BAB 3

5.1K 364 3
                                    

"Malam yah," ucap Regan tatkala sang ayah muncul dari arah kamarnya. Legara mengangguk, pria paruh baya itu menolehkan kepalanya untuk melihat Regan sang anak yang sedang duduk sembari menonton TV diruang tamu.

"Adik kamu mana? Ini udah jam makan malam, panggil dia," perintah Legara pada Regan. Dengan langkah sedikit malas Regan berjalan menuju lantai dua, menuju kamar sang adik yang berada tepat disamping kamarnya.

"Al turun, makan." Tak ada sahutan dari dalam kamar, Regan menghembuskan napas kesal. Pemuda itu membuka pintu kamar sang adik yang tak dikunci.

"ALVREY," teriak Regan tatkala melihat sang adik tergeletak lemas dilantai. Regan segera turun kembali, mencari sang ayah dan memberitahukan bahwa sang adik pingsan. Kedua pria itu dengan langkah tergesa-gesa menuju kamar Alvrey.

"Bantu naikin Alvrey kepunggung Ayah Re," ucap sang ayah pada Regan. Regan segera membantu sang ayah. Tubuh sang adik ringan, sangat ringan bahkan. Apakah sang adik tak makan secara teratur saat ia dan sang ayah tak berada dirumah?

Menghilangkan pikiran aneh itu, Regan akhirnya menyusul sang ayah yang terlebih dahulu keluar untuk membawa Alvrey kerumah sakit.

"Biar Regan aja yang nyetir yah," ucap Regan.

"Kamu dibelakang aja, jaga adik kamu." Dengan nada khawatir dan tergesa-gesa Legara menolak permintaan Regan yang menawarkan dirinya saja yang mengemudi. Ada sedikit rasa bersalah dibenak Regan. Ia ingat tadi siang sang adik pulang dengan keadaan pucat. Namun ia hanya diam, tak memberitahukan hal ini pada sang ayah dan bahkan tak mengecek kembali kondisi sang adik.

"Yah, badan Alvrey panas banget," Regan berbicara dengan lirih. Ia takut membuat sang ayah semakin panik dan membuat mereka dalam bahaya.

"Ayah tau," hanya jawaban singkat itu yang Legara berikan pada Regan. Ia tau badan sang anak sangat panas. Itu juga alasan Legara melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi sekarang.

*************

Kini Regan dan Legara bisa bernapas lega, Alvrey sudah sadar sejak lima menit yang lalu. Kondisi anak itu juga sudah membaik.

"Kenapa bisa pingsan Al," tanya Regan pada sang adik. Alvrey hanya menggeleng sembari tersenyum.

"Gue juga gak tau kak, hehe. Maaf ngerepotin," ucap Alvrey dengan malu-malu. Ia pasti telah membuang waktu sang kakak untuk belajar, ia juga telah mengambil waktu istirahat sang ayah.

"Kalo tau ngerepotin jangan lupa sama tubuh lo," ucapan dingin itu terlontar dari mulut Regan yang tengah berekspresi datar. Alvrey kembali tersenyum mendengar ucapan sang kakak, namun senyum ini berbeda dari yang tadi. Senyum yang sekarang Alvrey berikan adalah senyum mengejek, sepertinya pemuda itu sedang mengejek dirinya sendiri yang membuat repot kakak dan ayahnya.

"Lo tau, tadi ayah baru dateng. Ayah bahkan gak sempet makan, lo gak kasian sama ayah? Kalo lo gak bisa buat ayah bangga, setidaknya jangan buat ayah susah Al. Gue bahkan gak pernah buat ayah marah kayak lo." Lagi, Regan mengucapkan kata yang membuat hati Alvrey sakit.

Kenapa sang kakak malah membandingkan diri mereka? Sang kakak tau bahwa mereka berbeda. Sangat berbeda, dari segi kepintaran, fisik. Sang kakak jauh lebih pintar darinya, sang kakak jauh lebih kuat darinya. Alvrey tau itu dengan jelas, tapi apakah sang kakak perlu mempertegasnya lagi?

"Maaf kak, gue bakalan coba buat jadi lo," ucap Alvrey dengan lirih. Legara sang ayah sedang tak berada diruangan itu. Ayah dari dua pemuda tampan ini mengatakan akan membeli makan tadi. Jadi dia tak akan tau, apa yang telah putra sulungnya ucapkan pada putra bungsunya.

"Cih, lo gak bakal pernah bisa jadi gue," ucap Regan lalu keluar dari ruangan Alvrey. Meninggalkan sang adik dengan segala pikiran rumit dikepalanya.

"Gue emang gak bakal bisa jadi lo kak, sampai kapanpun gak bakal bisa."

***********

"Lo pada bolos?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Alvrey tatkala mendapati kedua sahabatnya berada dalam ruang rawatnya. Bukan tanpa alasan Alvrey bertanya seperti itu, karena memang ini masih jam sekolah.

"Sok tau lo," elak Lian. Sebenarnya apa yang dikatakan Alvrey benar, ya mereka bolos. Namun mereka bolos juga bukan tanpa alasan. Mereka tau bahwa Alvrey akan kesepian sendiri disini. Jika kalian bertanya kemana ayah dan kakaknya maka jawabannya hanya satu. Mereka melakukan kesibukan mereka.

"Lagian ayah lo kenapa gak disini sih? Anaknya lagi sakit masih aja mikirin kerjaan," ucap Dande dengan nada kesal. Ini bukan pertama kalinya terjadi, Alvrey memang sering masuk rumah sakit karena pemuda satu ini benar-benar tak peduli dengan kondisi tubuhnya. Dan setiap Alvrey masuk rumah sakit, ia pasti akan sendiri.

"Yaelah, gue bukan bocah. Gue bisa ya jaga diri, lagian ayah harus kerja, gue gak boleh ngerepotin dia. Kak Regan juga harus kekampus. Ntar aja gue pulang kok," ucap Alvrey yang semakin membuat kedua pemuda itu tak habis pikir.

"Kakak lo ada bilang apa sama lo?" Alvrey menoleh kearah Lian yang tengan menatapnya dengan tatapan ingin tau.

"Kenapa emang? Kak Regan gak ngomong apa-apa sama gue," jawab Alvrey bohong. Ia hanya tak mau kedua sahabatnya ini semakin memandang jelek kakaknya.

"Cih," Lian berdecih "lo gak pinter boong Al, kakak lo past,i bilang yang enggak-enggak lagi kan? Lagian tu bocah ngapa berhenti ngekost sih?" Lanjut Lian dengan nada yang kesal.

"Lo kenapa sih Yan? Siapa yang boong coba, gue gak boong ya. Dan kenapa kalau kakak gue pulang? Bukannya bagus ya, secara kakak gue mau ngekost karena males liat gue. Sekarang dia udah mau pulang, berarti dia udah gak males liat gue."

"Lo bodoh apa pura-pura bodoh si Al? Kakak lo dirumah bakalan jadi luka buat lo, omongan kakak lo gak pernah baik tentang lo Al," ingin rasanya Lian melempar Alvrey dari lantai atas gedung rumah sakit ini. 

"Tapi gimanapun dia kakak gue, lagian itu bukan rumah gue. Itu punya ayah, gue gak ada hak buat ngelarang kakak pulang." 

******************

Yuhuu.....

Ketemu lagi

Gimana? Makin gaje kan?

Tetap jangan lupa tinggalin jejak ya

-2 Januari

A L V R E YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang