BAB 4

4.4K 324 1
                                    

Hari ini Alvrey akan kembali bersekolah setelah kemarin absen. Pemuda itu kini tengah bercermin sembari mengagumi dirinya. 

"Gue ganteng juga."

Ketukan pelan di pintu kamarnya mengalihkan fokus Alvrey dari cermin. Seorang pria paruh baya masuk kekamarnya dengan pakaian yang sudah rapi. Alvrey mengerutkan keningnya melihat Legara masuk kekamarnya. Sudah lama sekali Legara tak pernah masuk kekamarnya jika bukan karena urusan penting.

"Ada apa yah? Tumben ayah kekamar Alvrey?" tanya Alvrey. Legara menggeleng, matanya tetap fokus menatap sang anak yang kini tengah menyisir rambutnya dengan tangan. Namun ada yang berbeda dari tatapan Legara pada Alvrey, tatapan Legara lembut dan seperti seseorang yang memohon. Hal itu membuat Alvrey risih dan menghentikan kegiatannya.

"Ayah jangan liat Alvrey kayak gitu. Alvrey risih tau yah," ucap Alvrey pelan. 

"Nggak papa, nanti malam kamu jangan kemana-mana ya? Ayah bakalan ada tamu yang mau ayah kenalin," ucap Legara semakin membuat Alvrey heran. Karena biasanya ia juga akan dirumah bukan? 

"Alvrey pasti dirumah yah. Ayah sendiri yang ngelarang Alvrey kelayapan," Alvrey berkata dengan sedikit kesal. Sang ayah menanggapi dengan tersenyum kecil.

"Intinya nanti malem kamu harus pakai pakaian rapi. Yaudah ayah mau berangkat dulu."

Legara keluar dari kamar Alvrey, meninggalkan tanda tanya bagi pemuda itu. Suasana hatinya tiba-tiba saja berubah buruk. Ia merasa gelisah. Alvrey mengenyahkan pikiran buruk itu, ia hanya berharap hal yang ia pikirkn tak benar-benar terwujud.

"Daripada gue mikirin hal itu, mendingan gue berangkat aja deh," Alvrey bergumam dengan dirinya sendiri. Lalu keluar dari kamarnya menuju bagasi dan melajukan kuda besi miliknya menuju sekolahnya.

***********

"Jadi ayah lo mau nikah lagi?" seorang gadis cantik bertanya dengan sedikit berteriak. Fakta yang baru saja ia ketahui membuat dirinya benar-benar kaget. Pemuda disampingnya hanya mengangguk samar, ia juga kaget dengan berita tiba-tiba ini.

"Adik lo tau?" Pertanyaan kembali terlontar dari mulut gadis itu, namun dengan nada yang lebih pelan dan lembut. Karena sebelumnya semua orang menoleh kearahnya.

"Gue gak tau dan gue juga gak peduli tentang dia." ucap pemuda itu dingin. Raxena, gadis itu menatap tak percaya pada pemuda yang berstatus sebagai pacarnya ini. Bagaimana dia bisa mengatakan hal itu dengan mudah.

"Regan, dengerin gue. Gimanapun lo gak boleh bersikap kayak gini, ini udah bertahun-tahun dan lo masih aja bersikap gak peduli sama Alvrey yang notabenya adalah adek lo. Lo gak kasian sama dia? Lo nyuekin dia tanpa alasan yang jelas Regan." 

Raxena berusaha memberi pengertian pada Regan, namun sepertinya pemuda itu tak mau mendengarkannya. Karena sekarang, pemuda itu menatapnya dengan tajam. 

"Lo gak usah ngomongin dia bisa gak sih? Ini semua salah dia tau gak." 

Setelah mengatakan itu Regan meninggalkan Raxena. Meninggalkan gadis itu dengan rasa marah, sedih, kecewa yang menjadi satu. Pemuda itu menaiki motor besinya, ia tak tau kemana tujuannya. Yang jelas pemuda itu hanya ingin menenangkan dirinya sekarang.

***********

Lian dan Dande menatap heran kearah Alvrey. Pemuda itu sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri. Sudah lebih dari tiga kali pemuda itu menggelengkan kepalanya sembari menggumamkan kata 'tidak.'

"Lo napa dah dari tadi? Aneh banget tau gak," ucap Dande yang sudah tak tahan dengan kelakuan sahabatnya. Alvrey sontak menoleh pada Dande dan Lian yang kini tengah menatapnya heran. 

"Menurut lo, mungkin gak sih gue punya ibu lagi?" tanya Alvrey pada kedua sahabatnya. Kedua pemuda yang ditanyai oleh Alvrey sontak memasang cengo. Apa-apaan pertanyaan tiba-tiba ini, apa pemuda itu tak puas membuat mereka heran dengan tingkahnya yang tadi?

"Maksud lo gimana si?" Dengan bodohnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Lian. Pemuda itu benar-benar tidak mengerti. "Lo kalok ada masalah bilang gila, gimana gue sama Dande bakalan ngerti sama apa yang lo tanyain kalo lo aja gak pernah cerita apapun ke kita. Mana main nanya hal gak jelas kek gitu lagi."

Alvrey yang mendapat jawaban panjang lebar, dan bukan jawaban yang dia inginkan pun hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Ya lo bayangin aja, tadi pagi ni ya. Ayah gue tiba-tiba masuk kamar gue terus nyuruh gue buat gak keluar hari ini. Kata ayah ada tamu yang bakalan dateng, ya gue mikir aja gitu. Gimana kalo tamu yang dateng ternyata calon istri ayah?"

Dande dan Lian kembali hanya bisa terdiam mendengar jawaban sahabatnya, karena jujur mereka tidak tau harus merespon apa.

"Kalo seandainya bener itu calon ibu tiri lo, lo bakal apa?" Lian kembali melontarkan pertanyaan kepada Alvrey. Pemuda yang ia tanyai menatap kearahnya sembari tersenyum. 

"Kalo itu yang buat ayah bahagia gue bisa apa?"

Lagi kedua sahabat Alvrey hanya bisa terdiam. Mereka tau, Alvrey tak akan menerima semudah itu. Bagaimanapun ini juga terlalu tiba-tiba untuk pemuda itu. Mereka hanya bisa berharap, semua hal yang Alvrey pikirkan salah.

"Daripada lo mikir yang enggak-enggak, mending kita masuk kelas aja Al. Udah mau bel juga."

************

Bugh

Pukulan itu telak mengenai pipi kanan Alvrey. Pemuda itu baru saja sampai dirumah dan disambut pukulan oleh sang kakak.

"Lo apa-apaan si kak? Gue selalu diem ya selama ini." Alvrey ikut terpancing emosi. Ia merasa sudah cukup untuk bersabar menghadapi sikap kakaknya selama ini. Kakaknya sudah keterlaluan sekarang.

"Lo masih nanya? Semua ini gara-gara lo bangsat. Ayah mau nikah lagi karena lo. Kenapa lo susah banget diatur Al?" ucap Regan dengan nada sedikit tinggi.

"Maksud lo apa kak? Ayah mau nikah?" lirih Alvrey. Regan tersenyum mendengar jawaban dari sang adik. Ia benci melihat wajah sok polos dari adiknya.

"Ya, ayah mau nikah lagi. Seneng kan lo? Ini yang lo pengen kan?" Regan kembali berucap tajam pada sang adik yang masih saja memasang wajah bingung, sedih, marah, dan kecewa. Ia benar-benar belum bisa mencerna semuanya dengan baik. 

Kenapa? Ia tak menyangka bahwa apa yang ia pikirkan akan benar-benar menjadi kenyataan. Hal yang ia takutkan sekatang terjadi. Alvrey mendengar langkah kaki menjauhi dirinya. Alvrey tersenyum miring, memandang punggung sang kakak yang kini telah menjauhinya.

"Lo pikir gue mau semua terjadi kak? Lo pikir gue mau semua berantakan?" Kata-kata itu hanya mampu terucap dalam hatinya. Alvrey akhirnya memutuskan untuk masuk kekamarnya, ia perlu mencerna semua hal ini terlebih dahulu.

********************

Haiiii

Aku back lagiiiiiii

Seperti biasa jangan lupa tinggalin jejak

Dan maaf kalu banyak typo dan makin gaje

See you next part

-7 Januari

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang