BAB 2

6.4K 417 0
                                    

"Pagi yah." Alvrey menuruni tangga dengan langkah santai. Legara sang ayah hanya berdeham untuk menjawab salamnya. Alvrey memaklumi hal itu. Segera pemuda itu mendudukan dirinya disamping sang ayah.

"Pagi yah." sapaan seseorang dari arah tangga mengalihkan pandangan Alvrey dari sarapannya. Regan, sang kakak ada disana, sedang menuruni tangga dengan tas dibahunya. Sejenak Alvrey terdiam, memikirkan kenapa sang kakak ada disini.

"Kak Regan, kapan pulang kak?" pertanyaan itu spontan keluar dari mulut Alvrey, sang kakak hanya menoleh. Tak berniat menjawab pertanyaan sang adik. Pemuda yang berstatus sebagai kakak Alvrey itu hanya diam sembari mendudukkan dirinya disamping Alvrey.

"Lo mah kak, gue tanya. Jawab kek," ucap Alvrey kesal.

"Alvrey, makan sarapanmu. Jangan berbicara saat makan," teguran dari sang ayah mengurungkan niatnya untuk bertanya kembali pada sang kakak. Alvrey mengangguk, mengiyakan perintah sang ayah lalu memakan sarapannya dengan tenang.

Tak lama, deritan kursi dari samping kursinya membuat Alvrey kembali mengalihkan pandang. Sang kakak sudah berdiri, dengan sedikit tergesa-gesa Regan berpamitan pada Legara. Mengatakan bahwa ia ada urusan.

"Ayah, kakak kapan pulang? Kok Alvrey gak tau. Kakak selesai ngekos ya yah?" sebenarnya masih banyak hal yang ingin Alvrey tanyakan. Namun ia urungkan, melihat bagaimana tatapan sang ayah kepadanya.

"Ayah yang suruh Regan berhenti ngekos, kegiatan kampus dia banyak jadi kasian kalau disana gak ada yang urus." Alvrey hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban sang ayah.

"Alvrey, jangan berani untuk bolos," ucap Legara. Alvrey lagi-lagi hanya mengangguk. Lagian ia tak segila itu, membolos saat sang ayah diirumah? Itu sama saja ia sudah bosan hidup.

"Alvrey pamit yah."

"Ya, hati-hati,"

************

Hari ini kelas Alvrey ada ulangan, dan sialnya lagi Alvrey lupa hal itu. Pemuda itu tengah panik sekarang, bahkan kedua sahabatnya panik menenangkannya. Mereka tau apa yang menjadi kekhawatiran Alvrey.

"Al, udahlah. Lo gak belajar juga nilai lo pasti jadi yang paling tinggi. Gak usah terlalu dipikirin. Kasian otak lo, tubuh lo juga," Lian berusaha memberi pengertian pada Alvrey. Pemuda itu bahkan tak habis pikir dengan sahabatnya ini. Alvrey melewatkan jam istirahat untuk belajar. 

"Iya, gue tau tubuh gue. Lagian gue gak mau bikin ayah kecewa sama gue," ucap Alvrey sambil tetap fokus pada semua buku dihadapannya.

Lian menghela napas pasrah, pemuda dihadapannya ini memang keras kepala. Bahkan Dande yang biasanya akan membujuk Alvrey tampak pasrah.

Bel berbunyi tak lama setelahnya, membuat Alvrey semakin panik dibuatnya. Ia belum membaca semua materi pada bab 3 ini. 

"Bangke jamnya cepet banget si, gue belum selesai lagi." 

Lian dan Dande yang mendengar perkataan Alvrey hanya bisa saling pandang. Menghela napas sekali lagi, lalu menuju bangku mereka masing-masing.

"Selamat siang anak-anak, siapkan diri kalian," pria paruh baya masuk membuat Alvrey segera memasukkan semua bukunya kedalam tas. Jika kalian bertanya kenapa Alvrey tak membuat contekan saja tadi, maka jawabannya adalah tak bisa. Guru kimianya adalah guru yang amat teliti dan membenci kecurangan. Alvrey juga tak mau membohongi dirinya sendiri.

