[Dua Puluh]

463 32 1
                                    

Priiiiiiiiit....!!

"Yeaaaay tim kita menang!!"

"MENANG!"

"MENANG!"

"MENANG!"

"Girang banget cuma menang gitu doang." Cibir Edward saat mendekati tim Jaeden yang tengah bersorak bahagia.

"Yeee sirik bilang!" Seru Awan.

"Sesuai janji. Kalau gua menang, gua bebas bisa minta apa aja sama lo." Ujar Jaeden.

"Ck, iya. Apa mau lo?"

"Gak banyak. Gua cuma mau minta lo turutin apa kata gua selama tiga hari. Semua yang gua omongin, tanpa terkecuali."

"Ga banyak apaan, tiga hari! Tiga hari itu lama! Gua ga mau!" Protes Edward.

"Loh, dari permintaan pertama aja lo udah ga nepatin janji. Lo cowok bukan?! Omongan kok ga bisa dijaga."

Edward mengerang frustrasi. "Hhh iya iya! Gua turutin! Puas lo?!"

Jaeden tersenyum penuh kemenangan. "Belum. Kan lo belum nurutin semua permintaan gua."

"Yaudah, sekarang lo mau apa."

"Sekarang? Sekarang gua pengen lo jauhin Zayden."

"Apa?! Gua ga bisa, enak aja."

"Gua ga mau tau. Ini kesepakatan yang lo bikin, gua bisa minta apa aja. Dan gua minta lo jauhin Zayden."

Edward terdiam mendengarnya.

"Lagian ngapain sih lo pengen banget ambil Zayden?"

"Emang apa urusannya sama lo?!— yaudah iya gua bakal jauhin Zayden. Dah gua mau pulang. Ini udah selesai kan?"

Jaeden mengangguk. "Hmm, yaudah sono pulang. Dan jangan lupa, janji lo masih ada dua hari lagi."

"Ck, iye iye."

Tak lama, Edward dan rombonganya pergi ke arah tempat parkir dan melaju pergi menggunakan motor masing masing. Diikuti semua penonton.

Jaeden mengedarkan pandangannya, mencari adik dan temannya, namun tidak ada yang tampak sama sekali.

"Eeh eeh eeh... apa apaan nih?!"

Sampai Jaeden memilih menarik kerah belakang seorang gadis yang lewat di depannya.

"Lo tau dimana Zayden?" Tanya Jaeden langsung.

"Kenapa lo tanya gua? Gua ga tau."

"Kenapa gua tanya lo? Ya karena lo kan pacarnya."

"Lo masih anggep gua sebagai pacar adek lo? Hh!" Yuna bersedekap dada.

"Udah cepet kasih tau aja kemana adek gua. Gua tau kalau lo tau sesuatu." Selidik Jaeden yang entah dari mana ia merasa ada yang tidak beres di sini.

Adiknya itu penakut, dia tidak mungkin pergi selama ini sendirian. Karena ia sempat lihat kalau Danu pergi terlebih dulu, baru Zayden ikut pergi. Tak lama setelah itu ia melihat Danu kembali tanpa adanya Zayden, bahkan sampai sekarang Zayden belum kembali. Sedangkan Danu, juga sudah pergi lagi entah kemana.

"Kak! Kak Jaeden! Kakak liat Zayden enggak?" Seru Danu sambil berlari menghampiri Jaeden di pinggir lapangan.

"Nah itu, tanya aja sama temen adek lo. Jangan tanya gua. Awas minggir!" Yuna menepis tangan Jaeden yang masih hinggap di kerah belakangnya dan pergi meninggalkan rombongan para laki laki itu.

"Danu, mana Zayden?" Tanya Jaeden balik.

"Hh... hh... hh... ini gua juga lagi cari Zayden kak. Dia ga ada di sekolahan, gua udah cari dia kemana mana. Handphonenya aktif, tapi dia ga pernah mau angkat telfon gua." Panik Danu seakan merasa bersalah.

My Priorities [ JAZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang