Part 5

7.1K 846 38
                                    

Keira baru selesai mandi beberapa saat yang lalu bertepatan dengan bel rumah dibunyikan. Bergegas, ia melangkahkan kaki menuju pintu untuk menyambut kepulangan Abra. Seketika, Abra terlihat tertegun manakala menatapnya, hingga kemudian suami cueknya itu langsung melangkah menuju kamar. Selalu saja seperti itu yang Abra lakukan. Tidak pernah sekalipun berusaha membuka komunikasi dengannya.

Melihat tabiat sang suami yang seperti itulah, Keira menghela napas berat sambil mengelus dadanya. Berusaha menyabarkan diri sendiri. Tetapi pada dasarnya, kesabaran seseorang ada batasnya. Keira tidak bisa menjamin jika kesabarannya masih seluas samudera untuk menghadapi Abra. Bisa saja nanti ia merasa lelah. Tak ada yang tahu itu.

Merasa tak ada gunanya meratapi suaminya yang keterlaluan cuek, Keira pun melangkah kembali ke kamarnya. Wanita itu mengambil sisir lantas merapikan rambutnya.

Keira bertanya-tanya dalam hatinya, apakah dirinya tidak cantik? Sebab Abra seperti tak suka padanya. Ia tahu Abra masih mencintai mendiang istrinya, tapi lelaki itu benar-benar tidak berusaha membuka hati dan menerima pernikahan mereka yang sudah terjadi.

PRANGG

Terkesiap, Keira langsung meletakkan sisir tadi ke tempat semula. Ia segera melangkah menuju dapur di mana tempat suara berasal. Ternyata Abra sedang ada di sana. Suaminya tanpa sengaja telah menjatuhkan sendok.

"Kamu lagi apa, Mas? Mau aku bantu?" tanya Keira lembut sembari mendekati Abra. Dilihat dari adanya gelas di depan sang suami, Keira yakin Abra ingin membuat minum. Mengingat hal itu, Keira dibuat menelan ludah pahit. Baru menyadari kalau ia tak pernah membuatkan suaminya minuman.

"Nggak usah, saya bisa sendiri," sahut suami Keira dengan nada datar khasnya. Lelaki itu menakar gula dan mengisi gelasnya dengan air hangat. Tetapi, ketika ingin meraih gelas, Abra malah menyenggolnya hingga membuat sedikit isinya tumpah mengotori meja dapur. Melihat hal itu, Keira berinisiatif membantu suaminya. Namun, ia kembali dikejutkan saat tanpa sengaja bersentuhan dengan punggung tangan sang suami.

Memberanikan diri, Keira membawa tangan ke dahi Abra yang tentu saja segera ditepis oleh lelaki itu. Lagi-lagi Keira dibuat terkesiap. Sungguh, badan Abra terasa sangat-sangat panas.

"Mas... Kamu sakit?"

Sudah tahu suaminya diserang demam, tidak seharusnya Keira mengulas tanya lagi. Hanya saja ia ingin tahu dari bibir suaminya sendiri.

"Saya baik-baik aja," sahut Abra seperti yang biasanya. Lelaki itu mengabaikan Keira yang terlihat cemas, mengkhawatirkannya.

"Kamu lagi demam, Mas. Itu tandanya nggak baik-baik aja. Kamu sakit, aku obatin ya," ujar Keira lembut berharap Abra menurut. Kali ini, Entah telah mendapat keberanian dari mana, dengan tanpa merasa sungkan Keira berani merangkul tangan Abra dan membawa lelaki itu kembali ke kamarnya.

Pertama kali memasuki kamar suaminya itu, Keira dibuat terdiam. Kamar lelaki itu terlihat berantakan. Sangat berantakan. Sebelum ini Keira tidak pernah membantu membersihkan karena memang dilarang masuk oleh Abra.

Beberapa pakaian berserakan di sofa. Buku dan berkas tampak berhamburan memenuhi meja kerja Abra. Dan, terdapat kaleng soda juga bungkus makanan cepat saji yang tidak dibuang pada tempatnya.

Begini ternyata kehidupan suaminya di dalam kamar. Sangat-sangat tidak sehat. Wajar bila saja Abra sakit. Apalagi lelaki itu tidak makan dengan teratur belakangan ini. Sekalinya mau makan, malah mengonsumsi makanan fast food. Keira dibuat geleng-geleng kepala yang kemudian kembali tersadar jika Abra sedang sakit.

"Kamu rebahan dulu aja ya, Mas. Aku ambilin obat dan minuman buat kamu dulu," ujar Keira seraya membantu memakaikan selimut untuk Abra. Tanpa banyak bicara, ia mengambil apa yang dirinya sebutkan kemudian kembali ke kamar Abra sesegera mungkin. Tak kelupaan, Keira juga membawa makanan yang sudah dirinya masak untuk Abra.

Unpredictable DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang