PART 8

178 45 4
                                    


Di ruangannya, dokter Bae, yang merupakan ayah Irene itu tengah menatap bingkai foto sang putri tunggal yang terletak di meja kerja pria yang sudah menginjak usia 68 tahun itu.

Tuan Bae menunjukkan senyuman seorang ayah yang bahagia melihat foto putrinya.

"Kapan kau sebesar ini, Irene-aa?" Monolog tuan Bae pada dirinya sendiri. Pria paruh baya itu seakan tak menyangka putri kecilnya yang dulu masih berada di pangkuannya, kini sudah menjelma menjadi seorang gadis dewasa yang begitu menawan.

Tok... Ttokk...

Suara pintu ruangannya menyadarkan tuan Bae dari lamunannya. Beberapa detik ia terdiam, lalu berucap "Masuk!"

Seorang lelaki berjubah putih masuk ke dalam ruangan dan membungkuk sekilas pada dokter berdarah Korea didepannya kini.

"Ruang operasi sudah siap, Prof." Ujarnya membuat tuan Bae mengangguk mengerti.

"Sebentar lagi saya kesana, Azzam."

Lelaki bernama nama Azzam itupun mengangguk mengerti, dan berniat untuk keluar. Namun sebelum melangkahkan kakinya, bingkai foto yang berada di depan dokter spesialis jantung di departemen kardiologi itu menyita perhatian.

"Putrinya cantik, Prof."

Tuan Bae yang mendengarnya pun berbalik dan menatap dokter magang bernama Azzam tersebut "Kamu orang kesekian yang bilang kayak gitu."

"Pastilah, Prof. Di foto aja secantik itu, apalagi liat langsung." Gurau Azzam yang memang benar adanya.

Tuan Bae terkekeh pelan "Kamu ini. Sana pergi! Saya mau ganti baju dulu."

Azzam mengangguk cepat "Baik, Prof."

*****

Suasana antara Irene dan Adelio kini entah sejak kapan terasa begitu canggung.

Meski tengah duduk bersebelahan, keduanya dari tadi tak ada yang bersuara.

Terutama Irene.

Gadis cantik itu kini tak menunjukkan ekspresi yang berarti, hingga membuat Adelio semakin merutuki dirinya dalam diam.

"Maaf, tadi aku buat kamu kaget." Ujar Adelio begitu pelan, namun masih di tangkap dengan jelas oleh Irene.

Merasa Irene tak kunjung merespon perkataannya, Adelio pun kembali berucap "Aku beli minum untuk kamu sebentar. Kamu pasti masih..."

Belum sempat berdiri dari duduknya, Adelio harus menghentikan niatnya karena tangan Irene yang menarik ujung kemejanya, seakan meminta lelaki itu agar tetap ditempatnya.

"Aku nggak butuh minum." Ujar Irene datar, lalu menarik tangannya yang tadi menarik kemeja Adelio.

Sedangkan sang empu juga mau tak mau harus kembali duduk, dan membatalkan niatnya untuk membelikan Irene minum.

Adelio hanya takut Irene masih terkejut dengan tindakannya tadi. Lelaki itu tahu dengan jelas bagaimana lemahnya jantung Irene.

Sudah mengenal gadis itu 4 tahun lamanya, membuat Adelio juga hampir hafal bagaimana sosok Irene.

Bahkan tanpa Adelio sendiri sadari, ia masuk jurusan kedokteran hanya karena gadis disampingnya ini.

Pertemuan pertama keduanya kala itu, dimana Irene yang jatuh pingsan tepat di samping Adelio karena menyaksikan kecelakaan maut di depan matanya.

Wajah pucat Irene yang tengah memegang dada sebelah kirinya sebelum jatuh pingsan, masih tergambar jelas di ingatan Adelio.

Flashback on

Unbreakable love (Vrene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang