mendingan kita balik ke tempat semula aja. Jadi ntar kita cuman perlu mikirin gimana cara naik ke atas. Kalau kita ngikut jalan ini, belum tentu kita langsung bisa keluar kan? Bisa jadi masih ada tantangan lagi," usul Gyora tanpa beban sama sekali.

"Lah, ngecheat, mana bisa gitu." Zian yang  mendengar ucapan Gyora dari earpods yang terpasang di telinganya langsung memasang wajah cengo, dari sekian banyak anggota CSI'N yang ia beri test, hanya Gyora yang berpikir demikian. "Gior, suruh Adnan ngelepas beberapa kelelawar lagi, jangan sampai mereka benar-benar balik," perintah Zian sambil berpangku tangan, ia dapat melihat dengan jelas jika keempat pemuda itu tampak berputar arah.

Kembali ke gua. Arthan, Leon dan Lay benar-benar mengikuti usul Gyora. Ucapan Gyora ada benarnya juga, bagaimana kalau setelah mereka melewati terowongan itu bukannya langsung dapat keluar malah dihadapkan dengan rintangan yang lebih berbahaya?

"Ugh, perasaan Lay kok nggak enak ya." Lay mengusap-usap tengkuknya. "Kak, coba pakai insting lo deh, nggak ada apa-apa kan di sini?" pinta Gyora.

Arthan dan Leon serentak menatap Gyora, mungkin mereka juga merasakan hawa yang sama.

Navarole'n [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang