Abraham bukan hanya kaku seperti yang ada di photo. Pada kenyataannya, lelaki itu amat sangat cuek, kaku, dan dingin. Tapi tak bisa dipungkiri, Abraham tampan, sangat tampan. Di pertemuan pertama mereka, Keira berhasil dibuat terpesona dan semakin penasaran.
Keira bertanya-tanya, apakah alasan lelaki itu menerima perjodohan mereka. Seperti yang orang tuanya katakan, perjodohan ini terjadi karena Abraham sudah lebih dahulu setuju.
"Keira... Ikut Mbak dulu yuk."
Menganggukkan kepalanya, Keira melangkah mengikuti kakak perempuan Abraham yang ia ingat bernama Syabila. Sekarang ini, Keira bersama kedua orang tuanya sedang berada di kediaman keluarga Abraham.
Keira diajak memasuki sebuah kamar yang dirinya yakini kamar Syabila. Ia duduk di tepi kasur mengikuti Syabila yang terlebih dahulu duduk di sana usai mengambil sesuatu yang sepertinya album photo.
"Mbak senang karena kamu setuju dijodohin sama Abra. Mbak naruh banyak harapan buat hubungan kalian," ujar Syabila terdengar sendu di telinga Keira.
Kening Keira mengernyit tak mengerti. "Maksud, Mbak?"
"Abra, dulu dia nggak seperti yang sekarang, Kei. Dulu dia adik Mbak yang nyenengin. Dulu dia sering ngejailin Mbak, menyebalkan memang, tapi Mbak malah rindu masa-masa itu," cerita Syabila disertai senyuman ketika menceritakan Abraham yang dulu. "Tapi kini dia udah beda. Dia berubah, sangat banyak."
Ucapan Syabila terdengar sendu, penuh luka. Keira hanya diam sambil membiarkan Syabila bercerita lebih banyak tentang Abraham.
"Coba kamu liat, Kei. Dia Abra, adik Mbak yang dulu," ujar Syabila lagi seraya membuka album photo yang sedari tadi di tangannya. Ia menyentuh photo Abra yang sengaja diambil beberapa tahun silam.
Keira tertegun melihatnya. Abraham yang dahulu tampak sangat berbeda dibandingkan dengan yang sekarang. Dulu, lelaki itu murah senyum. Terbukti dari semua photo yang ada di album itu. Binar kebahagiaan dan ketulusan terlihat jelas di matanya yang terang. Tidak seperti Abraham yang sekarang, yang mana sinar matanya telah redup, penuh kesedihan.
"Mbak kangen dia yang dulu, Kei," ujar Syabila lagi seraya menyentuh tangan Keira.
"Kalo Keira boleh tau. Sejak kapan Abraham kayak gini, Mbak?"
Keira bisa menebak kalau Abraham berubah setelah kepergian istrinya. Hanya saja, Keira ingin mengetahuinya secara langsung melalui kakak Abraham itu.
"Kamu tau kalo Abra duda? Dia memang udah pernah nikah sebelumnya. Dan ya, dia begini setelah kepergian istrinya."
Tepat sekali seperti dugaannya. Kehilangan orang yang dicintai memang besar efeknya. Keira menyaksikan sendiri kakaknya pernah hampir bunuh diri karena ditinggalkan sang suami.
"Almarhumah istrinya meninggal karena apa, Mbak?" tanya Keira lagi untuk menuntaskan rasa penasaran di hatinya. Karena sungguh, ia tertarik mengetahui kisah Abraham hingga membuat lelaki yang dahulu ramah menjadi cuek seperti yang sekarang.
"Kecelakaan. Mbak minta maaf karena belum bisa ngasih tau kamu soal cerita lengkapnya. Nanti kalo Abra udah siap, dia bakalan cerita dengan sendirinya ke kamu," sahut Syabila masih sambil tersenyum ramah. "Mungkin aja perjodohan ini bakal berat di awal, buat kamu. Tapi, Mbak mohon, jangan nuerah sama Abra ya. Dia hanya perlu nyembuhin lukanya dan belajar nerima kamu."
Keira menganggukkan kepalanya mantap. Ia memang tak ingin menyerah. Setelah melihat sosok Abraham yang dulu, entah mengapa ia seperti dibuat jatuh cinta dengan senyuman dan binar matanya yang hangat. Keira ingin menemani lelaki itu, dan kalau beruntung, ia akan melihat sosok Abraham yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Destiny
RomanceKeira tersenyum getir saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan seorang pemuda yang tak lain adalah anak dari rekan bisnis papanya. Ia paling tak suka diatur-atur, terlebih mengenai pasangan hidup. Namun anehnya, semua terasa berbeda kala Keira melih...