Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
.
Perbincangan kedua sejoli beda gender yang kini sudah akrab seperti teman lama yang hilang, memenuhi ruangan sedang di bangunan Baker Street 221B.
Entah karena selera humor mereka yang terlalu rendah, lalu ketertarikan pada misteri kasus-kasus, dan banyak hal lain yang membuat keserasian di antara kedua sejoli itu.
Di balik tawa riang Ciselle, ada aura gelap yang keluar dari tatapan tajam sang adik.
Kalau sebuah tatapan bisa membunuh, bisa dipastikan Holmes telah berpisah dari ruhnya.
Ciselle yang menyadari tatapan tajam adiknya pada Holmes membiarkannya saja. Untuk apa melakukan hal tidak berguna?
Mengobrol dengan tokoh fiksi yang selalu ia baca benar-benar seperti mimpi.
Bahkan dia masih mengingat seluruh kasus dalam novel buatan Sir Arthur Conan Doyle itu.
Mengingat sesuatu dalam novel, Ciselle menoleh pada Watson.
Pemuda yang menjadi teman baru Holmes itu berdiam menatap tamu-tamu baru.
"Hey Watson, apa kau sudah menikah?"
Pertanyaan Ciselle membuat Watson diliputi semburat merah di wajahnya.
Gelengan cepat ia berikan, dan jawaban kecil yang dilontarkannya.
"Tapi aku sudah bertunangan..."
Sontak Holmes yang sedang melamun menoleh dengan cepat pada teman barunya.
Melongo tak percaya seolah telah terkhianati, Holmes mengusap air mata buaya nya.
"Tak kusangka, anakku sudah besar ya"
Menepuk-nepuk bahu kaku Watson yang mengerut jijik.
Menepisnya pelan. "Hey aku ini lebih tua darimu tau!"
Holmes menaikturunkan alisnya jenaka.
"Oh, ngaku tua nih sekarang?"
Watson menukik tajam alisnya kala melihat Holmes yang menyeringai menang.
Dan perdebatan yang ke lima belas kalinya di hari ini pun dimulai.
'kekanak-kanakan' batin Phantomhive bungsu.
Mengangkat cangkir teh dengan elegan dan memoles pinggir cangkir dengan bibirnya.
Tegukan pertama diselesaikan, dan cangkir pun kembali ke atas meja.
Ciselle sibuk mengunyah cookies coklat dengan tatapan senang menonton perdebatan di depannya.
Sebastian mengisi cangkir teh nya yang sudah tak terisi.
"Oh iya, omong-omong apa kalian tau sesuatu tentang Lord of Crime? "
Holmes dan Watson menoleh kompak pada satu-satunya gadis di ruangan.
"Oh itu. Akhir-akhir ini lumayan ramai ya setelah beberapa bangsawan yang terkenal buruk mati dengan dugaan dibunuh oleh mereka."
Ciel menopang dagu. " 'mereka' ?"
"Apa kah mereka semacam organisasi?" Sambung Ciselle.
"Dugaan kasar ku semacam itu. Ingat kasus Jefferson Hope? Tidak mungkin orang sepertinya mampu melakukan pembunuh yang amat tanpa cela seolah pendukung adalah seorang jenius.
Dan di saat-saat terakhir, dia mengakui kalau ada 'orang hebat' dibalik rencana pembunuhannya. Tentu saja aku akan memburu 'orang hebat' itu dan mengoyak identitas nya. "
' Jefferson Hope. Dia ada di buku pertama Sherlock Holmes, ceritanya panjang banget sampai kukira beda buku ಠಿヮಠ. Oh, berarti yang dibunuh adalah Earl ...... lah siapa ya? Karena udah lama ga baca jadi lupa. '
Sementara Ciselle sibuk mengingat nama Earl yang terbunuh, sang adik, Ciel tengah berdiskusi bisik-bisik dengan Sebastian.
Entah apa yang diperintahkan si bungsu Phantomhive, tiba-tiba Sebastian menghilang dari pandangan.
Membuat cengo sejoli kawan karib yang awalnya pundung karena dicueki Ciselle.
"Apaan itu?" Watson belum juga pulih dari wajah cengo nya.
Ciel menopang dagu dan menatap kosong.
"Hanya Kepala Pelayan Iblis biasa."
Gang-gang kecil dan gelap ditelusuri.
Hawa-hawa mencekam mengelilinginya.
Tapi bagi Iblis sepertinya, kondisi tempatnya sekarang seperti mengunjungi rumah tua yang ditinggalkan ratusan tahun.
Banyak hal-hal yang berbeda dibanding 'London' mereka berasal.
Sebastian bertanya pada beberapa orang yang berada di gang mencekam itu.
Sosok pengantar pesan pada penjahat penyelamat rakyat kalangan bawah.
Dia berjalan tenang mengikuti arah tujuan sang kurir pesan.
Sosok laki-laki pendek yang memakai syal biru.
Langkah diayun sekali lagi, sosok itu menghilang.
Sebastian berkedip sebelum melirik keberadaan sosok yang menghilang kini ada di belakangnya tengah menodongkan senjata tajam mengarah leher belakangnya.
Tapi bukan Sebastian namanya kalau tidak bisa menebak langkah musuh.
Tiga pisau makan yang juga terarah pada leher sang kurir pesan.
Darah mengalir pelan sembari tatapan tajam Sebastian dilayangkan.
"Gerakan ini— seseorang yang terlatih kah.
Halo, tertarik menghadiri acara minum teh Tuan Muda dan Nona Muda ku?"
Bulir keringat dingin mengalir menyadari dirinya yang tidak bisa berkutik lagi dihadapan sosok asing yang mengikutinya sejak beberapa jam yang lalu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
>3
halo para human yg baca book ini, mayan lama ga up