BAB 9

3.7K 278 1
                                    

Hari telah berlalu dengan cepat, Legara dan Arael sudah resmi menjadi suami istri dua hari lalu. Namun Alvrey dan Regan belum bisa memanggilnya Arael sebagai bunda mereka. Ditambah tatapan sinis yang selalu Mars tunjukkan saat berpapasan dengan Alvrey.

Alvrey merasa ada yang salah dengan pemuda yang kini berstatus sebagai kakak tirinya itu, kenapa Mars hanya menatap sinis padanya tapi tidak dengan Regan? Ah sudahlah, mengapa juga ia repot dengan pemuda itu.

"Sebentar." Alvrey yang lengkap dengan pakain sekolahnya, menghentikan langkahnya untuk menuruni tangga tatkala mendengar suara Mars. Pemuda itu juga dapat melihat Regan sang kakak  menghentikan langkahnya. 

"Kenapa." Alvrey bisa mendengar suara kakaknya dari tempat ia berdiri. Suara itu lembut, tak seperti saat berucap padanya, dimana suara sang kakak selalu menggunakan nada datar.

"Boleh gue panggil lo kakak?" kembali Alvrey bisa mendengar suara Mars. Pemuda itu mulai merasakan kejanggalan dihatinya. Kenapa ia merasa tak suka saat Mars menyanyakan hal itu pada Regan. 

"Tentu, gue kakak lo sekarang," sesak itulah yang Alvrey rasakan saat mendengar jawaban sang kakak untuk pertanyaan Mars. Tidak, Alvrey kemudian menggeleng pelan. Ia tak boleh egois, Mars juga berhak memanggil Regan kakak.

"Al, kenapa belum turun?" suara dibelakang Alvrey membuat pemuda itu tersentak. Alvrey menoleh, mendapati Arael yang tengah berdiri dibelakangnya.  Alvrey tersenyum canggung.

"Alvrey berangkat sekarang," ucapnya lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Sedangkan Arael tersenyum pedih melihat langkah Alvrey yang pergi menjauhinya. Pemuda itu belum juga memanggilnya dengan sebutan ibu.

***************

"Gimana anggota baru keluarga lo?" pertanyaan itu Alvrey dapatkan ketika baru saja ia mendudukkan dirinya di bangku kelasnya. Alvrey menoleh pada oknum yang menanyakan hal tersebut kepadanya. 

Dande, orang yang menjadi teman sebangku Alvrey itu menatapnya dengan penuh tanda tanya. Alvrey menghela napas, karena bukan hanya Dande yang menatapnya namun Lian juga.

"Ya gak kenapa-kenapa," ucapnya santai yang mendapat jitakan dari Dande. Alvrey meringis sembari mengusap bekas jitakan Dande. "Gue serius Al, lo gak dijahatin ibu tiri lo kan? Saudara tiri lo baik kan?" Dande mengulang pertanyaannya dengan lebih jelas.

Alvrey kembali menghela napas. Pikiran Dande terlalu berlebihan, apakah pemuda itu berpikir bahwa ini adalah negeri Cinderella, dengan dia sebagai tokoh utama yang diperlakukan tak adil oleh ibu dan saudara tirinya? Sungguh pemikiran yang tak masuk akal.

"Lo kira hidup gue cerita dongeng. Tante Arael baik, kak Mars juga."

Lian menatap Alvrey dengan tatapan yang menyiratkan bahwa pemuda itu tak puas dengan apa yang Alvrey katakan. "Yakin lo gak diapa-apain sama saudara tiri lo itu? Bukannya lo bilang dia juga gak setuju ya kalau ibunya nikah sama ayah lo?"

"Gue serius, kenapa lo gak percaya sih? Apa yang lo harapkan kak Mars lakukan ke gue? Dia aja belum tau banyak hal tentang gue," ucap Alvrey kesal.  "Daripada lo tanya-tanya ke gue, mending kita kelapanngan. Upacara sebentar lagi mulai."

****************

"Al, mending lo ke UKS deh, pucet amat tu muka," Lian berucap dengan sedikit berbisik pada Alvrey yang berada disampingnya. Namun pemuda itu hanya menjawab dengan gelengan. Upacara tinggal sebentar lagi, jadi ia merasa tak perlu pergi ke UKS. Ya, walaupun sedari tadi kepalanya terasa sangat sakit.

"Jangan batu Al, muka lo pucet banget. Gue gak mau kalau lo sampai pingsan," ucap Lian lagi. 

Kembali Alvrey menjawab dengan menggeleng. "Upacara tinggal 10 menit lagi, tanggung banget. Lagian gue gak selemah itu," ucap Alvrey dengan pelan. Lian hanya bisa menghela napas pasrah menghadapi sifat batu sahabatnya ini.

10 menit akhinya berlalu, dan sesuai kata Alvrey tadi upacara pun telah dibubarkan. Semua murid kini telah membubarkan diri untuk kembali kelas masing-masing dan juga ada sebagian murid yang kekantin.

Alvrey masih diam dilapangan. Tangannya ia tumpukan pada lututnya, ia rasa pandangannya seakan berputar. Alvrey merutuki tubuhnya, mengapa bisa tubuhnya selemah ini. Alvrey mengerjap guna memfokuskan pandangannya yang memburam dan dalam beberapa detik, tubuh jakung itu hampir saja menghantam tanah jika saja sebuah tangan tak menahannya.

************

Alvrey membuka matanya secara perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah ruangan putih tempat ia berada. Alvrey mencoba mengingat kembali kenapa ia bisa berada disini. Pemuda itu menghela napas, ia kembali merepotkan orang-orang.

Atensi Alvrey teralihkan tatkala pintu UKS terbuka menampakkan kedua sahabatnya. Kedua pemuda itu tampak terkejut tatkala melihatnya. Alvrey kembali berpikir, berapa lama ia telah berada dalam ruangan ini?

"Akhirnya sadar juga lo Al, lama banget pingsannya," ucap Dande sembari berjalan kearah sahabatnya. Alvrey hanya tersenyum, pemuda itu bergerak untuk turun dari ranjang. Ingin kembali kekelas untuk melanjutkan pelajaran, ia tak mau ketingggalan banyak pelajaran hanya karena tubuh manjanya.

"Mau kemana lo? Lo baru sadar setelah satu jam Al. Jadi jangan berpikir untuk langsung pergi ke kelas, setidaknya lo harus makan dulu. Tunggu disini gue bakalan  beliin bubur," ucap Lian menahan pergerakan Alvrey.

"Gak usah Yan, gue gapapa. Gue harus balik kekelas, gak enak kalau bolos terus, nanti gue banyak ketinggalan pelajaran," ucapnya sembari tetap berusaha turun dari ranjang.

"Jangan batu Al, lagian gue tadi udah ngijinin lo sama guru yang ngajar," ucap Lian dengan sedikit kesal. Sepertinya ia akan gila menghadapi sifat keras kepala Alvrey.

"Gue beneran gapapa Al, gue janji. Gue harus balik kekelas, gue mohon."

Lian akhirnya mengangguk samar, ia tak akan bisa melarang jika Alvrey sudah memohon seperti ini kepadanya. Dande yang sedari memerhatikan terkekeh pelan, melihat Lian yang akhirnya akan selalu menuruti keinginan Alvrey.

*************

Alvrey kini telah sampai didepan pagar rumahnya. Setelah memarkirkan kuda besinya, pemuda itu melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah. Suara halus dari ibu tirinya menyapanya.

"Alvrey sudah pulang nak? Ayo makan dulu, bunda udah siapin makan siang buat kamu," ucap Arael melihat putra yang kini berstatus sebagai putra bungsunya. Alvrey hanya menoleh dengan senyum tipis dibibirnya.

"Gak usah tan, Alvrey mau kekamar aja." ucapnya lalu berjalan menjauh, meninggalkan Arael yang kembali menelan kekecewaan karena anak dari suaminya belum juga memanggilnya dengan sebutan 'bunda' Aarel cukup sadar diri jika ia hanya ibu tiri untuk kedua pemuda itu, namun bagaimanapun Arael telah berjanji pada dirinya sendiri dan sang suami untuk memperlakukan ketiga anaknya secara adil.

Sedangkan Mars pemuda yang baru saja datang itu melihat semuanya, melihat bagaimana sang bunda kembali menelan kekecewaan. Rasa marah menyelinap masuk kedalam hatinya untuk Alvrey. Tangan pemuda itu terkepal, langkahnya ia bawa mendekati sang bunda kemudian memeluk bundanya. Membawa ketenangan pada sang bunda, membisikkan kata bahwa semua akan baik-baik saja.

****************


haiiiiiiii 

gak kerasa udah mau ganti bulan

gimana part kali ini? aku pengen tau pendapat kalian

jadi jangan lupa tinggalin jejak

-31 Januari

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang