Dengan langkah ringan, Taendra melangkah keluar dari gerbang masjid Istiqlal, tempat tadi ia memberikan kajian.Tepat setelah selesai ceramah dan berbincang ringan dengan para jama'ah, Taendra memutuskan untuk berjalan-jalan sendiri, hingga lelaki itu kini berakhir di depan gerbang masuk masjid.
Albian yang tadi bersamanya bahkan lelaki itu tinggal di belakang.
Taendra mengambil nafas panjang dan membuangnya perlahan-lahan.
Lelaki itu sudah lama tak memiliki waktu senggang seperti saat ini. Ia selalu disibukkan dengan mengajar di dua tempat, yaitu kampus dan pondok, lalu belum lagi jika ada agenda lainnya.
Taendra yang tengah melihat-lihat sekelilingnya yang cukup ramai dikarenakan hari ini adalah weekend, tak menyadari tatapan Albian yang tengah menatapnya dengan pandangan sinis.
"Kalo tau ditinggal gini, aku tadi gak akan ikut." Sungut Albian yang akhirnya menyadarkan Taendra akan kehadiran laki-laki itu.
Dengan kekehan kecil, Taendra berbalik menghadap sang adik "Siapa yang ninggalin kamu sih, Albian? Abang cuman jalan-jalan aja kok. Kamu aja yang lama di kamar mandinya."
Albian mendengus pelan mendengar alasan abangnya itu.
"Kita kapan pulang?"
"Bagaimana bisa pulang jika mobilnya tidak ada?"
Lagi, Albian mendengus kesal.
Laki-laki itu sedikit menyesal mengikuti kegiatan sang kakak hari ini.
Ia seperti seorang manager sekaligus supir Taendra.
Walaupun tak henti-hentinya mendengus, Albian tetap berjalan kembali memasuki area masjid untuk mengambil mobil di tempat parkir.
"Abang tunggu disini." Ujar Taendra pada Albian yang tengah berjalan itu.
Setelah kepergian Albian, Taendra kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
Anggap saja jalan-jalan ini sebagai healing untuk lelaki itu.
Taendra berhenti tepat di hadapan zebra cross dengan lampu lalu lintas yang tengah berwarna hijau, hingga membuat pejalan kaki yang mau melintas harus menunggu lampu berubah warna menjadi merah.
Seorang gadis kecil yang tengah menenteng tas punggungnya itu sesekali mencuri pandang ke arah Taendra, seakan ada yang ingin ia katakan.
Melihat lampu lalu lintas sudah berwarna kuning dan tentu saja sebentar lagi akan berwarna merah, gadis kecil itupun memberanikan diri untuk menarik ujung baju Koko yang tengah Taendra kenakan, hingga membuat lelaki tersebut memandangnya.
"Om, bisa tolong antar aku ke seberang? Aku takut." Cicit gadis kecil itu, hingga membuat Taendra tersenyum manis dan mengangguk mengiyakan.
"Tentu. Ayo!" Taendra menggandeng tangan mungil gadis berponi itu dan mengajaknya berjalan bersama.
Sedangkan di seberang jalan, Irene yang sepertinya juga tengah berjalan-jalan setelah tadi selesai beribadah, tanpa sengaja melihat interaksi Taendra dengan seorang anak kecil disampingnya.
Irene menghentikan langkahnya dan hanya menatap sosok Taendra yang tengah menggandeng tangan mungil gadis disampingnya, lalu berjalan beriringan menyeberangi jalan.
Melihat bagaimana senyuman dan sorot mata Taendra saat berbincang-bincang dengan gadis kecil itu membuat Irene tanpa sadar turut mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyuman.
Karena saking tenggelamnya dengan apa yang ia perhatikan, Irene sampai tak menyadari bahwa objek yang tengah dilihatnya sudah berada tepat di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbreakable love (Vrene)
Teen FictionJatuh cinta? Yah, itu adalah perasaan luar biasa yang setiap manusia dapat merasakannya. Namun bagaimana jika rasa itu disebabkan oleh seseorang yang bahkan tidak dapat kita gapai? Apalagi jika penyebab paling utamanya itu adalah keyakinan yang berb...