Alam diam di dalam mobilnya, menatap Wendy yang berbincang dengan Ares— rekan kerja Alam yang juga kenal Wendy. Alam tahu mereka dekat karena Alam sering melihat Ares berkeliaran di apartemen.
Setelah sekian lama tidak melihat mereka bersama, kini Alam melihatnya lagi. Mungkin karena Ares di tugaskan sementara di perusahaan cabang.
Alam mengetik pesan untuk Wendy, Alam memutuskan untuk pulang bareng saja dan menunggu Wendy di perempatan yang tidak jauh dari perusahaan.
Wendy masih asyik berbincang, sesekali mendengarkan pengalaman Ares saat bekerja di tempat baru.
"Apa ada yang nyantol?" Wendy memicingkan matanya, menggoda Ares yang terlihat salah tingkah.
"Engga! Apa sih, Wen. Aku udah bilang kalau soal itu masih belum kepikiran,"
Wendy terkekeh."Iya-iya, kamu sama kayak aku. Aku paham," balasnya.
Keduanya terus berbincang, bersantai di depan perusahaan yang terlihat ramai dipenuhi orang berlalu lalang, tanpa sadar Alam sudah kebosanan di perempatan.
Alam mendial nomor Wendy sampai 30 kali lebih tapi masih saja tidak diangkat. Alam yang kepalang kesal menyalakan mobil dan kembali ke kantor. Alam akan menyeret Wendy, tidak peduli dengan kesepakatan waktu tadi pagi.
Kekesalan di kepala Alam semakin mendidih saat melihat Wendy masih berbincang dengan Ares.
Alam keluar, membanting pintu lalu membawa langkah lebarnya ke arah dua manusia yang asyik mengobrol.
Alam meraih lengan Wendy, membuat obrolan mereka terhenti. Wendy menatap Alam kaget.
"Cek ponsel!" Alam berujar dingin, tanpa melirik Ares yang mengamati keduanya.
Wendy gelagapan, menarik tangannya dari cekalan Alam. "Ah itu ponsel di mode-"
"Pulang!" Alam kembali menarik lengan Wendy.
Wendy jelas saja ingin menolak, dia tidak ingin menyebar rumor yang pasti akan memanas kalau dia masuk ke mobil Alam.
"Lepas! Ga mau!" Wendy menyentak lengan Alam.
Ares berdiri, menghadang Alam. "Ada apa? Jangan paksa dia," larangnya dengan serius.
Alam menatap Ares datar namun berkilat penuh peringatan. Alam yakin, insting pria mereka satu arah sekarang.
"Res, ki-kita pergi. Ga jelas banget dia," Wendy berujar ketus tanpa melirik Alam.
Ares meraih lengan Wendy, membawa Wendy menjauh dari Alam.
"Kalian deket?" tanya Ares di setiap langkahnya.
Wendy menggeleng. "Kita cuma tetangga, kamu tahu itu," balasnya dengan berharap Ares tidak banyak bertanya.
Alam masih diam di tempatnya, menatap keduanya dengan tangan terkepal. Andai Wendy tidak hamil, Alam pasti akan menyeretnya tanpa ampun.
***
Wendy masuk ke dalam apartemen, Alam sudah ada di sana. Kini Wendy menyesal memberi tahu kunci akses apartemennya pada Alam.
Alam melirik Wendy sekilas, wajah datar Alam cukup membuat Wendy terusik.
"Gue cuma mau pastiin lo sampe, gue pergi," Alam meraih barang-barangnya.
Wendy mengamati Alam yang mengambil semua barangnya, seperti akan kembali ke apartemennya sendiri.
"Pi-pindah?" Wendy bertanya dengan ragu dan agak gengsi.
"Hm, lo seneng?" Alam melirik Wendy sekilas, acuh tak acuh.