13. Berhasil Menahan

67.8K 6.9K 59
                                    

       Alam membawa Wendy memasuki rumahnya, mata Wendy masih terlihat takjub menatap semuanya. Wendy pikir Alam tidak sekaya ini.

Wendy menghentikan langkahnya. "Ga mau," cicitnya. Dia jadi takut, pikiran tentang semua orang menentang dan meremehkannya mulai menghantui.

"Ha?" Alam terlihat bingung. "Maksudnya?" lanjutnya.

"Belum siap," wajah memelas Wendy membuat Alam malah menelan ludah.

Melihat itu, Alam malah semakin ingin cepat-cepat meresmikan dalam ikatan suci pernikahan.

"Tanggung, semua udah nunggu."

"Se-semua?" gelagap Wendy dengan mengerjapkan matanya beberapa kali, pikirannya semakin gelap.

Alam menarik Wendy ke lorong sepi penjaga, mengecup bibirnya sekilas. "Jangan banyak tingkah, gue bisa-bisa bawa lo ke hotel!" bisiknya di depan wajah Wendy.

Wendy melotot lalu memukul Alam hingga memekik sakit lalu terkekeh. "Yuk, masuk." ajak Alam dengan senyum yang menenangkan.

Wendy bahkan sampai tidak sadar dengan kecupan Alam di bibirnya saking kacau pikirannya.

Wendy pasrah saat Alam membawanya ke meja makan yang begitu panjang itu.

Wendy semakin menciut, calon suaminya sungguh kaya tujuh turunan.

"Kenapa lama?" Afrizal bersuara, membuat Wendy menatapnya. Detik selanjutnya melotot saking kagetnya.

Afrizal? Bos besar di perusahaannya? Kenapa ada di sana? Wendy terus bertanya-tanya, pikirannya mulai rusuh.

"Macet, pah." Alam memeluk Afrizal.

Alam memeluk Manda yang masih mengamati Wendy. "Jangan bikin calon istri aku takut, mah," bisiknya yang sontak membuat Manda sadar.

"Mamah ga niat gitu, mamah cuma masih ga percaya kamu bisa serius sama satu perempuan. Ini kali pertama. Mamah pikir kamu ga akan berubah, ternyata kamu yang terbawa arus pepatah paman kamu, bisa berubah juga kayak dia,"

Wendy terlihat kaku, gugup dan semua campur aduk. Jantungnya berdebar, apalagi saat mengingat perilakunya pada Alam dulu. Untung saja dia tidak di pecat.

"Kenalin, ini Wendy," Alam meraih pinggang Wendy yang kaku itu.

"Wendy pak, emh tante."

Afrizal tersenyum tipis khasnya. "Panggil papah, kita sedang di rumah," balasnya. Sebenarnya Afrizal sudah tahu soal Wendy, semua hasil kerjanya selalu bagus.

"Ah iya.."

"Panggil mamah juga, ayo duduk. Kita makan malam abis itu ngobrol. Mamah mau kenal kamu lebih jauh, ini kali pertama Alam bawa perempuan dan di kenalin sama mamah."

Wendy tersenyum dengan canggung, ini juga menjadi yang pertama kali bagi Wendy datang ke rumah calon mertua.

***

"Emh—" Wendy terlihat kaget, serangan Alam terlalu mendadak. Wendy tidak siap bahkan harusnya menolak tapi entah kenapa dia malah pasrah.

Ciuman Alam semakin panas, tidak masalah dengan Wendy yang tidak membalas karena Alam maklum. Biar nanti saat mereka sudah suami istri barulah akan dia ajarkan. Tentang semua hal.

"Emh—lew—mphas," Wendy memukul dada Alam, dia butuh bernafas.

Alam melepaskan pagutannya, keduanya terengah dengan kening menyatu.

"Kenapa—" Wendy mengatur nafasnya yang mulai normal. "Ga izin?" lanjutnya tanpa berani menatap Alam, tatapannya terlalu dalam dan gelap. Wendy takut tenggelam.

Apartemen (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang