19. Cemburu

74.2K 6.5K 97
                                    

      Alam duduk di sebrang Bambang dan Adimas. Sudah hampir satu minggu mereka tidak nongkrong bersama. Entah itu Alam yang sibuk atau Mereka yang sibuk.

"Gimana Wendy?" Bambang yang merasa bersalah terus saja ingin tahu keadaan Wendy.

Bambang memang sama brengseknya seperti Alam, tapi dia juga sama seperti Alam yang pantang merusak perempuan yang belum di rusak. Harus mau sama mau.

Bambang menyesal menantang Alam untuk menaklukan Wendy saat itu, padahal dia tahu kalau Wendy masihlah belum terjamah.

Bambang hanya bercanda saat itu tapi dia tidak menyangka Alam malah serius dan benar-benar meniduri Wendy hingga tekdung, hamil.

"Jangan terlalu perhatian sama Wendy, dia calon gue, Bambang!" amuk Alam sebelum menyeruput jus alpukat pesanannya.

Adimas terkekeh geli, dia merasa puas karena sahabatnya terlihat tersiksa oleh penyesalan. Bambang memang sesekali harus dihukum.

"Lo tahu ga, Lam? Ni bocah—" tunjuknya pada Bambang. "Sepupu jauh Wendy di Bandung." setelahnya terbahak pelan.

Alam terkejut walau tidak ketara. "Serius? Kok bisa?" tanyanya dengan tak percaya.

"Gue kemarin pergi jenguk eyang, gue di suruh anter kue ke rumah yang banyak banget foto Wendy. Silsilahnya ga paham gue. Pokoknya gitu," Bambang memang sangat buta soal silsilah keluarga yang belibet itu.

"Secara tidak langsung, dia nyesel karena jerumusin sepupunya ke dalam mulut buaya," Adimas kembali terbahak walau pelan.

"Kurang ajar!" semprot Alam lalu menyeruput lagi jusnya dengan nikmat.

"Nyesel gue sampe bikin dia bunting," keluh Bambang dengan wajah layu.

"Gue yang anuin! Lo ga usah bikin orang salah paham, seolah-olah lo yang anuin Wendy!" amuk Alam.

Adimas kembali terbahak. "Dia kalut, Lam. Dia nyesel soal Wendy sama nyesel ninggalin janda satu anak itu," usilnya.

Alam terkekeh geli. "Serius? Gengsi di gedein sih, kayak gue dong. Gas terus walau awalnya gengsi sih ada," di comot kentang goreng itu lalu dia masukan ke dalam mulut dan mengunyahnya.

"Lo emang udah berhasil dapetin Wendy? Bukannya lo terus di gantung diakan?" sindir Bambang.

"Dia ga akan lari dari gue, ada anak di rahim dia yang iket kita," Alam menbalasnya dengan tenang.

"Dia bisa besarin sendiri atau cari cowok lain kali, yakan Mas?" lirik Bambang pada Adimas.

"Mungkin," balas Adimas acuh seraya menyesap nikmat kopinya.

Alam terdiam, jujur saja kalau dia memang terganggu soal itu. Alam takut kalau Wendy lari dan membawa pergi darah dagingnya, cintanya juga.

"Alasan dia tunda apa? Masih soal belum percaya sama lo? Iya sih, gue kalau jadi cewek pasti bakalan kayak Wendy. Pikir dua kali, sanggup ga hidup sama buaya,"

Alam tidak terganggu oleh ucapan Bambang, pikirannya masih bergelut soal kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Ah tidak! Dia sangat percaya Wendy.

"Gue percaya Wendy, dia ga mungkin cari yang lain. Dia pasti butuh tanggung jawab gue,"

"Oke.. Giliran soal gue.." Adimas menegakan duduknya. "Lusa gue mau nikahin, Dini," lanjutnya di akhiri deheman.

"SECEPET ITU?!" kompak Alam dan Bambang.

Adimas terkekeh. "Takut lepas lagi, cepetin aja. Tikungan makin bahaya, tajam," jawab Adimas kalem.

Apartemen (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang