"Mas Abra..."
Abra terkesiap kala Keira langsung memeluk dirinya. Ia pun membalas pelukan istrinya itu sembari mengusap lembut puncak kepalanya. "Kamu kenapa?" Abra bertanya sebab heran dengan kelakuan aneh Keira.
Sekarang mereka sedang berada di halaman rumah sakit tempat Keira kerja. Ia memang datang sedikit lebih cepat dari biasanya dan memilih menunggu istrinya di luar mobil. Tak disangka, Keira malah langsung memeluknya erat seolah-olah sudah menahan kerinduan setelah sekian lama.
Tapi tidak, Keira tidak terlihat terlalu rindu padanya hingga langsung memeluk. Abra bisa merasakan ada resah yang istrinya rasakan. "Kenapa?" tanya Abra sekali lagi. Keningnya pun mengernyit karena Keira menggelengkan kepalanya. Keira tak mungkin bersikap aneh jikalau memang tidak terjadi apa-apa. "Kamu lagi haid?" Lagi Abra mengucap tanya, siapa tahu saja Keira sedang menstruasi. Sehingga istrinya itu bersikap aneh lantaran hormon. "Terus apa?"
"Nggak kenapa-napa kok, Mas. Aku cuma lagi pengen meluk kamu aja. Maaf kalo aku udah bikin kamu bingung ya," sahut Keira setelah melepas tangannya dari pinggang suaminya. Ia sadar telah bersikap implusif pada Abra ketika mereka masih berada di tempat publik seperti ini.
"Beneran nggak apa-apa?" tanya Abra untuk memastikan.
Keira rasanya ingin menangis. Sebenarnya ia sangat ingin memberi tahu Abra mengenai apa yang telah terjadi padanya tadi, tetapi matanya malah menangkap kehadiran Mike yang menatapnya sambil tersenyum penuh kelicikan. Ya Tuhan, apa yang harus Keira lakukan sekarang?
"Keira..," panggil Abra manakala istrinya itu malah terdiam resah.
Keira tentu merasa sangat senang lantaran Abra perhatian padanya. Tapi mengapa kala rumah tangganya mulai harmonis, masalah itu datang dari orang yang dulunya pernah menyebabkan trauma Abra.
"Iya, Mas. Aku beneran nggak kenapa-napa kok. Kita pulang sekarang aja ya," ajak Keira yang Abra balas anggukkan kepala. Lelaki itu segera membukakan pintu untuk Keira, baru kemudian dirinya juga memasuki mobil.
Selama perjalanan berlangsung, Keira hanya terdiam sembari memikirkan solusi apa yang sekiranya bisa ia lakukan agar dapat bebas dari ancaman Mike tanpa harus melibatkan keselamatan Abra. Sementara Abra tampak mengernyitkan kening. Demi tuhan, Abra tak percaya jikalau Keira tengah baik-baik saja. Sebab, sejak tadi kentara sekali jika sedang ada yang istrinya risaukan.
"Keira... jujur sama Mas. Sebenarnya kamu kenapa?" tanya Abra lagi sambil menyentuh pergelangan tangan istrinya dengan tangan kirinya yang bebas dari kemudi. "Kamu lagi ada masalah? Ceritain aja sama Mas, siapa tau Mas bisa bantu nyelesainnya," tambah Abra.
"Aku nggak kenapa-napa, Mas," ujar Keira masih tetap berkilah.
"Kamu bohong, Keira. Kalo emang nggak ada apa-apa, tapi kenapa kamu nggak mau natap mata Mas?"
"Mas lagi nyetir. Fokus sama jalan dulu aja ya," tukas Keira mengalihkan pembicaraan yang membuat Abra menghela napas berat.
Sungguh, Abra ikut tidak tenang karenanya. Ia ingin Keira membagi gundah yang istrinya itu rasakan agar sedikit lebih tenang. Namun entah mengapa wanitanya itu bersikeras tak mengatakannya juga. Padahal sebelumnya, Keira begitu terbuka terhadap Abra. Bahkan, istrinya sempat bercerita manakala sedang berusaha didekati oleh dokter baru di rumah sakit itu. Apakah mungkin masalah ini masih ada hubungannya dengan dokter itu? Tetapi mengapa Keira tak mau bercerita padanya?
"Ya sudah, Mas nggak bakalan maksa kamu buat cerita sekarang. Kamu bisa cerita kalo udah siap," ujar Abra kemudian. Ia mengalah karena tak ada gunanya juga memaksa Keira bercerita saat istrinya merasa enggan. Abra sengaja tidak melepaskan genggamannya di tangan sang istri. Ia ingin memberi sedikit kehangatan agar istrinya bisa lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Destiny
RomanceKeira tersenyum getir saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan seorang pemuda yang tak lain adalah anak dari rekan bisnis papanya. Ia paling tak suka diatur-atur, terlebih mengenai pasangan hidup. Namun anehnya, semua terasa berbeda kala Keira melih...