PART 1

357 64 13
                                    


Kepadatan jalanan kota Jakarta memang tidak ada habisnya. Apalagi saat pagi hari, dimana semua orang memulai kegiatan mereka.

Walau bagaimanapun usaha pemerintah untuk mengurangi kemacetan pada jam-jam sibuk, tetap saja hal itu tak bisa selalu di hindari.

Jika berkendara cukup pagi, sebelum kepadatan jalan raya membeludak, mungkin tak akan merasakan lamanya menunggu kendaraan bergerak akibat kemacetan lalu lintas.

Dan hari ini merupakan hari baik bagi sebuah mobil yang baru saja berhenti di depan pintu masuk sebuah universitas swasta terkemuka di Jakarta, karena benar-benar berhasil menghindari padatnya jalanan.

Setelah mobil sedan itu berhenti, seorang gadis bersurai hitam pun terlihat keluar dari sana dengan totebag yang bertengger di pundaknya.

"Appa akan langsung pergi ke rumah sakit?" Tanya gadis cantik itu pada seorang pria paruh baya dibalik kemudi dengan menggunakan bahasa Korea. (Ayah)

"Eoh. Appa hari ini ada rapat penting dengan tim, nak. Mungkin juga nanti appa tak bisa menjemputmu."

"Tak masalah. Aku akan pulang bersama Luqi dan Elina nanti. Appa tak perlu khawatir, ehm!" Ucap gadis itu memerhatikan sang ayah dari jendela.

"Baiklah. Masuklah! Kau bisa telat nanti menghadiri kelas."

"Kalau begitu, aku masuk dulu. Appa hati-hati saat berkendara. Aku cinta appa." Gadis itu langsung melenggang pergi setelah mengatakan kalimat yang begitu membuat ayahnya terlihat bahagia.

"Appa juga mencintaimu, Irene-aa."
.

Tak jauh dari pintu masuk kampus, seorang pria yang mengenakan kemeja biru dengan bawahan celana kain terlihat tengah kebingungan memperhatikan gedung-gedung universitas.

Sepertinya ia baru pertama kali menginjakkan kaki di Mandala University.

Lelaki itu bahkan hanya memarkirkan mobilnya di perkirakan utama tanpa tahu tempat tujuannya ternyata cukup jauh jika hanya berjalan kaki.

"Dimana gedung rektoratnya?" Gumam lelaki tampan itu sambil merogoh sakunya berniat mengeluarkan ponsel dari sana. Tapi sebuah tasbih kecil ternyata juga turut keluar dan kini tergeletak di tanah tanpa diketahui sang pemilik.

Irene yang kebetulan berada tepat di belakang lelaki itu dan melihat sesuatu terjatuh dari sakunya pun sontak langsung berlari pelan mengambil tasbih milik sang pria.

Merasa sang pemilik tasbih tak menyadari jika barangnya terjatuh, Irene akhirnya memutuskan untuk menyusul lelaki yang entah mengapa hampir tak terlihat di depan sana.

"Permisi, pak." Interupsi Irene berhasil membuat lelaki berkemeja biru muda itu berhenti, dan berbalik menghadapnya.

"Ya?"

Netra keduanya bertemu beberapa detik, sebelum sang pria memutuskan kontak mata mereka.

Irene juga entah mengapa merasa canggung dengan kontak mata yang bahkan tidak terjadi lebih dari 5 detik tersebut.

"Maaf mengganggu, tapi anda sepertinya menjatuhkan sesuatu tadi." Irene menunjukkan tasbih ditangannya, hingga membuat lelaki didepannya juga turut menatap benda ditangan gadis Korea itu.

"Astaghfirullahalazim. Bagaimana saya bisa menjatuhkannya?" Gumam lelaki itu, namun masih bisa didengar oleh Irene.

"Terimakasih." Lanjutnya, lalu mengambil alih tasbih dari tangan Irene.

"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi." Irene membungkuk sekilas pada lelaki yang bahkan ia tak tahu namanya itu.

Sepertinya budaya sopan gadis itu saat di Korea dulu masih terbawa sampai sekarang ia tinggal di Indonesia.

Unbreakable love (Vrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang