BAB 19

3.4K 264 7
                                    

Regan melangkahkan kakinya dengan kesal kearah kamar sang adik. Walau tak dapat dipungkiri, rasa khawatir mendominasi. Langkah kaki yang terdengar dari belakangnya mengalihkan atensi.

"Ngapain lo ikut?" Pertanyaan yang terdengar sinis itu memasuki telinga Mars. Pemuda itu menghela napas, alasan ia mengikuti sang kakak adalah rasa khawatir. Sama seperti Regan, Mars didominasi rasa khawatir ketimbang rasa kesal dan kecewanya.

"Turun makan," hanya itu yang Mars katakan setelah mereka sampai di depan pintu kamar adik mereka. Bahkan pertanyaan Regan tadi belum dijawabnya, ya walaupun Mars yakin Regan pasti tau jawabannya.

Tak ada jawaban dari sang pemilik kamar, membuat Mars dan Regan semakin khawatir. Tangan Regan akhirnya terulur, mencoba membuka pintu kamar Alvrey. Namun usahanya tak membuahkan hasil, karena pintu itu telah dikunci. Regan mengerang frustasi.

"Alvrey buka pintunya," ucap Regan tegas. Namun kembali tak ada jawaban dari sang pemlik kamar. Mars hendak membuka mulut, menyuruh Regan untuk memanggil kedua orang dewasa yang tengah menanti mereka dibawah. Namun hal itu belum terjadi, karena dari dalam kamar Alvrey tiba-tiba saja terdengar suara barang yang pecah.

"ALVREY BUKA PINTUNYA BANGSAT!" tanpa sadar Regan akhirnya berteriak. Pemuda itu panik, tangannya masih sentiasa mencoba membuka pintu kamar yang jelas-jelas masih terkunci itu. Mars sama paniknya, bahkan ia tak bisa berpikir apa yang harus dilakukan sekarang.

"Re, Mars kenapa?" suara berat itu terdengar sangat panik. Legara disana bersama Arael yang sudah menahan tangis. Mars menjelaskan dan Regan masih mencoba membuka pintu itu. Padahal pemuda itu tau jelas, pintu kmar sang adik terkunci. Namun sepertinya, otak pintarnya tak bekerja.

"Dobrak Re," perintah Legara pada Regan yang akhirnya membuat kedua pemuda itu sadar. Kenapa mereka tak kepikiran? Dengan aba-aba dari Legara ketiga pria itu akhirnya berhasil membuka pintu kamar Alvrey.

Suara air terdengar dari kamar mandi, membuat keempat orang itu membawa langkahnya kesana. Dan saat satu langkah lagi Regan benar-benar berada didepan pintu kamar mandi itu, langkahnya terhenti. Pintu itu terbuka menampilkan sosok sang adik yang pucat dengan senyum canggung diwajahnya.

Legara menghembuskan napas lega. Setidaknya anaknya masih baik-baik saja, walaupun wajahnya sangat pucat. Dengan nada tegas Legara sebagai kepala keluarga memberi perintah.

"Kita lanjutin makan."

*********

"Kamu bisa jelasin kenapa turun lambat? Kamu tau jam makan malam kan?" Alvrey sedikit meringis mendengar perkataan ralat pertanyaan Legara yang terdengar datar. Ia ingin menjawab jujur namun sang ayah akan khawatir. Salahkan saja hidungnya yang kembali mimisan ditambah kepalanya yang tadi ikut pusing.

Ya, setelah makan malam tadi, sang ayah menyuruhnya untuk menunggu diruang tamu. Dan inilah jadinya, segala pertanyaan yang Alvrey coba hindari harus ia jawab.

"Maaf yah. Alvrey ketiduran," ucap Alvrey yang jelas saja merupakan sebuah kebohongan. Legara menatap tepat ke mata Alvrey seolah mencari kebohongan. Dan bodohnya Alvrey selalu menggerakkan bola matanya, seolah menghindari tatapan Legara.

"Lo gak bakal ngehindarin tatapan ayah kalau lo jujur," ucap Regan yang sedari tadi juga ikut menimbrung, dan jangan lupakan Mars juga. Seolah ditampar telak oleh ucapan Regan, Alvrey terdiam. Pemuda itu menunduk, semakin takut untuk menatap tepat ke manik mata sang ayah.

Legara menghela napas, jika sudah seperti ini ia tak bisa memaksa sang anak. Walaupun ia tau apa alasan Alvrey yang sebenarnya.

"Jangn pernah kunci pintu lagi. Dan satu lagi, kalau kamu kenapa-napa bilang Al. Ayah gak suka kamu mendem dendiri, seolah semua keluarga kamu orang asing." Perkataan Legara menyiratkan sedikit kekecewaan. Legara kemudian bangkit, berjalan menjauh kearah kamarnya.

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang