PART 12

151 37 2
                                    


"Assalamualaikum. Udah siap-siap toh."

Remaja lelaki yang tengah mengatur pakainya di dalam tas itu langsung berbalik menyadari ada orang di belakangnya.

"Wassalamu'alaikum. U-ustadz juga disini?"

Remaja laki-laki yang mungkin bernama Patra itu menatap Taendra dengan pandangan tak enak.

"Iya. Gus Taendra tadi ngasih tumpangan buat jemput kamu." Jawab Bagas.

"Makasih, Ustadz. Udah mau nyempetin waktu jemput saya."

"Nggak papa. Kamu gimana? Udah mendingan?"

Patra mengangguk pelan "Alhamdulillah, Ustadz."

"Ya sudah. Kita balik ke pesantren?"

Bagas dan Patra serentak mengangguk setuju.
.

Sedangkan di kamar sebelahnya, nyonya Bae yang tadinya pergi istirahat kini sudah kembali dengan sang suami.

Karena Adelio tadi harus pergi karena ada urusan, kini Irene ditemani orangtua dan juga kedua sahabatnya.

Tuan Bae yang tengah duduk di kursi samping ranjang pasien, terus saja menggenggam erat tangan Irene. Seperti yang tadi sang istri lakukan pada anak satu-satunya yang mereka miliki.

Sedangkan nyonya Bae, Luqi, dan Elina duduk di sofa yang ada di ruangan sambil menikmati kue yang tadi Adelio bawa.

Saat menggenggam tangan sang putri, netra tuan Bae tak sengaja menangkap gelang pemberiannya pada Irene yang sudah tak sempurna itu.

"Maaf. Aku merusak gelangnya." Ujar Irene saat menyadari arah pandang ayahnya.

"Tak apa. Appa bisa membeli yang baru untukmu."

"Tapi itu mahal."

"Memangnya kau pikir appa mu ini tak punya uang? Appa punya banyak uang, Irene-aa. Kau sebut saja apa yang kau inginkan. Appa akan membelinya untuk mu."

Irene terkekeh mendengar penuturan sang ayah.

Selalu. Pria tua didepannya ini selalu memanjakannya.

Tok.... Ttokk...

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian semua orang.

Awalnya semuanya biasa saja, namun saat tahu siapa yang berada di balik pintu, tuan Bae langsung bangkit dari duduknya.

"Mau apa anda kesini? Ingin menyakiti Irene lagi?"

Penuturan penuh amarah dari tuan Bae membuat pria sangar yang waktu itu menyandera Irene dan membuat gadis tersebut kini berakhir seperti sekarang, hanya bisa menunduk malu.

Bahkan istri pria itu turut merasa tak enak.

"Appa, jangan seperti ini!" Ujar Irene, sambil menarik ujung jubah putih sang ayah.

"Apanya yang jangan seperti ini? Dia yang membuat kamu begini, nak." Geram tuan Bae.

"Tapi aku udah mendingan." Balas Irene, membuat tuan Bae mendesah pelan.

"Kamu lupa, kamu hampir...." Tuan Bae tak dapat melanjutkan ucapannya karena tenggorokan terasa tercekat.

"Kamu tau gimana appa sama eomma mu waktu itu? Kita berdua rasanya ingin bunuh diri saat lihat kamu, Irene." Tambah tuan Bae dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Nyonya Bae yang mendengar ucapan sang suami yang memang benar itu hanya bisa membekap mulutnya, berusaha menahan tangis.

Luqi menyenggol lengan Elina, memberi isyarat agar mereka berdua keluar dulu. Namun Elina seakan enggan untuk beranjak dari sana.

Unbreakable love (Vrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang