"Hei!"
Keira meringis kecil ketika mendengar Abra memanggil dengan tak ada manis-manisnya. Masih memejamkan matanya, Keira menolak meladeni sang suami dan berpura-pura tetap tidur. Saat ini mereka sudah sampai di depan rumah, maka dari itulah Abra mencoba untuk membangunkannya. Beberapa waktu lalu, ia memang sempat tertidur di dalam perjalaan lantaran merasa kebosanan. Bagaimana tak bosan jika mereka tidak berkomunikasi sama sekali. Ditambah lagi, Keira kelelahan setelah bekerja seharian. Hingga tanpa sadar malah tertidur di mobil.
"Keira!"
Nada suara suaminya sudah mulai terdengar jengkel, tetapi Keira masih saja berpura-pura. Wanita itu tersenyum dalam hati ketika sang suami turun dari mobil dan membuka pintu di sebelahnya. Sebenarnya Keira tak berharap digendong Abra masuk ke rumah, tetapi boleh juga untuk dicoba.
"Nyusahin aja bisanya!" gerutu Abra sembari meraih Keira ke gendongannya. Dengan raut wajah yang tak bersahabat, Abra membawa Keira memasuki rumah. Lantas menuju kamar istrinya yang tampak rapi.
Abra sudah berniat menurunkan Keira di atas kasur empuk milik istrinya. Namun, ia melotot horor saat Keira malah melingkarkan tangan di lehernya seperti waktu mereka berdansa tadi. Mata istrinya masih terpejam, tapi bibir tipisnya bergumam tidak jelas. Seakan-akan sengaja menggodanya. Apalagi pakaian Keira malam ini cukup terbuka. Kakinya terekspos lantaran gaun selutut yang istrinya kenakan memiliki belahan di bagian paha.
"Mas...," gumam Keira masih sambil memeluk leher suaminya. Keira sengaja bergumam di dekat telinga sang suami yang lagi-lagi dapat membuat Abra mematung. Tetapi, Abra sigap melepas tangan Keira dari lehernya, lantas ia membaringkan istrinya di kasur queen size itu.
Keira cemberut lantaran Abra tak terpancing, padahal ia sudah menebalkan wajah dengan berani menggoda sang suami. Begitu melihat Abra ingin melangkah keluar dari kamarnya, segera Keira menahan tangan lelaki itu.
"Keira, stop it! Saya tau kamu berpura-pura! Ayo buruan bangun!" Abra menyentak tangan sang istri hingga Keira terduduk di kasurnya.
"Kamu tau, Mas?" tanya Keira dengan wajah yang sudah memerah.
"Kamu pikir?" tanya balik Abra, memutar bola matanya malas.
Baiklah, karena ketahuan, jadi sekalian saja! Kiera menarik tangan Abra hingga lelaki itu terjatuh di kasur menimpanya. Lantas Keira peluk suaminya itu. "Kalo emang kamu udah tau, terus kenapa masih mau gendong aku ke kamar?" tanya Keira berbisik di telinga Abra. Sumpah mati, jantungnya berdegup dengan sangat cepat karena perbuatannya ini. "Kita suami istri loh, Mas. Apa kamu nggak pengen nyentuh aku...?" tanyanya sengaja menggoda dengan menggerakkan tangan tepat di dada bidang sang suami.
"Jangan macam-macam, Keira!" Abra malah memperingati yang membuat Keira semakin tersenyum. Tangan wanita itu telah bergerak membuka kancing teratas kemeja suaminya. "Asal kamu tau, aku masih perawan loh, Mas," tambahnya lagi.
Entah setan apa yang merasuki Keira karena malam ini begitu berani pada Abra. Bahkan, ia dengan sendirinya malah membuka ritsleting gaunnya di hadapan sang suami.
"Keira! Berhenti!" tolak Abra sambil menahan tangan sang istri yang akan melepas gaun di tubuhnya. "Saya nggak tertarik ngelakuinnya sama kamu!" tambah Abra yang sukses saja membuat gerakan Keira terhenti.
Kesempatan itu Abra gunakan untuk bangkit dari kasur, lantas melangkah menjauhi Keira seraya memasang kembali kancing kemeja yang sempat Keira buka.
"Jangan berbuat kayak gini lagi sama saya. Kamu paham?" tanya Abra dengan tatapan tajamnya.
"Tapi kenapa, Mas? Kita suami istri, wajar 'kan kalo ngelakuin itu?" tanya Keira dengan sorot mata terluka. Ia sudah merendah sedemikian rupa, tetapi ternyata Abra menolak. Padahal Keira berharap Abra menyentuhnya dengan tujuan rumah tangga mereka perlahan bisa membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Destiny
RomanceKeira tersenyum getir saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan seorang pemuda yang tak lain adalah anak dari rekan bisnis papanya. Ia paling tak suka diatur-atur, terlebih mengenai pasangan hidup. Namun anehnya, semua terasa berbeda kala Keira melih...