[Delapan]

687 43 6
                                    

"YoOooOO Jaeden in the class yow! Setelah sekian purnama, akhirnya lo masuk juga!" Seru Awan dari dalam kelas.

"Gua ga masuk cuma 4 hari Wan, please deh."

"Lang, itu tolong ya copyan nya dijaga. Jangan bikin gua malu."

"Don't talk to me. Gua juga malu."

"Ihh jahat banget kalian berdua- gua jadi pengen lontong sayur kan."

"Lah aneh." Jaeden & Langit.

Hari ini Jaeden sudah kembali masuk ke sekolah seperti biasa, setelah 4 hari ia tidak masuk sekolah. Dan pagi ini, baru ia menginjakan kaki ke dalam kelas, ia sudah disambut meriah oleh Awan. Dan tentunya itu mengundang banyak perhatian dari teman temannya.

Berbeda dengan teman adiknya yang cenderung lebih kalem dan ramah.

"Hai Den, gimana liburan 3 hari nya? Apa ada perkembangan?"

"Aah Zayden sebel, Dan." Zayden mendudukan dirinya di bangku.

"Sebel kenapa coba. Katanya kemaren lo pergi ke villa sama keluarga lo." Tanya Danu, teman sebangku Zayden.

"Ya Zayden ga sepenuhnya sebel sih. Di sana kita emang seneng seneng. Bahkan di malem kita baru sampai aja langsung dangdutan, kecuali kak Jaeden sih- terus waktu malem nya Zayden sama kak Jaeden tidur bareng gara gara trauma kak Jaeden kambuh."

"Nah! Itu! Itu ada perkembangan, terus kenapa lo bilang sebel?"

"Iya. Soalnya kemarin sebelum pulang, Zayden sama kak Jaeden berantem lagi gara gara Zayden bilang pengen pacaran. Tapi kak Jaeden ngelarang, terus Zayden ga terima."

"Nah ya itu. Lo suka nyari penyakit sih."

"Ya gimana ga terima coba, orang daddy aja ngebolehin kok, kenapa dia malah yang sewot. Emang dia siapa larang larang Zayden." Curhat Zayden dengan menggebu gebu.

"Ouh perlu gua ingetin dia siapa?"

"Huh?"

"Dia, Jaeden Bara. Seorang pemuda sempurna yang menjadi panutan seorang pemuda nerd, Zayden Bara."

"Udah Dan, cukup. Zayden ga mau denger kalimat menyakitkan yang memang benar adanya itu." Zayden menelungkupkan kepalanya di antara kedua tangannya.

"Udah udah ga usah sedih, itu tandanya kakak lo mulai sayang sama lo."

"Enggak mungkin~ lagian siapa juga yang mau sama orang macam Zayden? Pasti ga akan ada yang mau." rengek Zayden dengan suara teredam.

"Heh, jangan nangis woy! Ini gua baru inget sesuatu."

"Inget apa? Inget kalau Zayden ga mungkin laku? Iya, Zayden tau kok. Zayden sadar kalau Zayden itu tipe cowok di bawah rata rata. Bahkan masih di bawahnya lagi."

"Suudzon mulu hidup lo. Bukan elah, makanya lihat dulu ini- lo dapet surat dari orang tadi."

Zayden mendongakan kepalanya guna melihat raut serius Danu. "Surat?"

"Iya, gua ga bohong. Itu suratnya ada di loker lo. Buka gih, gua mau liat."

Zayden mengambil amplop berwarna merah dari dalam lokernya. "Ini surat apa?"

"Ya mana gua tau. Tagihan spp kali."

Keningnya berkerut heran. "Masa sih surat tagihan spp? Masa iya daddy belum ngelunasin spp Zayden." Zayden terus membolak balikan amplop tersebut.

"Danu, kamu ngerjain Zayden ya?! Mana ada guru ngasih surat tagihan spp pakai amplop warna merah pakai lope lope gini." Protes Zayden yang dibalas dengan cengiran bodoh Danu.

My Priorities [ JAZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang