[Sepuluh]

637 47 4
                                    

Jam baru menunjukan pukul enam lebih sepuluh, masih ada waktu sekitar satu jam 20 menit sebelum bel masuk berbunyi, tapi ada seorang pemuda yang sudah duduk manis di kelas yang kosong sendirian.

Jaeden Bara, ya dia lah pemuda itu. Jaeden berangkat sangat sangat pagi karena untuk menghindari daddynya yang melarang keras dirinya untuk pergi sekolah.

Ia pergi bersama supir pribadinya, saat jam masih menunjukan pukul 5. Ia yakin pasti sekarang daddynya tengah mengamuk di mansion, dan mungkin jika hari ini ia tidak beruntung, bisa dipastikan Arion akan datang ke sekolah secara langsung untuk menjemputnya pulang.

Sebenarnya bukan tanpa alasan Jaeden melakukan ini, karena ia bukan tipe anak yang suka sekolah, dia juga tidak masalah sebenarnya kalau Arion melarang nya sekolah, ia akan dengan senang hati menuruti nya.

Tapi kali ini berbeda, kali ini ia harus berada di sekolah karena ia harus memantau penuh adiknya, Zayden.

Semalam, saat Robert's twins datang...

Flashback on.

"Tumben kalian rela dateng malem malem ke tengah hutan gini? Biasanya gua yang kalian suruh keluar." Jaeden duduk di tengah kasur.

"Kita juga masih waras kali Den buat enggak nyuruh lo keluar setelah lo kecelakaan." Langit mengambil kursi belajar Jaeden untuk ia duduki.

"Kita kesini mau jenguk lo, plus gua ada sebuah kabar tentang Yuna." Awan bersimpuh di lantai beralaskan karpet bulu.

"Hhh gua lagi ga mau denger apapun tentang dia." Acuh Jaeden.

"Heh dengerin dulu- gua denger dari temennya, kalau dia sama Yuna itu sebenarnya cuma lagi main TOD dan Yuna dapet Dare."

"Dan gua yakin lo tau kelanjutan nya." Jelas Awan.

"Terus gua harus peduli gitu? Biarin aja dia sakit hati, biar dia tau kalau yang gua omongin itu bener."

"Lah, lo gimana sih. Lo yakin?" Tanya Langit.

"Yakin. Siapa suruh ga denger apa kata gua."

"Apa lo yakin sekalipun harta daddy lo yang bakal jadi taruhan nya?" Tanya Langit lagi.

"HEWAN! Maksudnya apaan?!" Amuk Jaeden.

"Baby omongan nya! Masih kecil juga!" Seru Arion dari luar yang kebetulan lewat.

"Sorry dad!- ish daddy ini! Jaeden kan udah bukan anak kecil lagi! Udah umur 17 tahun!" Gerutu Jaeden pelan.

"Iya itulah kata kata yang diucapin sama cowo badan bagus, muka bayi, terus pake ekspresi cemberut bocil."

"Sialan lo Wan!- terus maksudnya apaan tadi?! Kenapa bawa bawa daddy gua?" Tanya Jaeden tak terima.

"Ya lo mikir lah Den, lo pikir kenapa Yuna sama temennya milih Zayden buat jadi korbannya kalau bukan karena itu?" Geram Awan.

"Ya kalau itu jelas gua ga terima lah! Enak aja."

"Denger dari temennya Yuna juga, ternyata Yuna belum putus sama pacarnya yang dulu. Dan lebih parahnya lagi, pacarnya itu juga ikut berpartisipasi dalam game itu."

Flashback off.

Maka itulah yang membuat Jaeden ingin lebih memantau Zayden lagi.

"Nah kan bener dugaan Zayden, kakak pasti udah berangkat sekolah." Ujar Zayden yang tiba tiba datang ke kelasnya.

Jaeden yang tengah berkirim pesan dengan Robert's twins pun mendongak. "Ngapain lo kesini?" Dingin Jaeden.

"Daddy ngamuk kak, katanya kakak suruh pulang."

My Priorities [ JAZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang