[Satu]

3.6K 110 11
                                    

"Haza Jaeden Bara, BANGUUUN!"

BRAKK!

"Aaaauww... sakit."

"Heran, punya anak. Udah tau sekolah, tapi bangun nya siang terus. Buruan bangun, terus mandi! Awas kalau sampai tidur lagi! Daddy lempar sampai Majalengka nanti kamu!"

"Hngg..."

Jaeden duduk terdiam di lantai setelah ia terjun bebas dari kasur kesayangan nya. Teriakan daddy nya memang tidak main main. Bahkan Jaeden sampai heran kenapa suara daddy nya bisa sangat menggelegar seperti itu.

.

.

.

"Pagi daddy."

"Hmm, pagi."

"I'm sorry daddy, I forgot to sleep last night. So, Jaeden begadang tadi malem."

"Alasan macam apa itu Jaeden? Bisa bisanya kamu lupa buat tidur."

"Ya pokoknya kaya gitu lah dad. Yaudah kalau gitu Jaeden berangkat sekolah dulu. Mau ada rapat."

"Rapat apa pagi pagi gini? Kamu ga sarapan dulu?"

"Enggak, lain kali aja. Salam dad." Jaeden mengulurkan tangannya.

Arion menerima uluran tangan Jaeden. "Yaudah, tapi kamu tetep sarapan di sekolah. Jangan sampai ga makan. Uang saku udah daddy transfer. Sampai kamu ga sarapan pagi ini, uang kamu daddy tarik lagi. Dan bakal daddy bawain bekal setiap hari."

"Iya daddy."

"Kirim bukti foto. Real! No edit edit."

"Ok daddy, ok. Yaudah, Jaeden berangkat."

"Iya hati hati." Arion mengantar Jaeden dengan pandangannya, sampai Jaeden tak lagi terlihat dari ruang makan.

"Daddy."

"Iya?"

"Kak Jaeden, enggak sarapan lagi ya?"

"Ehm... tidak sayang. Kakak mu ada rapat pagi ini di sekolah. Kau tau kan kalau kakak mu itu sibuk?"

"Iya.."

"Sudah tidak apa apa, jangan sedih begitu. Kan masih ada daddy, lain kali kak Jaeden pasti bisa sarapan sama kita kok."

"Iya daddy."

.

.

.

Jaeden memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir. Ya iyalah tempat parkir, ya kali tempat demo.

Dan saat ia sampai di sekolah, ia berpas pasan dengan sahabatnya sejak di penitipan yang juga baru sampai. Siapa lagi kalau bukan si kembar Langit dan Awan.

"Eh Jaeden. Kalau gua liat liat sekarang lo jadi lebih sering berangkat pagi ya kayaknya." Sapa Awan.

"Iya. Gua males kalau di rumah." Jawab Jaeden seadanya.

"Jangan bilang lo ga sarapan lagi." Tebak Langit yang hanya di jawab dengan anggukan malas Jaeden.

"Ya udah sekarang lo sarapan aja dulu, kita temenin." Jaeden mengangguk setuju. Mau menolak pun percuma, karena pagi ini perutnya memang terasa sangat lapar akibat ia juga melewatkan makan tadi malam.

Dan sebenarnya alasan rapatnya tadi itu hanya sebuah kebohongan agar ia tidak berada di rumah terlalu lama.

"Lo mau makan apa? Biar gua yang pesen."

"Gua mau bubur ayam aja. Tapi ga usah pakai kacang ya. Minum nya teh anget."

"Iya. Lo mau pesen sesuatu juga ga Lang?"

My Priorities [ JAZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang