10 | Ace of Spades

11K 1.9K 153
                                    

Hari pernikahan tiba dan perempuan itu tidak merasakan emosi apa pun. Tidak bahagia, tidak juga bersedih. Meski begitu, Jannah tetap menampilkan senyumnya. Terlebih saat Make Up Artist yang meriasnya, merasa puas dengan hasil karyanya di wajah sang klien.

"Cantik," puji MUA itu, singkat tapi terpancar ketulusan di kedua matanya.

Mau tidak mau, Jannah mengakui. Dirinya memang merasa menjadi perempuan paling cantik di dunia saat ini. "Makasih, Mbak Aluna."

"Saras aja, Mbak Jannah. Semoga Mbak Jannah suka sama hasil riasannya ya."

"Suka banget, Mbak Saras. Makasih ya." Jannah bersungguh-sungguh. Tidak berbohong sedikit pun mengenai riasan yang diciptakan MUA sekaligus beauty vlogger favorit generasi Z tersebut.

Begitu periasnya telah pamit berlalu, Jannah kembali sendirian. Ia memang sengaja meminta waktu pada keluarga untuk tidak diganggu selama dirias dengan alasan ingin memberikan kejutan. Jika sudah siap, Jannah sendiri yang akan muncul di hadapan mereka tanpa perlu harus "dijemput". Begitulah katanya.

Sayangnya, tidak ada yang benar-benar siap di dunia ini. Semua hanya tentang waktu dan bagaimana kita menghadapinya. Termasuk Jannah dengan pilihannya untuk menikah.

Menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskannya perlahan. Jannah kemudian mengambil masker yang serasi dengan gaun sederhananya saat ini demi menghindari orang-orang menyadari senyum palsunya.

Ya, tiba-tiba saja ia merasa bersyukur. Pandemi ternyata memiliki dampak baik untuknya, terlebih pada momen seperti ini. Selain tidak perlu mengundang banyak orang karena memang Saint Wijaya Hotel, tempat di mana pernikahannya dilaksanakan, membatasi jumlah tamu, Jannah dan Candra juga memiliki alasan untuk tidak berbulan madu nanti.

Walaupun status covid 19 sedang menurun selama beberapa bulan terakhir, segalanya yang pernah ditutup pun sudah kembali dibuka, baik Salim maupun Purnomo tidak akan ada yang membantah jika menggunakan alasan "demi meminimalisir risiko penyebaran virus".

Dengan bahu menegak, sekali lagi Jannah menatap pantulan dirinya di cermin. Bidadari itu harus siap. Ini pilihannya. Begini hidupnya. Batin Jannah meyakinkan diri sendiri.

***

Tapi tidak bisa! Jannah belum siap!

Sialan! Candra sialan. Benar-benar keterlaluan. Rasanya Jannah ingin mencakar wajah kotak itu dengan kuku-kuku panjangnya.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana, Jannah?" Candra berusaha keras menyembunyikan senyumannya, tapi Jannah bisa menangkap jelas terdapat nada geli dalam pertanyaannya. "Kamu emang nggak capek?"

"Katanya kamu udah siapin kamar buat aku?!"

"Ini kamar buat kamu," jawab Candra santai. "Kita, kan, udah menikah. What do you expect, Jannah?"

Jannah lantas berbalik badan dan menyilangkan kedua lengannya di bawah dada. "Aku nggak mau satu ranjang sama kamu!" tukasnya, seraya memunggungi Candra.

"Oke."

Tidak berapa lama kemudian, Jannah mendengar dengkuran halus yang membuat perempuan itu sontak kembali menghadap sosok yang kini telah berbaring nyaman di bawah selimut.

Jannah frustrasi! Bagaimana tidak? Candra menjanjikan kamar pribadi untuknya. Mereka berjanji untuk tidur seranjang jika dalam keadaan mendesak, seperti kedatangan tamu misalnya. Akan tetapi, lelaki itu mengingkarinya. Dengan mudahnya Candra mengatakan bahwa ia telah memberikan kamar tersebut untuk dua orang bibi yang mulai saat ini bekerja di tempat mereka. Tersisa 2 kamar lagi yang masih direnovasi dan yang satunya berbentuk gudang. Pilihan Jannah hanya...

House of Cards #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang