BAB 10

4.1K 298 2
                                    

Alvrey menatap interaksi antara Mars dan Regan dengan tatapan sendu. Sedari tadi kedua pemuda itu saling melontarkan candaan tanpa memperdulikannya. Sesekali Alvrey mencoba bergabung, tapi hadirnya seakan tak dihiraukan. Ada rasa iri yang terbesit dalam hatinya, sepertinya Regan mulai menerima anggota keluarga barunya, walaupun pemuda itu masih belum bisa memanggil Arael dengan sebutan bunda.

"Alvrey jangan diem aja, ikut bercanda sama kakak kamu. Kakak kamu aja bisa nerima Mars, kamu jangan kekanak-kanakan kayak gini," ucap Legara yang baru saja keluar dari kamarnya dan duduk disamping Alvrey.

Alvrey tersenyum miris mendengar perkataan sang ayah, sepertinya ayahnya tak bisa melihat raut wajahnya yang iri. "Iya yah, maaf," ucap Alvrey pelan. Pemuda itu kembali melirik kearah Mars dan Regan yang entah sejak kapan menghentikan candaan mereka. 

Kedua pemuda itu balik menatap Alvrey dengan tatapan yang berbeda, Regan dengan tatapan tak suka nya dan Mars dengan tatapan mengejeknya. Alvrey mengerutkan keningnya melihat tatapan Mars padanya.

"Ayah tadi ditelepon sama wali kamu, katanya tadi kamu sempet pingsan disekolahkan?" Alvrey mengalihkan pandangannya dari kedua kakaknya. Pemuda itu mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Legara padanya.

"Makanya jangan suka skip sarapan Al, biar gak sakit terus dan berakhir ketinggalan pelajaran," ucap Legara lagi. Sepertinya Legara benar-benar tak peduli dengan kondisinya. Bahkan sang ayah tak menanyakan bagaimana keadaannya sekarang.

"Iya yah, maaf," Alvrey berucap lirih. 

"Ayo makan, makanannya udah selesai bunda siapin." Suara dibelakang Legara membuat ia mengurungkan niatnya untuk kembali menasehati Alvrey. Legara menoleh kearah Arael seraya tersenyum lembut.

"Ya udah, kita makan dulu," ucap Legara kearah ketiga putranya dengan suara tergas. Ketiga pemuda itu dengan kompak mengangguk, lalu mulai menyusul Legara menuju meja makan.

"Regan biar bunda ambilin ya?" Arael berucap dengan tangan yang cekatan mengambil sepotong ayam yang tadi hendak diambil oleh Regan. Regan mendekatkan piringnya mendekat kearah Arael.

"Makasih, saya bisa sendiri lain kali," ucap Regan dengan sedikit sinis. 

Legara yang mendengar hal itu menatap tajam sang anak. "Kamu jangan berbicara seperti itu Regan, Arael bunda kamu sekarang jangan berbicara terlalu formal seperti orang asing," ucap Legara memperingati anaknya.

Regan hanya berdeham sebagai jawaban, berbeda dengan Arael yang hanya tersenyum sembari mengatakan bahwa ia tak papa pada sang suami. Mars yang melihat hal itu menatap kearah Regan. Regan yang menyadari hal itu hanya diam, lalu melanjutkan makanya dengan tenang.

*************

Hujan turun dengan lebat malam ini, seakan tahu bagaimana perasaan salah satu dari penikmatnya. Alvrey memandangi tetesan air yang turun dari langit dengan air mata yang juga mengalir dari matanya.

Apakah Alvrey pernah mengatakan bahwa ia tak suka dibandingkan? Hal yang paling Alvrey benci setelah ia kehilangan adalah ketika ia dibandingkan. Rasanya lebih baik Alvrey menghilang saat itu juga saat ia dibandingkan, terlebih lagi orang yang membandingkannya adalah sang ayah dan sang kakak.

"Lebih baik kamu belajar Alvrey, contoh kakak kamu. Contoh Mars dan Regan."

"Lo jangan banyak tingkah deh, setidaknya contoh Mars yang selalu nurut."

Perkataan sang ayah dan sang kakak bagai pedang tak kasat  mata yang menusuk tepat kehatinya. Mengapa tak ada yang mengerti? Ia sudah berusaha, namun kenapa tak ada yang melihatnya? Alvrey akui, ia lebih banyak bermain, namun bukan berarti ia juga tak pernah belajar. 

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang