Keesokan harinya Abra mengajak sang istri berjalan-jalan ke tempat wisata yang tidak begitu jauh dari hotel. Mereka mengenakan pakaian tebal dan dilapisi mantel agar tidak kedinginan. Tak lupa memakai sarung tangan dan juga sepatu bot karena berjalan di atas salju.
"Keira, berhenti di situ dulu," ujar Abra yang membuat sang istri berhenti berjalan. Keira tersenyum kala ternyata Abra menyuruhnya berhenti untuk membersihkan salju yang ada di atas kepalanya.
"Makasih, Mas," ujar Keira yang Abra balas anggukkan kepala. Ia menurut saja kala sang suami meraih tangannya lantas mengajaknya memasuki sebuah toko. Wajah Keira merona saat menyadari sang suami membelikan topi untuknya. Bahkan, Abra juga yang langsung memakaikan ke kepalanya.
"Suka nggak?"
"Aku suka kok. Sekali lagi makasih ya, Mas." Keira langsung menghambur memeluk sang suami yang membuat Abra tersenyum dan membalas pelukannya. "Cuma aku yang beli? Kamu enggak?" tanya Keira seraya menatap wajah sang suami.
"Kamu aja yang milihin buat Mas kalo gitu," sahut Abra yang Keira iyakan. Wanita itu melepas pelukannya dari sang suami sebab ingin melihat-lihat. Begitu sudah mendapat yang dirinya mau, ia mencoba memakaikan ke kepala Abra. Keira pun tersenyum puas karenanya.
"Kamu tambah ganteng aja sih, Mas. Makin cinta aku," ujar Keira yang membuat sang suami terkekeh.
"Jadi cuma karena Mas ganteng makanya kamu suka?"
Keira menggeleng sebagai jawaban. Bibirnya masih mengukir senyuman manis yang malah menularkannya pada Abra.
"Terus?"
"Selain ganteng, dompet Mas juga tebel dan Mas punya usaha yang ngejanjiin kehidupan aku nanti. Terus, orang tua Mas juga dari kalangan terpandang. Terus lagi—"
"Sejak kapan istrinya Mas jadi perhitungan kayak kamu gini sih? Jangan-jangan ketuker sama orang lain pas di bandara kemarin," gurau Abra seraya mencubit hidung Keira. Abra bisa tahu kalau semua yang istrinya ucapkan hanyalah kebohongan. Keira jelas bukan seseorang yang memandang rupa dan jabatan.
"Apa sih, Mas!" ujar Keira cemberut. Melihat hal itu, Abra sengaja memajukan wajah lalu memberikan kecupan di dahi istrinya.
"Kita bayar dulu ya. Habis itu kita jalan lagi sambil nanti cari makan siang," ajak Abra yang Keira balas anggukkan kepala. Namun, tanpa sengaja Keira melihat syal yang cukup menarik perhatiannya. Desain syal itu cukup simple tapi tetap elegan. Pasti cocok untuk Abra, pikirnya.
"Kamu mau beli itu juga?" tanya Abra yang peka terhadap pandangan Keira.
"Boleh?"
"Apa yang enggak buat kamu," sahutnya lagi sembari menyentuh pangkal hidung Keira.
"Gombal!"
Abra terkekeh saja saat Keira mengatainya seperti itu. Tanpa dirinya sadari, sekarang ia sudah sering tersenyum karena istrinya. Pun, sudah mulai bisa menggombali Keira. Sedikit demi sedikit, kehadiran Keira sudah membuat dunianya yang dulu kelam kembali berwarna.
"Ayo," ajak Abra seraya menggamit pinggang sang istri. Ia melempar senyum manis untuk istrinya yang menatapnya dengan pandangan terkesiap. Barang kali lantaran saat mereka berangkat tadi Keiralah yang terlebih dahulu merangkul tangannya. Sedangkan sekarang dirinya yang melakukan itu di pinggang sang istri.
"Ayo," balas Keira masih sambil tersenyum.
***
Sambil mengunyah makan siangnya, tatapan Keira kerap kali tertuju pada suaminya yang duduk tepat di hadapannya. Sesekali senyum simpul mengembang di bibir tipisnya begitu pandangan mata mereka bertemu. Sekarang ini, mereka tengah makan siang di restoran yang cukup terkenal di Tokyo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Destiny
RomanceKeira tersenyum getir saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan seorang pemuda yang tak lain adalah anak dari rekan bisnis papanya. Ia paling tak suka diatur-atur, terlebih mengenai pasangan hidup. Namun anehnya, semua terasa berbeda kala Keira melih...