PART 18

258 42 20
                                    


"Gimana persiapanmu besok? Lancarkan?" Tanya Luqi yang tengah berbaring di atas ranjang Elina, sambil menatap Irene yang berdiri di balkon.

Irene mengangguk "Aku cuma nervous aja." Lirihnya, lalu meminum jus yang ada di dalam gelas.

"Pasti lancar kok. Kita berdua bentar lagi nyusul sidang, kan?" Elina mengangkat kedua alisnya menatap Luqi.

"Iya dong. Gue juga mau sidang periode ini."

Tok... Ttokk...

Atensi ketiga gadis itu langsung tertuju pada pintu kamar Elina. Saat ibu gadis itu terlihat di ambang pintu, ketiganya kembali tersenyum.

"Ayo diserbu cemilannya."

"Tante Kinan emang yang terbaik deh." Ujar Luqi mendekati wanita itu.

"Iya dong. Ayo dimakan!"

Yuqi dan Elina mendekat ke meja, kecuali Irene yang hanya terdiam di tempatnya.

"Irene!"

"Iya?" Irene menatap ibu Elina.

"Taendra dosen pembimbing kamu ya?"

Irene menatap kedua sahabatnya dulu, lalu kembali pada ibu Elina dan mengangguk mengiyakan.

"Udah dengar kalo dia mau nikah?!"

Prank!

Gelas kaca di tangan Irene terlepas begitu saja dari genggaman gadis itu, hingga membuat kedua sahabatnya dan juga ibu Elina terkesiap.

"Kamu gak papa?"

"Eoh? Ah! Gak papa. Maaf ya." Irene terlihat linglung tak tahu harus bagaimana.

"Nanti aku beresin, El. Aku ke kamar mandi dulu."

"Iya gak papa." Lirih Elina melihat Irene yang melenggang pergi ke kamar mandi.

"Irene kenapa?" Tanya sang ibu, namun Elina maupun Luqi hanya bisa menggeleng karena mereka memang tak bisa memberikan jawaban apa-apa.
.

Irene menatap pantulan dirinya yang tengah berkaca-kaca di cermin wastafel. Gadis itu terpaku beberapa saat pada dirinya sendiri.

"Kamu ini kenapa? Apa yang kau tangisi?" Ujar Irene dalam bahasa Korea pada dirinya sendiri, sambil menyeka air mata yang jatuh menyentuh pipinya.

Gadis itu menggigit bibirnya cukup keras saat merasakan dadanya sangat sesak, hingga air asin itu tak dapat ia bendung sama sekali.

Tak seharusnya Irene begini. Namun sekeras apapun ia bicara pada dirinya sendiri, gadis itu tak akan bisa mengontrol perasaannya.

*****

Umi Amirah, kyai Fatur, dan kedua putranya bergegas turun dari mobil dan masuk ke rumah.

Terutama umi Amirah. Wanita itu dengan wajah penuh ketakutan berjalan cepat memasuki rumah dan naik ke lantai 2 untuk menuju kamar putra sulungnya.

Tok.... Ttok....

"Taendra, ini umi. Buka pintunya ya! Kita bicarakan ini baik-baik, nak." Ujar umi Amirah, lalu menatap sang suami karena pemilik kamar tak kunjung membukakan pintu.

"Taendra, ini abi. Buka pintunya!"

Seakan ucapan kyai Fatur adalah pintah, pintu kamar itu langsung dibuka oleh sang pemilik.

Taendra terlihat dari balik pintu kamarnya dan menatap kedua orangtuanya itu dengan tatapan kecewa.

Melihat bagaimana cara Taendra menatap keduanya, baik kyai Fatur maupun umi Amirah hanya bisa terdiam.

Unbreakable love (Vrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang