[Petrichor; VII]

1.2K 197 22
                                    

Naruto Point Of View
.
.
.
.
.
.
.
.

Seperti biasanya, sore hari ini, aku duduk di ayunan taman panti, setelah selesai mandi, dan berganti pakaian.

Mata-ku memandang gerombolan anak-anak panti lain, yang sedang asik bermain kejar-kejaran, maupun lompat tali.

Sejujurnya, aku ingin bermain bersama mereka. Tapi, aku takut mereka usir. Lutut-ku seringkali berdarah, saat aku mencoba mendekat, atau ikut bermain bersama mereka.

Seringkali mereka mengataiku 'anak aneh', sebab, Ibu panti bilang, aku adalah anak lelaki yang bisa mengandung.

Aku tahu, lelaki itu tak seharusnya mengandung. Memang benar, itu aneh.

Tapi bukankah Paman Deidara yang telah mengadopsi Shikamaru (satu-satunya temanku di panti) juga bisa mengandung?

Ah, teringat Shikamaru aku jadi rindu..

Apa yang sedang Shikamaru lakukan di rumah Paman Deidara?

Apakah Shikamaru sudah bersekolah TK seperti anak-anak lain yang memiliki orangtua?

Atau Shikamaru kini sudah menjadi Kakak? Seperti yang Paman Sasori pernah katakan.

Jika adik Shikamaru sudah lahir, pasti adik Shikamaru sangat menggemaskan.

"Huft!" Aku pun menghela nafas, kapan aku juga memiliki orangtua, dan keluarga?

Aku tak ingin hidup kesepian seperti ini.

Aku berisul sembari mengayun-ayunkan kaki, untuk mengusir rasa kesepianku.

'Tap! Tap! Tap!'

'Krek!'

Terdengar suara langkah kaki yang menginjak daun-daunan kering, serta ranting berjalan mendekat.

Dahi-ku mengeryit, saat melihat sepasang sepatu berwarna hitam. Lalu segera saja aku mendongakan kepala.

"Kakak siapa?" Tanyaku sembari menatap Kakak berpostur tinggi, berwajah dingin, berkulit putih, dengan surai hitam, dan sorot mata tajam.

"Uchiha Sasuke."

"Uchiha?"

Bukankah Uchiha adalah nama pemilik panti asuhan tempat ku tinggal?

"Hn." Jawabnya singkat.

Ternyata bukan hanya wajah-nya yang dingin. Tapi Kakak ini memang dingin.

"Kakak yang punya panti ini ya?" Tanyaku mencoba mengajak berbicara lagi.

"Bukan, idiot!"

Sontak saja aku cemberut.

Apa-apaan Kakak ini mengataiku idiot?

Ternyata selain dingin, Kakak ini adalah orang yang kasar.

"Teme!" Maki ku tanpa sadar.

"Teme?" Ulangnya dengan wajah kaget.

Sontak saja aku menutup mulut dengan kedua telapak tangan ku.

Baru kali ini aku keceplosan, menirukan makian yang biasa aku dengar dari Hidan si anak nakal yang biasa memukuli-ku.

"Ma-maaf, Kak Sasuke!"

Aku pikir Kak Sasuke akan marah, setelah aku mengatainya 'brengsek'.

Namun, saat itu Kak Sasuke justru tersenyum miring.

"Dobe!" Ucapnya yang membuat emosi-ku tersulut.

"Dasar Teme!" Balas ku dengan wajah bersungut, dan kedua alis menukik.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang