Part 16

6.7K 638 16
                                    

Hai guys, apa kabar? Lama banget ya cerita ini dianggurin wkwkwk. Tenang aja, bakal tetap dilanjut kok abang Abranya . Meski nggak tau kapan selesainya wkwkwkkw..

Ini part baru yaaa... Yang lupa alur bisa baca ulang. Aku aja lupa dan baca dulu sebelum lanjut nulis 🤣🤣 maafkan ya wkwkwk

Selamat menunaikan ibadah puasa buat yang menjalankan 😇😇

Tandain typo yah. Soalnya meski diedit masih ada aja...

***

Hari sudah mulai sore saat Keira selesai bekerja. Wanita cantik itu melangkahkan kaki meninggalkan ruangannya sembari memegang ponsel. Ia berniat menghubungi taksi online untuk mengantarnya pulang. Pagi tadi Keira memang berangkat bersama Abra, tetapi sang suami tidak berkata akan menjemputnya pulang. Sehingga Keira berinisiatif mencari taksi.

Begitu sampai di depan rumah sakit, Keira dibuat terpaku saat menemukan suaminya sudah berada di sana. Abra berdiri bersandar di samping mobilnya dengan mengenakan pakaian yang sama seperti pagi tadi. Yang itu artinya suaminya langsung ke rumah sakit dari kantor.

Kaki Keira melangkah mendekati lelaki itu dengan senyum menghiasi bibirnya. "Mas, kamu ngejemput aku? Kirain kita cuma berangkat aja yang bareng," ujarnya masih tersenyum. Ia tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Padahal yang dilakukan Abra hanya berupa hal kecil.

"Sekalian pulang. Ayo."

Mengangguk. Keira melangkah menuju pintu samping kemudi dan masuk ke dalam mobil. Begitu juga halnya dengan Abra yang segera duduk di depan kemudi. Mereka pun mulai meninggalkan halaman rumah sakit itu.

"Ada yang salah sama wajah saya ya?" Abra bertanya dengan kening berkerut kala sadar Keira masih terus memandang wajahnya tak berkedip. Gara-gara pertanyaannya itu, sang istri langsung menggeleng salah tingkah.

"Nggak kok. Aku ngerasa seneng aja karena bisa pulang bareng Mas. Makasih ya, Mas."

"Sama-sama."

Wajah Keira merona manakala melihat Abra tersenyum kecil padanya. Betapa bagusnya sikap hangat Abra yang sekarang ini. Namun, anehnya malah terasa tidak begitu bagus untuk kesehatan jantungnya. Dadanya kerap bergemuruh hebat yang membuatnya salah tingkah di depan sang suami.

Teringat pembicaraan mereka pagi tadi, pipi Keira bertambah merah saja saat menyadari kalau mereka akan tidur sekamar mulai hari ini. Ia tidak berani berpikir macam-macam kalau Abra akan berbuat lebih sebagaimana mestinya. Ia paham dengan kondisi suaminya dan tak akan menuntut apa pun. Hanya saja, berduaan di dalam kamar dengan Abra, akan seperti apa jadinya? Sekarang ini saja, mereka tak berbicara apa pun lagi.

Meski Abra sudah sedikit mencair. Tapi Abra masihlah pendiam yang tak banyak bicara. Ia sendiri pun tidak tahu harus membahas topik apa dengan suaminya itu.

"Em-/Kita-"

Mereka berdua sama-sama terdiam setelah sempat mengeluarkan kata pada waktu yang sama. Abra pun terkekeh kecil yang diikuti istrinya.

"Kamu mau bicara apa tadi?" tanya Abra sambil sesekali menatap Keira lalu kembali fokus ke jalan.

"Kamu duluan aja, Mas. Mau bilang apa?" tanya balik Keira. Bibirnya mengulum senyum karena Abra yang kedapatan ingin membuka topik dengannya.

"Itu, kita makan malam di luar aja gimana?"

"Emangnya kenapa, Mas? Masakan aku nggak enak ya?" tanya Keira pura-pura. Padahal sebenarnya, ia merasa senang karena Abra mengajaknya makan di luar atas inisiatif lelaki itu sendiri. Mereka memang pernah makan di luar, tapi biasanya Keira yang mengajak lebih dulu.

Unpredictable DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang