00:17

1.3K 106 7
                                    

Manik itu mulai terbuka. Mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang ada di ruangan tak asing itu. Bocah berusia 14 tahun itu coba menggerakkan tubuh yang terasa kaku.

Kini punggung mungil si rambut pirang telah bersandar pada kepala ranjang. Menatap sekeliling yang lagi-lagi tidaklah asing. Kamarnya.

Clek

Pintu terbuka, menampilkan sosok yang beberapa hari terakhir tidak dilihatnya. Orang itu mendekat, diikuti sosok lain di belakang.

Kedua laki-laki itu tersenyum hangat. Menatap penuh kerinduan pada sosok yang kini memandang datar. Yang di belakang hanya kembali tersenyum tipis.

"Ikie.. Sudah sadar? Ada yang pusing? Ada yang sakit? Bilang sama ayah, nak." Riki menggeleng sebagai jawaban.

Tuan Kim tersenyum teduh.

"Makan ya. Ayah yang masak loh.."

Nampan berisi dada ayam kukus tanpa rasa serta saus tomay sebagai pelengkap diserahkan pada yang sedari tadi mengekor.

Sunoo. Pemuda itu mendekat ke pinggiran ranjang untuk duduk. Sang ayah sudah keluar. Memberi ruang kedua kakak beradik itu untuk sedikit meluruskan sesuatu (?)

Dada ayam tak berasa itu disumpit lalu disodorkan tepat ke depan bilah bibir pucat Riki.

Sunoo tidak berniat membuka suara. Ia berusaha bersikap tenang, meski sebenarnya sangat ingin memeluk tubuh bongsor adiknya.

Bibir itu terbuka, bukan untuk makan, tapi bertanya.

"Bisa jelaskan semuanya?" Pertanyaan yang lebih seperti pernyataan.

Sunoo mengulas senyum tulus. Ia meletakkan kembali piring di pangkuannya ke nakas. Jemarinya menelusuri poni pirang milik sang adik.

"Apa yang dia katakan, hm?" Tanya pemuda manik rubah itu, basa-basi. Sudah pasti semua dibocorkan oleh wanita gila itu.

"Semuanya? Mungkin." Sahut Riki, ragu.

"Kalau kakak cerita dari awal. Kie bakal percaya?" Riki mengangguk. Terlihat keraguan dalam jawaban itu.

Sunoo mengulas senyum, lagi. Pipi tanpa rona marah muda itu diusap lembut. Manik rubah dan manik puma itu bertemu. Menyalurkan arti masing-masing.

"Nishimura Riki."

"Nishimura Kei."

"Kalian memang saudara kandung."

Riki terdiam. Entah mengapa ia merasa sesak. Mendengarnya langsung dari orang paling ia sayangi. Jadi.. Sunoo bukan kakak kandungnya? Huh..

"Aku bukan kakak kandungmu."

"Kei sudah mengatakan itu, bukan?"

"Ikie baru 2 tahun waktu datang ke rumah ini."

Sunoo tersenyum mengingat kejadian itu. Riki kecil yang berlarian di ruang keluarga. Menggemaskan.

"Ayah yang bawa, Kie. Dari panti asuhan ujung kota, punya paman Kie."

"Tepat satu tahun sebelumnya. Kak Sona meninggal. Bunda depresi. Karena kak Sona meninggal secara tidak wajar. Dia dibunuh."

Raut terkejut sangat ketara di wajah pucat Riki.

"Ayah ngajak bunda buat adopsi anak. Keliling kota, dari panti ke panti."

"Sampai kami bertemu dengan, Kie."

"Bunda sangat ingin kamu. Begitupun kak Noo."

"Ayah mengurus berkas. Tapi waktu itu ada yang janggal. Pengurus panti seolah mengulur surat perizinan."

The Darkness Side Of Friendship [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang