BAB 15

3.9K 264 4
                                    

Legara, Arael, Regan dan juga Mars menghunuskan tatapan tajam pada Alvrey yang kini dengan santai menuruni tangga dengan tas yang dia gendong hanya dengan satu bahu. Tak menghiraukan tatapan tajam dari keempat pemuda dimeja makan, Alvrey masih dengan santai menuruni tangga seraya sesekali bersenandung kecil.

"Mau kemana kamu Al?" Pertanyaan datar itu Alvrey dapatkan saat pemuda itu baru saja mendudukkan dirinya dimeja makan. Alvrey menatap sang ayah, orang yang tadi menanyainya.

"Ya mau sekolah lah yah, ayah gak lihat Alvrey pakai pakaian sekolah" jawab Alvrey sedikit sewot. Apa ayahnya tak melihat bahwa ia sudah rapi dengan pakaian sekolahnya? Tanpa menghairaukan Legara yang menghela napas atas jawabannya Alvrey segera melanjutkan kegiatannya untuk sarapan.

"Kamu gak inget kata dokter kemarin? Kamu harus banyak istirahat Al. Ayah gak mau kalau kamu sampai drop lagi," ucap Legara masih setia menatap Alvrey yang malah sibuk mengunyah sarapannya.

"Al, kamu dengerin kata ayah kamu ya? Lagian ada bunda dirumah yang bisa jaga kamu." Kali ini Arael juga ikut berbicara, mencoba membuat Alvrey tetap diam dirumah untuk beristirahat. Sedangkan kedua pemuda yang berstatus sebagai kakak Alvrey hanya mengangguk setuju dengan apa yang Legara dan Arael katakan.

"Alvrey gapapa ayah. Alvrey gak bakal langgar pantangan ayah yang lain, tapi untuk yang ini Alvrey gak bisa. Alvrey udah lama banget gak sekolah, nanti kalau Alvrey ketinggalan pelajaran ayah mau tanggung jawab." ucap Alvrey lagi.

"Iya ayah bakal tanggung jawab. Jadi sekarang kamu gak perlu ke sekolah." Jawaban dari Legara membuat Alvrey mendelik, enak saja.

"Gak Alvrey gak mau. Kalaupun ayah gak ngijinin Alvrey bakalan tetap berangkat, setidaknya sebelum Alvrey pergi Alvrey bisa ngukir prestasi yang buat semua orang inget sama Alvrey yah. Alvrey mau buat bunda bangga saat nanti Alvrey ketemu dia."

"CUKUP AL! Lo bisa gak sih jangan ngomong seolah-olah lo bakal pergi beneran. Lo tau kan gue sama ayah bakal ngelakuin apapun untuk kesembuhan lo. Jadi berhenti bicara omong kosong. Jangan pernah bicara tentang lo yang bakal pergi ninggalin gue dek," ucap Regan dengan lirih diakhir kalimatnya.

Alvrey terdiam, pemuda itu menunduk. Dalam hatinya ia bertanya, bisakah? Alvrey tak bodoh untuk menyadari apa yang ia derita. Penyakit yang sama yang telah merenggut sang bunda dari sisinya, penyakit yang telah membuat sang ayah dan sang kakak sempat mengabaikannya karena kepergian sang bunda dan penyakit yang telah membuat yang ayah dan sang kakak kembali peduli akan dirinya.

"Gimana pun itu. Sekeras apapun kalian ngelarang Alvrey bakal tetap berangkat. Dengan sikap kalian yang kayak gini malah ngebuat Alvrey seperti orang sekarat beneran," ucap Alvrey lalu pergi meninggalkan meja makan kerah pintu utama rumahnya.

"Jangan berpikiran untuk pergi sendiri Al!" suara tegas dari belakangnya membuat langkah Alvrey berhenti. Dilihatnya Mars yang melangkah mendekat kearahnya, pemuda yang sedari tadi hanya diam kini bersuara. 

"Masuk kamar sekarang Alvrey!" sekarang Legara juga ikut mendekat kearahnya. Legara sedikit merinding melihat kedua pemuda dengan tatapan tajam itu melangkah kearahnya. 

"Alvrey mau sekolah yah."

"Tidak untuk hari ini. Jika kau membantah ayah tak punya pilihan lain selain benar-benar membuatmu homescoling," ucap Legara tegas. Bola mata Alvrey membulat mendengar perkataan sang ayah.

Dengan langkah lesu, pemuda itu akhirnya berjalan masuk kembali kedalam rumahnya. Daripada dirinya benar-benar dibuat homescooling, lebih baik pemuda itu menurut. Sedangkan Legara tersenyum penuh kemenangan saat melihat Alvrey menuruti perintahnya.

**********

Alvrey termenung dikamarnya. Pemuda itu merasa bosan, kedua kakaknya sedang bersekolah hanya ada Arael dibawah yang sedang menyiapkan makan siang untuk mereka. 

"Al, turun dulu nak. Makan siangnya sudah siap," suara dari luar pintu kemarnya membuat Alvrey beranjak dari kasurnya. Pemuda itu melangkah keluar, membuka pintu dan memperlihatkan sosok Arael yang tengah tersenyum hangat kearahnya.

Entah kenapa hati Alvrey menghangat melihat senyum Arael padanya. Pemuda itu benar-benar melihat sosok sang bunda pada diri Arael, mereka benar-benar mirip dari segi sifat. 

"Al. Ayo nak," ucap Arael sekali lagi saat melihat Alvrey tak kunjung beranjak dari tempatnya. Alvrey tersadar dan segera mengikuti Arael menuruni tangga.

"Bunda ambilin ya."

Dengan cekatap Arael mengambilkan segala macam lauk yang ada dimeja makan dan menempatkannya pada piring Alvrey. Melihat itu Alvrey tersenyum tipis, apakah dia benar-benar harus menerima Arael?

"Bunda, makasih."

Arael menghentikan kegiatannya menuangkan kegiatannya menuangkan air dalam gelas Alvrey. Apa ia tak salah dengar? Barusan Alvrey memanggilnya bunda kan? Katakan pada Arael bahwa ini bukan mimpi.

"Bunda," ucapan Alvrey menyadarkannya bahwa ini bukanlah mimpi. Pelahan sudut bibir Arael mulai naik membentuk senyuman indah diwajah cantiknya yang kini sudah mulai menunjukkan keriputan kecil.

"Iya, kenapa nak?" Tanya nya pelan. Yang ditanya hanya menggeleng pelan lalu menunjuk kearah piring Arael yang bahkan belum terisi makanan sedikitpun.

"Mending bunda duduk aja. Alvrey bisa sendiri" ucap Alvrey kemudian. Arael hanya mengangguk. Ia merasa sangat senang hari ini, satu lagi anaknya memanggilnya 'bunda'.

**********

"Bunda maaf, tapi Alvrey sepertinya benar-benar butuh sosok seorang ibu. Jangan marah bunda, ah enggak. Bunda harus marah, karena nyatanya Alvrey dengan mudah menerima orang baru sebagai pengganti bunda." Alvrey bergumam sendiri sembari menatap figura foto sang bunda.

"Tapi bunda harus percaya, dalam hati Alvrey gak akan ada yang bisa gantiin sosok bunda. Menurut Alvrey bunda adalah cinta pertama dan terakhir untuk Alvrey." Ucap pemuda itu lagi lalu membawa figura foto sang bunda kedalam pelukannya.

"Al, gue masuk ya." Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya. Langkah kaki itu adalah milik Regan sang kakak. 

"Al. Lo kenapa nangis?" Regan terdengar panik sedangkan Alvrey menatap heran kearah sang kakak. Tangannya bergerak mengusap sesuatau yang mengalir dipipinya. Ah, benar kata Regan. Kenapa ia menangis? Dan kenapa ia tak bisa menyadari bahwa cairan yang terasa asin itu mengalir kepipinya?

"Kak, gue jahat. Gue pembohong kak. Gue pernah bilang kalau bunda gak akan pernah ada yang gantiin, itu bener. Tapi sekarang gue udah nerima bunda Arael kak. Gue jahat kak, Gue gak tau kenapa, tapi sifat bunda Arael mirip sama bunda. Marahin gue kak, tampar gue bila perlu. Gue udah jahat," tangis Alvrey pecah diakhir kalimatnya.

Regan tertegun, pemuda itu membawa sang adik kedalam pelukannya. Regan mengerti apa yang Alvrey rasakan. Ia mengerti, karena sejujurnya ia merasakan hal yang sama, perlakuan Arael terhadapnya benar-benar membuat hatinya menghangat.

"Lo gak jahat dek. Karena gue juga ngerasa hal yang sama dan satu hal yang harus lo tau. Ayah menikah karena permintaan bunda, bukan karena keinginannya. Jadi lo gak perlu nyalahin diri lo dek."

Masih dengan Alvrey didekapannya, Regan ikut menangis. Ia juga merasakan hal sama saat ia merasa mulai menerima kehadiran Arael. Namun sekarang ia sadar, bahwa ia tak bisa selamanya seperti ini, karena bagaimana pun juga ini adalah keinginan sang bunda.

**************

haiiiii

aku up lagi nih

dan kali ini makin gaje

jangan lupa tinggalin jejak

- 20 Februari

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang