30. Lahiran

68.5K 4.7K 26
                                    

       Alam panik saat mendapat kabar kalau Wendy akan melahirkan, dia seperti kesetanan menuju rumah sakit yang jaraknya cukup jauh itu.

Dan sekarang Alam sudah ada di dekat Wendy, istrinya yang tengah berjuang untuk melahirkan kedua anaknya.

Wendy yang pucat tak Alam abaikan, dia usap wajahnya itu, menanamkan kecupan di kening maupun pipinya tidak bosan-bosan.

"Apa yang kerasa sekarang? Masih mules?" tanya Alam dengan menyeka peluh yang tampak.

Wendy hanya mengangguk lemah, dia tidak banyak merintih dan bersuara karena rasanya memang susah di ungkapkan kata.

Wendy hanya terus berdoa dalam hati agar semua lancar. Wendy mengatur nafasnya, rasa mulas di perut begitu dominan. Wendy tidak kuat, berharap anaknya tidak lama di dalam dan bisa di ajak berjuang bersama.

"Kamu hebat, aku yakin kamu bisa!" bisik Alam dengan ditutup kecupan di pipi.

Wendy menatap Alam sayu, semakin menggenggam erat pegangannya di jemari Alam.

Alam merasakan itu dan segera mengecup punggung tangan Wendy lalu kembali mengusap wajahnya.

"Oke, udah saatnya lahiran," kata bidan perempuan yang awet muda itu.

Dua suster mulai bersiap.

Alam menelan ludah, melirik bidan dan suster lalu menatap Wendy yang semakin gelisah tanpa suara.

"Kuat, sayang." bisik Alam dengan debaran semakin menggila.

Alam yang panik, Alam yang tegang. Wendy akan melahirkan 2 bayi dan pemikiran betapa sakitnya itu membuat Alam pening sendiri dan khawatir tentu saja.

"Tarik nafas lalu buang," intruksi bidan yang langsung di turuti oleh Wendy.

Alam mengeratkan pegangan dijemari Wendy, bahkan tanpa sadar ikut menarik nafas lalu buang.

"Tarik nafas lalu buang,"

Wendy mengeratkan pegangannya dengan terus mengikuti arahan bidan dengan patuh.

"Mengejan, mba."

Wendy mulai mengejan dengan susah payah, nafasnya kian memburu lalu kembali mengejan saat bidan menyuruhnya untuk mengejan.

"Kepalanya udah keliatan. Mengejan lagi, mba.."

Alam mengabaikan kuku-kuku jari Wendy melukai kulit tangannya. Dia sangat tahu kalau Wendy lebih sakit.

"Ha~ Engggg! huh huh.." Wendy mengatur nafas sebelum kembali mengejan kuat.

Suara bayi langsung menggema, bayi berlumuran darah itu segera di bawa suster untuk di bersihkan dan di cek apakah tidak ada kekurangan.

Alam memeluk kepala Wendy, mengecup pipinya beberapa kali. "Makasih, sayang. Satu lagi, kamu bisa, kamu kuat," bisiknya lalu menyeka peluh di wajah cantik memucat itu.

Wendy terisak pelan, dia terharu bisa melahirkan anaknya. Dia berjuang sampai di titik ini, ternyata dia bisa.

"Kok nangis, sayang? Shh.. nanti pusing,"

Wendy kembali gelisah setelah beberapa menit, dokter yang sedari tadi sibuk pun mulai bersiap.

"Bayi kedua akan lahir, mulai mengejan lagi, mba."

Alam kembali gelisah, dia tidak lepas menatap Wendy yang sedang berjuang itu. Alam akan merekamnya dalam ingatan.

Wendy begitu berjuang untuk darah dagingnya, dia tidak boleh menyakiti Wendy apalagi menduakannya dengan alasan apapun.

***

Alam menatap Wendy yang tertidur karena kelelahan itu, terlihat damai dan nyaman.

Apartemen (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang