"Kesetiaan itu bukan dari cara mu memperlakukan ku, melainkan dari cara mu mencintai ku dari hati mu." _Lesya's Wish.
Selamat membaca
PAGI hari telah tiba, sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui ventilasi udara yang berada didalam kamar seorang gadis cantik dengan baju tidur bergambar mikky mouse.
Sedikit membuka mata indahnya dengan perlahan dan melihat jam yang berada diatas nakas tepat disamping tempat tidurnya.
"Ini jamnya tidak salah bukan, tapi sepertinya aku yang salah. Hiss bisa-bisa aku bangun jam enam lewat sepuluh menit, sudahlah lebih baik aku membersihkan badanku ini."Ucapnya berbicara sendiri dan segera beranjak dari tempat tidur kesayangannya itu. Lima puluh menit sudah berlalu, si gadis itu pun sudah keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang fresh dan baju yang baru.
Di bukanya pintu kamar dengan sedikit terburu-buru, Ia pun berlari menuruni anak tangga secara acak, tidak peduli jika dirinya akan jatuh terpeleset ataupun tersungkur.
Sesampainya ditempat tujuan yang tak lain dan tak bukan adalah dapur, Ia menyapu pandangannya dan melihat berbagai menu sarapan sudah tertata rapi di atas meja makan, tapi dimana Papa dan keempat Abangnya.
Plak
Gadis itu mengeplak dahi nya sendiri, sungguh ia benar-benar lupa jika jam sarapan belum dimulai.
Secara tak sengaja dirinya bertemu dengan pembantu rumah tangga itu."Aduh maaf ya Bi, maafin aku yang tidak sempat membantu Bibi untuk menyiapkan sarapan, aku terlambat bangun hehe." Ucap maaf yang ditujukan pada wanita paruh baya tersebut.
"Tidak apa-apa, Non Lesya."
Gadis dan wanita paruh baya itu adalah Lesya dan Bi Marti, perbincangan hangat terus berlanjut hingga tak sadar Abraham dan keempat anaknya sudah duduk dikursi tempat mereka sarapan.
"Heh Lo, Lo gak sarapan? Bagus deh, kurang sedikit beban keluarga ini." ucap Renzie yang terdengar sinis.
Sedangkan Lesya hanya tersenyum manis menanggapinya. Lesya menyusul duduk dikursi makannya dan ikut bersarapan dengan keluarganya.
"Setelah selesai sarapan, Papa tolong kalian semua kecuali Lesya ikut Papa keruang pribadi Papa." ujar Abraham tegas dan diangguki oleh mereka berempat.
Dua puluh menit berlalu....
Semua telah menyelesaikan sarapan pagi ini dengan lancar, tak ada sedikitpun kendala yang menganggu. Kelima pria tadi pun sudah pergi menuju ruang pribadi Abraham.
Lesya hanya membantu mencuci alat makan yang tadi mereka gunakan. Sedangkan disisi lain keadaan ruang pribadi Abraham mulai mencekam.
"Jadi, semalam Papa bertemu dengan Mama kalian dalam mimpi, disitu Mama mu menangis tersedu. Ternyata Mamamu mengetahui bahwa kita disini membenci Lesya walaupun dengan alam yang berbeda, dia...."
Ucapan Abraham terpotong akibat ulah salah satu anak kembarnya, Renzie.
"Mama bilang apa Pa?." tanya Renzie dengan tergesa.
"Bisakah kau mendengarkan Papa berbicara terlebih dahulu?, Pa silahkan dilanjut." inilah yang Abraham sukai dari Alvaro, mengerti keadaan yang sedang terjadi. Alvaro-lah yang menegur Renzie dengan tegas.
"Mama mu berkata.."
'Tolong jangan benci Lesya, kalian menuduh Lesya bahwa aku meninggal sebab aku melahirkan Lesya, Lesya tidak salahz Mas. Dia anak perempuan kita satu-satunya, aku mohon kamu dan anak-anak kita yang lain jangan pernah membenci Lesya. Sebaliknya kalian sadar bahwa aku rela bertaruh nyawa demi anak kita yang sangat aku inginkan kelahirannya. Dan kamu? malah sama sekali tidak mendidiknya dengan baik, aku mohon pada kalian agar selalu menyayangi Lesya. Dia anak yang baik, sangat baik. Aku mohon jangan membenci Lesya lagi, ini permintaan terakhirku, Mas.'
"Setelah mengatakan hal tersebut, Mama mu pergi menghilang dibalik cahaya terang. Apa kita akan mengabulkan permintaan terakhir Mamamu?." tanya Abraham dengan mata menelisik satu per satu wajah keempat anak laki-lakinya.
"Sepertinya iya saja Pa, lagi pula bukankah Mama bilang bahwa Lesya tidak membunuhnya, aku akan mencoba sedikit berdamai dengan Lesya." pertanyaan Abraham pun dijawab oleh Alvaro.