Waktu yang diberikan untuk mengerjakan soal hanya 45 menit, dan Alvrey tak yakin ia bisa mengerjakan semua soal itu dengan waktu secepat itu. Dan benar saja, waktu berlalu dengan cepat. Belum Alvrey mengerjakan soal terakhir, Pak Jian, guru kimianya sudah menyuruh Kejora sang ketua kelas untuk mengambil semua kerjaan murid. 

Dengan pasrah Alvrey menyerahkan kertas ulangan itu kepadanya. Ia hanya berharap, semoga hasilnya tak terlalu buruk. Alvrey tak ingin sang ayah kecewa.

***********

"Al, lo jadi ikut kita kan?" Dande hanya memastikan, ia tau apa yang akan menjadi jawaban Alvrey. Mereka kini sudah berada diparkiran, bel pulang telah berbunyi lima menit lalu.

"Sorry gue gak bisa, ayah dirumah. Lo tau kan?" Lian dan Dande hanya mengangguk. Mereka tau, bahkan sangat tau bagaimana Legara, ayah Alvrey sangat peduli terhadap nilai.

"Santai aja kali Al, kayak ama siapa aja," ucap Lian sembari menaiki kuda besinya. Alvrey tersenyum, jujur ia ingin ikut. Membeli semua hal yang menjadi hobinya, alat lukis. Namun apalah dayanya, sang ayah membenci Alvrey melukis. Ayah bilang hal itu tak berguna. Sang ayah menginginkan Alvrey mengikuti jejaknya, seperti Regan sang kakak juga. 

Tak ingin memikirkan hal itu, Alvrey berpamitan lalu melajukan kuda besinya menuju rumahnya. Rumah yang menyimpan banyak kenangan tentang masa indah yang dulu pernah Alvrey miliki. Rumah yang sama, yang sekarang terasa seperti sudah lama tak ditempati, sepi.

Walaupun sang ayah dan kakak sudah ada dirumah, Alvrey tak merasakan perubahan suasana yang terjadi dirumahnya. Dan mungkin tak akan pernah, kepergian sang bunda telah merubah semuanya.

Kuda besi Alvrey akhirnya membawa pemuda itu memasuki pekarangan rumah lantai dua miliknya. Sepeda motor sang kakak juga sudah terparkir dibagasi. 

"Alvrey pulang." Seperti biasa Alvrey mengucapkan salam, walau ia tak yakin sang kakak akan menjawabnya. Alvrey memasuki rumahnya dengan sedikit oleng. Entah kenapa kepalanya sedikit pusing.

"Kenapa lo," tanya Regan, pemuda itu tak sengaja melihat Alvrey yang hampir oleng ketika ingin mengambil minum tadi. Alvrey mengangkat kepalanya, lalu memamerkan deretan giginya pada sang kakak.

"Hehe, pusing kak. Bisa bantu gue kekamar gak?" Alvrey bertanya dengan ragu, ia takut membuang waktu sang kakak. Regan menatap Alvrey dengan ekspresi yang sulit Alvrey jelaskan. Bingung, marah dan sedih, semua ekspresi itu tempampang jelas pada mata sang kakak.

"Bodoh, lo gak perlu nanya." ucapan dingin sang kakak membuat Alvrey tersenyum senang. Beginilah Regan, ia akan menolak jika itu bukan hal yang benar-benar penting. Ia akan bersikap acuh pada keadaan sekitar.

"Makasi kak," jawab Alvrey terhadap perkataan sang kakak barusan. Tanpa banyak kata lagi, Regan mengambil tangan sang adik, mengalungkannya pada bahunya. Dengan perlahan memapah sang adik kekamarnya yang terletak dilantai dua.

"Kalau sakit tidur, gak usah belajar. Nanti ayah gue urus," Regan berucap lalu saat mereka sampai dikamar Alvrey. Jujur ia juga tak tau ada apa dengan dirinya, kenapa dia tiba-tiba peduli dengan keadaan? Memang tak salah, karena Alvrey adalah adiknya. Namun tetap saja, kenapa rasanya aneh?

"Gue gak janji kak,"

"Serah."

******************

Haiiiii, ketemu lagi.

Partnya gaje ya? maaf ya

Jangan lupa ninggalin jejak

-30 Desember 2021

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang