Wendy terlihat semakin cerah, banyak tersenyum apalagi saat bertemu dengan Dini dan anaknya.
"Razi masih belum pulang?" Wendy sebenarnya merasa curiga dengan hubungan Razi dan Dini.
Harmonis sih tapi tetap saja terasa ada yang beda dan mengganjal.
Dulu saat Dini memberi kabar akan menikah dengan Razi pun membuat Wendy percaya dan tidak percaya.
Masih hangat dalam ingatan Wendy kalau Dini itu putus dengan Adimas lalu tak lama dari itu kabar Razi menikahi Dini pun sampai di telinganya.
Wendy tidak tahu jelas sih sebenarnya kenapa mereka putus, dia hanya menyimpulkan kalau Dini dan Adimas putus karena pergaulan mereka yang tidak sehat saat itu.
"Ga akan pulang," Dini menjawabnya acuh dengan sibuk mengganti popok kain yang di pakai Gibzan.
"Berantem?" Wendy yang biasanya tidak kepo di buat kepo karena mungkin dia merasa harus tahu karena Dini dan Razi keduanya sama-sama sahabatnya.
"Dia sama pacarnya," Dini menggendong Gibzan lalu memberikannya pada Wendy yang menanti.
"Ha? Pacar?" Wendy semakin penasaran.
"Selama ini kita ga kayak yang lo liat, Wen. Razi dari awal udah punya orang yang dia cinta. Nikah pun hanya sebatas kemanusiaan, tolong menolong," Dini merasa sudah saatnya untuk jujur.
"Maksudnya?"
"Razi kasihan sama gue yang hamil tanpa suami," Dini meraih beberapa popok dan hal lainnya untuk di bawa ke ruang keluarga.
"Jadi, Gibzan bukan anak Razi?" Wendy terlihat kaget.
Dini mengangguk. "Perjanjian kita ya setelah Gibzan lahir kita cerai, cumakan masih baru jadi nunggu beberapa bulan lagi," jelasnya.
Wendy sampai tidak bisa berkata-kata.
"Sorry karena selama ini kita sandiwara di depan lo supaya keluarga kita ga ada yang curiga. Razi baik banget, Wen. Tanpa dia gue ga tahu gimana," Dini menyeka sudut matanya.
"Sorry juga karena gue malah berpikir kalau Gibzan anak Adimas," Wendy menyuarakan uneg-unegnya.
Dini masih menyeka air mata yang tiba-tiba turun. "Dari awal Adimas ga mau tanggung jawab," jujurnya.
"Jadi bener? Lo udah bicarain dan dia ga mau tanggung jawab?"
Dini menggeleng. "Bukan gitu ceritanya, Wen. Gue iseng tanya dia, gue kalau hamil gimana? Dia langsung jawab, ga akan tanggung jawab karena gue sering tidur sama yang lain, sakit hati gue, Wen. Padahal gue sama yang lain ga sesering dia dan gue selalu hati-hati ga seceroboh waktu sama dia," jelasnya panjang lebar. "Gue minta maaf karena sering ajak lo biar kayak gue, bebas. Gue merasa ga adil aja karena cuma gue yang alamin tapi saat tahu lo hamil duluan gue sakit, Wen." lanjutnya.
Wendy jadi ikut terisak, Dini begitu rapuh di dalam sosoknya yang kuat dan selalu emosian.
"Maaf, gue ga tahu kalau lo sesulit itu. Gue ga peka," isak Wendy.
Tiba-tiba Gibzan menjerit, menangis, yang sontak saja membuat Dini dan Wendy menyudahi tangisannya.
***
Wendy menyandarkan kepalanya di bahu alam, tiba-tiba dia pusing dan agak mual.
"Mau pulang?" Alam mengusap kepalanya sekilas.
Wendy menggeleng pelan. "Engga, masih mau liat Gibzan main," jawabnya.
TING TONG
Wendy dan Alam menoleh ke arah pintu yang tertutup, Dini yang tengah mengganti popok Gibzan pun mendongak.