Mereka hanya diam selama beberapa menit, suasana hening mendominasi di ruang pribadi Abraham.
"Papa harap kalian mau mengabulkan permintaan terakhir Mamamu, walaupun terpaksa tak apa." Abraham pun angkat bicara, Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari ruangan itu.
Disusul dengan keempat laki-laki yang mengikuti Papanya keluar dari tempat tersebut.
Lesya? Dimana dia?
Ia hanya terduduk melamun di taman bunga, hanya diam. Lesya mendongak melihat cahaya matahari pagi, rasa hangat menjalar sempurna diwajah cantik gadis itu.
"Sya."
Suara berat terdengar jelas ditelinga Lesya, Ia menoleh kearah samping untuk melihat siapa yang memanggilnya.
"Papa, ada apa Pa?." ucap Lesya dengan nada pelan, tubuh mungilnya bergetar hebat. Was-was jika Ia akan dimarahi lagi dan lagi oleh Papanya.
"Apa Papa boleh duduk disini?."
Lesya terkejut lantaran Papanya itu berbicara dengan lembut, tak ada bentakan keras ataupun suara yang membuat Lesya takut tak karuan.
"Silahkan Pa, duduk saja." jawab Lesya
"Sya, Maafin Papa ya, maaf sudah gagal menjadi Papa yang baik untuk kamu, maaf Papa sudah gagal mendidik kamu dengan baik, maaf Papa baru sadar atas kesalahan ini, maaf..."
Permintaan maaf Abraham terpotong oleh Lesya. Lesya pun berucap, "Papa tidak perlu meminta maaf kepadaku, Aku sudah memaafkan Papa sejak dahulu, bahkan Papa tidak pantas untuk meminta maaf kepada anak yang telah membuat keluarga ini malu."
"Kamu tidak pernah membuat malu dikeluarga ini, tidak. Kamu itu anak yang membanggakan keluarga, Papa pantas untuk meminta maaf pada kamu. Mulai sekarang jangan pernah merasa takut pada Papa dan ke-empat Abangmu ya." ujar Abraham dengan senyuman lembut yang sedari tadi Ia keluarkan.
"Iya Pa."
Mereka berdua pun masuk kedalam rumah untuk menghindari sinar matahari yang sudah mulai menyengat panas. Lesya dan Papanya pun tak segan untuk saling melempar senyum dan tawa karena lelucon yang Abraham buat walaupun tidak terlalu lucu.
Tapi itu sangat membuat Lesya bahagia tak karuan, sungguh Ia sangat senang sekali dengan kejadian tak terduga yang baru saja terjadi. Lesya dan Abraham pun berpas-pasan dengan ke-empat laki-laki yang menatap Lesya lekat.
Baru saja Ia dilanda kebahagiaan, apa lagi ini? Ia takut jika para Abang nya tak suka melihat kedekatannya pada sang Papa. Alvaro pun mendekat kearah Lesya.
Diusapnya rambut Lesya dengan lembut sembari tersenyum ramah, "Ngapain bengong, ayo kita duduk nanti capek tuh berdiri lama-lama." ajak Alvaro.
Lesya sudah berpikir bahwa kejadian yang tidak-tidak akan terjadi seketika tersadar dan kembali tersenyum manis, sangat manis.
"Awwss."
Lesya meringis kala pipinya terasa sakit akibat cubitan yang diberikan untuknya dari Bima.
"Bisa-bisanya gue punya adek yang pipinya kek bakpao unyu gini." gemas Bima.
"Alay banget Lo, bang." sinis Renzo pada Bima
"Dih, iri Lo?." balasnya tak kalah sinis
"Ngapain iri, gantengan juga gue daripada Lo."
"Nyeleneh Lo, bahasanya apa jawabnya apa."
"Suka-suka gue lah, repot amat Lo, amat aja ngak repot."
"Ngapain Lo bawa-bawa Pak Amat tetangga sebelah."
"Lah mana gue tau."
"Anak ses...." "STOPP!!!"
Perkataan dari Bima terpotong oleh Renzie dilanjutkan dengan tingkahnya yang super absurd.
"Sudahi itu semua mari menyanyi bersamaku."
"Balonku ada lima, rup...."
"Bang Renzie." Panggil Lesya pada Renzie yang sedang bernyanyi namun tak sempat melanjutkannya karena terdului oleh Lesya.
Wonogiri, 25 Des 21
Morning,03.46 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesya's Wish [SELESAI]
Teen Fiction"Aku ingin bahagia, apa itu salah? sampai kapan aku seperti ini?." Menceritakan kehidupan seorang Alesya Salsabila, yang tak pernah dianggap ada oleh keluarganya. Kesialan mengikutinya lagi, Ia dijodohkan dengan seorang ketua geng motor yang juga me...