Elina menatap jalanan taksi yang ia dan Irene tumpangi dengan pandangan bingung "Bukannya ini arah ke kampus, ya? Kita kan mau ketemu pak Taendra, Bae.""Ya iya. Kita sekarang mau ketemu pada Taendra."
"Kok ke kampus? Bukannya kamu sama pak Taendra janjiannya di kafe yang sering kita pergi itu, kan?"
Irene menggeleng pelan "Nggak jadi, El. Soalnya pak Taendra ada kelas mendadak hari ini. Jadi kita nanti temuin beliau di kelas."
Elina menatap Irene dengan wajah memelas, hingga membuat gadis yang ditatapnya menyerngit heran.
"Kenapa?"
Elina menggeleng lemas "Gak papa." Lirihnya pelan.
*****
"Pelajaran hari ini saya rasa cukup sampai disini. Dan mengenai tugas yang saya berikan tadi, minggu depan harus sudah kalian serahkan." Ujar Taendra pada para mahasiswa didepannya.
"Baik, Pak."
Taendra mengangguk pelan mendengar jawaban serempak mahasiswanya "Baiklah. Kelas saya akhiri, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Para mahasiswa yang menghadiri kelas pagi itupun akhirnya berangsur-angsur meninggalkan kelas. Ada juga beberapa yang masih tinggal, seperti menunggu sang dosen yang masih merapikan beberapa bukunya itu meninggalkan kelas.
Menyadari masih ada mahasiswa di kelas, Taendra pun berucap "Kalian tidak pulang?"
"Bapak sendiri gak pulang?" Ujar salah satu mahasiswi disana.
"Saya masih ada sedikit urusan di kelas ini. Jadi kalian boleh pergi lebih dulu." Ujar Taendra mengusir secara halus beberapa mahasiswi yang sepertinya tengah menunggunya itu.
Bertepatan dengan keluarnya para mahasiswi itu, Irene dan Elina baru memasuki ruang kelas yang kini hanya terdapat Taendra.
"Assalamualaikum, Pak Taendra."
Ucapan salam yang Elina ucapkan sontak membuat Taendra langsung berbalik "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Kalian sudah datang?"
Irene dan Elina mengangguk secara bersamaan.
Irene juga membungkuk sekilas pada sang dosen pembimbing, tanpa terlalu lama menatap lelaki itu. Irene sepertinya berusaha menyesuaikan sikapnya terhadap sang dosen yang notabenenya memang begitu menjaga jarak dengan wanita, baik itu dari segi tatapan maupun kontak fisik.
"Kalian bisa duduk dulu!" Pintah Taendra karena kedua mahasiswinya masih berdiri di depan pintu.
"Beruntung banget sih dapet dospem kayak pangeran Yunani gitu." Bisik Elina pada Irene yang tengah menyiapkan peralatannya.
"Kamu ini bisa aja."
"Cih! Bilang aja kamu suka, kan?" Ujar Elina menggoda Irene yang padahal tengah bersikap biasa saja.
"Kalau ngomong jangan keras-keras, El. Pak Taendra nanti dengar apa yang kamu bilang." Irene menyenggol lengan sang sahabat agar menjaga ucapannya.
Elina sepertinya sekarang sudah ketularan sifat cerewet Luqi.
Untung saja gadis Tiongkok itu tidak ada. Jika ada, Irene mungkin tak akan bisa menghentikan ucapan kedua sahabatnya nanti pada sang dosen pembimbing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbreakable love (Vrene)
Teen FictionJatuh cinta? Yah, itu adalah perasaan luar biasa yang setiap manusia dapat merasakannya. Namun bagaimana jika rasa itu disebabkan oleh seseorang yang bahkan tidak dapat kita gapai? Apalagi jika penyebab paling utamanya itu adalah keyakinan yang berb...