Naruto mondar-mandi di depan halaman kosan.
Sekarang sudah pukul lima sore, tapi Obito belum juga pulang.
Segala pikiran-pikiran buruk bersliweran di kepala Naruto.
Naruto takut Obito di culik, pasalnya kemarin-kemarin Obito sempat bercerita soal pertemuannya dengan lelaki asing, yang Obito sebut Paman Baik.
Dua jam yang lalu, Naruto sudah mencoba pergi ke sekolah Obito, namun gerbang sekolah-nya sudah ditutup.
Andai saja memiliki ponsel, Naruto pasti sudah menghubungi wali kelas, atau orangtua teman-teman Obito. Untuk menanyakan perihal keberadaan putra semata wayangnya tersebut.
Sayangnya hanya perandaian, untuk makan sehari-hari saja Naruto sudah kesulitan, apalagi jika harus membeli ponsel.
Pak Hiruzen, dan Konohamaru pun sedang tak ada di tempat kosan, sebab mereka sedang ada acara keluarga.
Tak ada seorang pun yang bisa Naruto mintai pertolongan.
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Naruto.
Batin Naruto rasanya kalut sekali.
Dan di tengah kekalutannya, Naruto mendengar deru suara mobil.
Naruto buru-buru mengusap kasar air matanya, saat pintu mobil depan terbuka.
"Ibu!"
Naruto pikir dirinya sedang berhalusinasi, saat telinganya mendengar suara Obito.
"Ibu!"
Kedua mata Naruto terbelalak lebar, ketika Obito turun dari dalam mobil, dan berlari ke arahnya.
"Obito!" Tangis Naruto seketika pecah. Naruto langsung menarik tangan Obito, dan membawanya ke dalam pelukan.
"Maafin Obito, Ibu jangan nangis.." Ucap Obito sambil mengusap-usap punggung bergetar Naruto.
Bagaimana bisa Naruto tak menangis, jika putra semata wayangnya yang baru berusia enam tahun, sedari pulang sekolah hingga sore hari tak ada kabar?
"Obito, Ibu takut.." Pelukan Naruto di tubuh mungil Obito makin mengerat. Air mata masih terus mengalir, membasahi pipi Naruto.
"Maaf, saya yang salah. Saya kurangajar bawa Obito tanpa izin."
Mendengar suara barton asing, sontak Naruto langsung melepas pelukan pada Obito, dan kembali mengusap air mata yang membasahi pipi-nya.
Mata Naruto yang masih berlinang air mata pun agak blur menatap pria tinggi yang berdiri menjulang di hadapannya.
Surai hitam, dan bola mata hitam milik si pria mengingatkan Naruto pada seseorang.
"U-uchiha Sasuke?"
"Jadi nama Ayah, Uchiha Sasuke?!" Girang Obito sambil menggenggam tangan kanan Itachi.
"Ayah?"
Obito mengangguk. "Hu'um, Ibu! Paman Baik yang pernah Obito ceritain, sekarang jadi Ayah Obito."
"Naruto!"
Itachi yang semula mematung, langsung menangkap tubuh Naruto yang nyaris limbung.
• • •
Itachi duduk lesehan sembari memangku Obito, di dalam kamar sepetak yang dihuni Naruto, dan Obito.
Sudah lima belas menit Naruto jatuh pingsan.
Itachi pun sempat kelimpungan, menenangkan Obito yang menangis karena melihat Ibunya jatuh pingsan.
Rasa bersalah berkali-kali lipat menghampiri Itachi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
FanfictionAksara rinai hujan menitik luka, jatuh semerbak aroma petrichor menggores sendu, dan pilu. ❝Aku harap kau tak pernah lupa pada aroma petrichor dan rinai hujan yang mempertemukan kita. Meski telah menggores sembilu, aku berjanji, kan kuhapus sendu da...