"Tetep dadi seng terbaik, masio aku dudu idaman mu." _L's ws
"Sayang."
Arkar tersentak kaget, Ia menoleh ke belakang melihat siapa yang memanggilnya dengan suara menggoda, tapi terdengar jijik ditelinga Arkar.
"Lo? Ngapain disini?." tanya Arkar, rautnya pun berubah seketika menjadi datar. Saat ini Ia benar-benar benci dengan kedatangan wanita penggoda yang sialnya dulu sempat menjadi kekasihnya.
"Ya ampun sayang, aku kesini kangen loh sama kamu, kamu ngak kangen sama aku." ucap wanita itu seraya merangkul lengan Arkar manja.
"Najis." sinis Arkar yang masih mempertahankan wajah datarnya.
"Ihhh aku nangis nih." rajuknya.
Arkar menghempas kasar tangan yang sedang mengganduli lengan nya. Tak hanya itu, Arkar pun tak segan-segan mendorong kasar tubuh wanita itu.
Sedangkan wanita itu, hanya menatap kesal pada Arkar. Wanita itu mengikuti kemana Arkar berjalan, Arkar pun sudah muak dengan sikap mantan kekasihnya itu yang selalu mengikuti kemana Ia berjalan.
"Lo ngapain anjing, ngikutin gue dari tadi?." tanya Arkar geram, tak lupa dengan tangan mengepal yang entah akan siap untuk menonjok wanita itu, mungkin.
"Aku tuh kangen tau sama kamu, kok kamu gitu sama aku, kamu udah ngak sayang lagi ya sama aku?." jawab dan tanyanya manja. Huh, Arkar semakin marah dengan jawaban dan pertanyaan yang mampu membuat dirinya eneg seketika.
"Siapa yang ninggalin gue dulu? Siapa yang rela ninggalin gue demi selingkuhannya? Siapa yang dengan teganya putusin gue dan pergi gitu aja dari negara ini demi bahagia sama selingkuhan-nya?" Pertanyaan Arkar semakin menjadi, dengan gigi yang saling mengertak dan jarinya terkepal erat.
"Gimana? Udah bahagia sama selingkuhan Lo?."
"Aku nggak pernah selingkuh, Arkar."
Arkar mendesis kesal "Gak usah ngelak anjir, gue udah tau semuanya sebelum kelakuan Lo terbongkar sama keluarga gue, cih, perempuan kaya' Lo nggak pantes buat gue. Dan satu lagi, gue lusa bakal nikah sama seseorang yang mungkin mampu buat gue bahagia, bukan kaya' Lo yang buat gue sakit hati."
"Sekarang, keluar dari kamar gue. Silahkan, Vanka, pintu terbuka lebar menunggu Lo keluar dari kamar gue." ucap Arkar mengusir Vanka terang-terangan.
"Ihhh kamu jahat tau, aku ngak suka Arkar. Aku bakal rebut kamu dari perempuan yang bakal kamu nikahin." sinis nya.
Dengan perasaan dongkol, Vanka pergi dari kamar Arkar. "Lo yang jahat, Van." gumam Arkar.
-L's W-
Malam hari pun tiba, Lesya saat ini terduduk tenang dibelakang rumah yang cukup terang. Ia mendongak, menatap ribuan bintang yang berkelip.
Hembusan angin meniup wajah cantiknya, matanya tak berkedip menatap langit malam. Langit yang terlalu luas tak bertepi pandang, mampu membuat Lesya selalu terkagum. Ia berharap bisa menyentuh awan malam.
Ia mengangkat tangannya, menunjuk salah satu bintang yang sangat terang, lebih terang daripada ribuan bintang lainnya. dia menggerakkan jari telunjuknya, membentuk sebuah gambar abstrak.
Lesya masih terus melamun entah apa yang dia pikirkan, jarinya tetap bergerak kesana kemari. Perasaan bingung yang bercampur aduk dengan benci dan sedih terus saja berada dilubuk hatinya.
Ia membenci dirinya sendiri sebab dia merasa menjadi manusia yang lemah, menangis saat masalah datang. Bukankah itu lemah?
Lesya sedih, sedih karena Ia akan menikah diusia-nya yang baru menginjak 17 tahun, yang mungkin akan menghilangkan waktu bermainnya.
Ia masih ingin bermain seperti gadis lainnya, tidak hanya duduk dirumah dengan segala pekerjaan yang menumpuk, seperti saat pagi Ia harus menyiapkan sarapan untuk suaminya, tapi itu sudah terbiasa.
