Adimas memeluk Dini dari belakang, percintaan singkatnya dengan Dini tadi begitu menggebu dan panas.
Keduanya saling menegaskan kepemilikan satu sama lain, saling menegaskan kalau mereka satu menyatu dan tidak bisa terpisahkan, saling mengisi.
"Bangun, pakaiannya di pakai terus kita pesen makan, sebelum Gibzan bangun," bisik Adimas.
Dini membuka mata, menggeliat kecil lalu beranjak dengan sesekali memungut pakaian.
Adimas sudah berlalu lebih dulu menuju kamar mandi, salah satu dari mereka sudah harus ada yang siap sebelum Gibzan bangun.
Dini berjalan lunglai menuju kamar mandi setelah minum air putih. Di pintu dia berpapasan dengan Adimas yang memang super cepat itu.
Adimas mencuri kecupan di kepala Dini tanpa menghentikan langkahnya memasuki kamar, Dini pun sama.
Adimas tersentak pelan saat melihat Gibzan sudah bangun dan anteng mengulum jemarinya sendiri.
"Eh? Anak ayah udah bangun ternyata, kok ga kasih kode, hm?" Adimas memutuskan mendekat sebelum memakai kaosnya.
Adimas mengecup gemas pipinya dengan sesekali menggigitnya manja, membuat Gibzan tersenyum dengan gusi tanpa gigi.
Adimas semakin dibuat jatuh hati oleh anaknya itu, hidupnya terasa berwarna semenjak bertemu Gibzan.
"Untung ayah temuin kamu, bunda kamu itu emang bener-bener minta ayah kurung di rumah.!" gemasnya lalu kembali menggelitiki Gibzan di pipi maupun perut menggunakan bibirnya.
"Ihh.. Bau acem.." kata Adimas yang kali ini berhasil membuat Gibzan menangis, seolah paham tengah di ejek.
"Di apain? Kamu ihh! Aku belum selesai!" Dini berseru kesal dengan masih berbalut handuk.
"Ga di apa-apain, sayang."
Selain suara tangisan, kini suara bel membuat keduanya mengalihkan fokus sejenak.
***
Agista terlihat tenang, sudah hampir satu minggu sejak kejadian hari itu dan hari inilah dia berani menghampiri anak dan mantunya.
"Mau apa lagi mamah ke sini?" Adimas memasang wajah tidak terbaca.
Dini melirik suaminya sekilas lalu menatap Agista dengan senyum tipis. "Maafin, Dini ya mah.. Gara-gara hari itu hubungan-"
"Kenapa kamu yang minta-"
"Emang aku yang salah kok, aku yang bermasalah hari itu, mood aku down banget." potong Dini tegas.
Agista menghela nafas. "Mamah yang salah, mamah paham gimana rasanya diposisi kamu.. Mamah emang kurang setuju sama pernikahan kalian karena mamah masih ragu dengan anak kalian.. Mamah tahu gimana bebasnya kamu sama Adimas, mamah cuma butuh waktu.." jelasnya dengan tenang. "Liat kamu kayak waktu itu rasanya mamah berkaca, mamah juga pernah di posisi kamu, mamah ingin tes kamu apa bisa bertahan atau kayak mamah, pergi ninggalin ayah Adimas," lanjutnya.
"Liat kamu pergi, mamah awalnya seneng tapi mamah ingat betapa sedihnya saat Adimas kecil terus bertanya soal ayahnya, mamah ga mau ada Adimas kedua.." sambungnya.
Dini berdebar, rasa haru mulai membuncah. Apakah ini awal dari mertuanya itu menerimanya dan Gibzan?
"Mah.." Adimas bersuara pelan, dia bisa melihat kesedihan dibalik wajah angkuh mamahnya.