Part ini sebaiknya jangan dibaca di siang hari saat puasa ya 😇😇
***
Pukul enam lewat sepuluh menit, Keira mulai memasak makan malam usai dirinya mandi dan berpakaian. Sekitar satu jam kemudian, ia telah selesai memasak bertepatan dengan kehadiran Abra di dapur yang lalu terjadilah sesi ciuman antarpasangan suami istri itu. Sekarang ini baru pukul setengah sembilan, tapi orang tua Keira sudah pulang. Mereka sengaja pulang cepat selepas makan malam karena katanya tak ingin mengganggu.
Wajah Keira masih kerap memanas ketika ingat godaan yang dilontarkan oleh orang tuanya tadi. Entah kebetulan atau takdir, orang tuanya dan orang tua Abra bergantian mengunjungi mereka sejak semalam dan mereka malah sama-sama menebar godaan. Padahal saat itu mertuanya hanya melihat dirinya yang akan makan malam di luar bersama Abra. Beda halnya dengan orang tuanya yang malah melihat adegan langsung layak sensor. Sudah pasti malunya tidak tertolong.
"Eh?"
Keira yang baru memasuki kamar kembali dibuat terkesiap saat dengan tiba-tiba Abra mengurungnya di belakang pintu. Tanpa sempat berkata sepatah kata apa pun, Abra sudah membungkam bibirnya dengan bibir lelaki itu. Rupanya mereka akan melanjutkan apa yang sempat tertunda. Padahal Keira sempat berpikir kalau hal ini tidak berlanjut lagi untuk malam ini.
"Emn Mash...," lenguh Keira kala tangan Abra bergerilya menyentuh lekukan tubuh bagian depan dan belakangnya. Wajahnya terdongak ke atas ketika sang suami membuka kancing pakaiannya dengan tak sabaran. Kemudian, Abra pun mencium dan mengecup sekitaran dadanya yang terpampang usai melepaskan pakaian atasnya.
Rona merah di pipi Keira kian menjadi saat Abra sedang melepas kaitan branya. Hingga akhirnya penghalang itu berhasil suaminya lepas dengan begitu mudahnya. Kemudian, Abra sedikit menunduk dan meneggelamkan wajah di bagian depannya itu.
Keira dibuat menggeliat geli begitu pertama kali merasakan sesuatu melingkupi puncak dadanya. Matanya semakin terpejam seiring dengan tangannya yang meremas erat bahu sang suami. Keira lupa diri akibat sentuhan memabukkan yang suaminya lakukan.
Setelah puas bermain dengan kedua gunung kembar milik istrinya, Abra pun melepaskan bibirnya dari sana. Ia mengecup kening sang istri lembut. Kemudian setelah itu, ia mulai melepas kaus yang masih melekat di tubuh tegapnya. Lantas, ia menggendong Keira dan membawa istrinya itu ke atas tempat tidur.
Keduanya sudah berbaring di atas tempat tidur dengan Abra yang menindih istrinya. Tubuh bagian atas mereka sudah sama-sama telanjang dan saling bersentuhan. Bahkan, Abra dapat merasakan tonjolan payudara Keira yang menekan dadanya. Sementara di bagian bawah mereka masih tertutup celana.
Abra tidak banyak bicara selama pemanasan itu berlangsung, bahkan tak berbicara sama sekali. Hanya tangan dan bibirnya yang aktif bekerja memanjakan Keira. Sekarang ini, ia tengah berusaha melepas penutup terakhir di tubuh mereka.
Keira hanya dapat menahan napas menerima suaminya menarik lepas celana tidur beserta celana dalamnya sekaligus. Tatapan matanya bertemu dengan kepunyaan sang suami yang sudah hitam pekat. Bibir mereka pun kembali beradu seiring dengan Keira yang mulai bisa merasakan kepunyaan Abra menyentuh miliknya di bawah sana.
Rasa panas menjalari sekujur tubuh Keira. Ia tidak mampu menjabarkan apa yang terjadi kepadanya saat ini. Tubuhnya berkeringat cukup banyak karena gugup sekaligus malu.
"Kamu siap, Keira?" Abra bertanya sembari menatap mata sayu sang istri. Tangannya bergerak untuk merapikan rambut istrinya yang sudah agak berantakan. Demi Tuhan, Abra tidak pernah menduga kalau dirinya sudah siap melakukannya lagi. Di satu sisi, ia merasa bersyukur karena perlahan dapat terbebas dari belenggu rasa sakit di masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Destiny
RomanceKeira tersenyum getir saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan seorang pemuda yang tak lain adalah anak dari rekan bisnis papanya. Ia paling tak suka diatur-atur, terlebih mengenai pasangan hidup. Namun anehnya, semua terasa berbeda kala Keira melih...