Namun jika ditambah dengan pekerjaan lain ialah akan cepat kelelahan dan takut jika penyakitnya kambuh.
Tunggu!! Penyakit?? Ia berfikir, jika semua orang tau tentang penyakitnya, apa dia tidak akan dianggap ada lagi oleh keluarganya?. Ia takut jika itu terjadi.
Lesya benar-benar tak mau kehilangan keluarganya lagi dan lagi. Terlalu fokus dalam menjelajahi pikiran nya, tak sadar jika disamping tempat duduk Lesya sudah ada seseorang.
"Ngapain?." tanya orang itu.
"Duduk aja." jawab Lesya singkat dan tak memandang siapa yang duduk disebelah nya, Ia sudah tau siapa itu.
Semakin lama, hawa dingin pun semakin terasa. Seseorang itu pun mengajak Lesya masuk ke rumah, "Ngak masuk?? Dingin loh, masuk yuk."
"Duluan aja."
"Ya udah, gue duluan ya."
"Iya."
Setelah seseorang tadi pergi, Lesya masih tetap memikirkan hal tadi, masih bertentangan dengan penyakit nya. Tak sadar bahwa Ia berdiam diri dikursi taman itu sudah satu jam lama nya.
Lesya mendesah berat, benar yang dibilang Abangnya tadi. Semakin lama memang semakin dingin. ya, seseorang tadi adalah Abangnya, Renzie.
-L's W-
06.23 WIB
Matahari pagi pun mulai terbit dengan perlahan, sinarnya pun mulai memasuki kamar seorang gadis yang saat ini sudah berdiri didepan cermin kamarnya, menatap pantulan dirinya dari cermin itu.
Dilihat seragam sekolah sudah melekat ditubuh mungilnya, kaus kaki dan sepatu pun sudah ia kenakan. Tak lupa sedikit aksesoris dirambut indah itu.
Dia Lesya.
Lesya sudah siap untuk berangkat sekolah, ini adalah hari dimana Ia akan terakhir bersekolah sebelum libur beberapa hari untuk acara pernikahannya nanti.
Ia membuka pintu kamarnya, berjalan dengan menuruni anak tangga satu per satu, sesampainya dimeja makan Ia tidak menemukan siapa pun.
Tak berselang lama, kelima pria yang Lesya tunggu pun sudah datang, mereka dengan segera menyesuaikan diri ditempat duduknya masing-masing.
Mereka semua memulai sarapannya dengan berdoa terlebih dahulu.
06.30 WIB.
Satu per satu dari mereka mengatakan bahwa Ia sudah selesai dengan sarapannya dan pamit kegarasi untuk mengambil kendaraan yang akan mereka gunakan.
Kecuali Lesya tentunya, Ia tidak bisa menggunakan kendaraan berjenis apapun. Saat Ia akan berjalan keluar pagar rumahnya, Ia di hentikan oleh teriakan Bima.
Sedangkan yang lain nya sudah pergi terlebih dahulu meninggalkan Lesya dan Bima.
Bima mengatakan bahwa Lesya harus berangkat bersama dengannya, sedangkan yang lain hanya diam. Lesya mengangguk meng-iyakan, daripada Ia harus menunggu taksi yang lewat entah kapan.
Lebih baik Ia berangkat bersama dengan Bima. Lesya berjalan kesrah Bima, Ia mulai menaiki motor sport Abangnya. Otomatis rok yang dia gunakan terangkat keatas sedikit, ya walaupun hanya sedikit tapi tetap saja paha mulusnya terlihat.
Lesya mendesis malas, Ia melepaskan tasnya dan Ia gunakan untuk menutupi pahanya yang terlihat tadi. Kenapa abangnya ini tidak peka? sudahlah.
Setelah selesai, motor itu berjalan keluar halaman rumah. Bima tidak sedikit pun menambah kecepatan laju motornya, Ia sadar bahwa dirinya sedang membawa adiknya.
Mereka berdua sudah sampai disekolah Lesya, Lesya segera turun dari motor tersebut tak lupa berpamitan pada abangnya. Hanya anggukan kecil dari Bima untuk merespon ucapan Lesya.
Wonogiri, 9 Januari 2022
Afternoon, 12.35 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
Lesya's Wish [SELESAI]
Teen Fiction"Aku ingin bahagia, apa itu salah? sampai kapan aku seperti ini?." Menceritakan kehidupan seorang Alesya Salsabila, yang tak pernah dianggap ada oleh keluarganya. Kesialan mengikutinya lagi, Ia dijodohkan dengan seorang ketua geng motor yang juga me...