[Empat Puluh Satu]

375 28 0
                                    

"Gimana cara kita biar bisa nyusul hyung Veron, ya kak?"

"Ya kita tinggal ke sana aja, apa susahnya?"

"Tapi apa ga apa apa kalau kita langsung pergi gitu aja tanpa ngasih tau daddy?"

"Apa menurut lu kita harus ijin ke daddy setelah kita berusaha mati matian nyembunyiin kepergian hyung Veron?"

"Ya gimana ya kak, gua ga tega lihat daddy yang makin kacau. Dan kesehatan daddy juga bagian dari tugas kita kan?"

"Lu emang bener, tapi keadaan daddy bisa makin parah kalau dia tau kita bakal nyusul hyung yang notabene nya lagi perang disana."

"Tapi kak... gimanapun daddy harus tau apa yang terjadi sekarang. Daddy tetap kepala keluarga dirumah ini walaupun keadaan dia kayak gitu. Kita cuma anaknya kak, dan daddy harus tau apa yang mengancam keluarganya sekarang."

"Iya, gua tau Ze, gua tau banget. Tapi gimana kalau daddy makin ga baik baik aja waktu kita tinggal nanti? Lu mikir sampai kesana ga sih??"

"Ya itu lebih baik daripada ternyata nanti kita ga selamat dan daddy malah tau semuanya dari orang lain. Hati daddy bisa lebih sakit— gimanapun daddy sekarang, statusnya tetap daddy kita. Dia bukan anak umur lima tahun yang ga boleh tau tentang keadaan yang mengancam keluarganya."

"Oke Ze, oke! Kita bakal pamitan sama daddy. Tapi gimana kalau nanti dia minta ikut?"

"Eee..."

"Nah, bingung kan lu."

"Y-ya bilang aja kalau kita bakal pulang cepet."

"Gitu gitu daddy itu pinter Ze. Dia punya Adelard. Lu ga mungkin bisa segampang itu bohongin daddy."

"Ya pokoknya gua mau coba dulu. Kita bakal flight dua jam lagi omong omong." Zayden bangkit dari sofa menuju kamar Arion. Dan tak lama Jaeden mengikuti Zayden dengan malas.

"Daddy..."

"Wah daddy lagi ngapain? Nonton tv ya?" Sapa Zayden yang mulai masuk kedalam kamar Arion.

"Daddy udah makan belum— o-ouh belum ya?" Zayden menatap nampan makan Arion yang masih utuh.

"Daddy makan ya, Zayden sama kak Jaeden sedih kalau daddy ga makan." Lesu Zayden.

"Buat apa kalian kesini lagi, pergi kalian, daddy ga butuh kalian ada disini." Ketus Arion.

"Eee... enggak kok, kita cuma-"

"Kita mau ijin pergi ke Jepang dad." Sahut Jaeden santai yang sontak membuat Zayden terkejut dengan pengakuan blak blakan Jaeden.

Mendengar itu Arion sontak menatap Jaeden dan Zayden dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kakak! Kenapa langsung ngomong gitu??" Bisik Zayden tertahan.

"Apa? Kata lu kita harus ijin." Acuh Jaeden.

"Pergi? Kalian pengen pergi, iya??"

"I-iya dad. Kita mau minta ijin daddy buat pergi- sebentar doang kok dad, kita janji bakal pergi sebentar aja." Sahut Zayden setengah panik.

"Setelah kalian buat kak Veron pergi ninggalin daddy, sekarang kalian juga mau pergi ninggalin daddy? IYA??" Amuk Arion tak tertahankan.

"Ki-kita ga bermaksud gitu kok dad. Kita cuma mau pergi sebentar. Ya kan kak?" Zayden menyikut lengan Jaeden.

"Hm, iya. Kita cuma pergi sebentar— ya semoga aja sebentar." Gumam Jaeden diakhir kalimat.

"B-boleh kan dad?" Tanya Zayden takut takut.

My Priorities [ JAZ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang