🌼🌼🌼🌼🌼
Langkah tergesa-gesa permaisuri diikuti oleh beberapa dayang istana. Terlihat panik dengan air mata yang terbendung di pelupuk, siap menetes kapan saja. Hanya satu tujuannya pagi itu, yaitu menemui kaisar.
Rasa takut yang sempat dia rasakan menghilang ketika mendengar kabar bahwa adik kandungnya, Menteri Wu kini tengah diseret paksa ke penjara.
Kasus yang dituduhkan adalah penggelapan pajak.
“Yang Mulia!”
Kaisar yang tengah berjalan santai menyusuri lorong bersama para menteri dan kasim istana menghentikan langkah mereka. Seruan itu hanya dibalas dengan seringai sinis.
“Yang Mulia, bo-boleh aku meminta waktu Yang Mulia. Ada yang ingin aku bicarakan!” pinta permaisuri dengan wajah panik.
Kaisar melirik para menteri di belakangnya, kemudian tersenyum kepada permaisuri.
“Tentu, selalu ada waktu untuk permaisuriku,” ucapnya. Kata-kata yang sangat palsu dan terpaksa diucapkan untuk menjaga citra baik di depan klan lain yang memegang kedudukan penting di istana.Kaisar mengajak permaisuri masuk ke salah satu ruang baca di dekat tempat itu. Beberapa kasim istana yang mengikuti menunggu di luar pintu.
Kaisar tahu pasti apa yang ingin dibicarakan permaisuri, namun lelaki itu tetap bertanya, “Apa yang ingin kau katakan, Permaisuri?”
“Yang Mulia, adikku tidak bersalah! Aku mohon---”
“Permaisuri, jika ini tentang Menteri Wu, aku harap kau dapat bersikap bijaksana. Bukti-bukti menunjukkan bahwa dia memang bersalah,” ujar kaisar sebelum permaisuri sempat menyelesaikan ucapannya.
“Tidak. Ini tidak benar, Yang Mulia! Adikku bukan orang seperti itu!” sanggah permaisuri. Wanita itu tahu pasti bahwa adiknya adalah orang yang bisa dipercaya.
Lagi pula, untuk apa adiknya menggelapkan pajak. Selama ini klan Wu adalah klan elit yang selalu memiliki posisi penting di istana. Klan Wu tidak pernah kekurangan harta dan seluruh anggota keluarga hidup dengan makmur. Ketika Klan Wu mengemban tugas sebagai pejabat negara, maka kekayaan bukanlah tujuan utama.
Mendengar ucapan permaisuri membuat kaisar sekuat tenaga menahan senyumnya. “Apa kau punya bukti yang menunjukkan bahwa Menteri Wu tidak bersalah?” Senyum yang terkesan mengolok-olok ditunjukkan. Pria itu terlihat sangat santai, berdiri di hadapan permaisuri dengan posisi kedua tangan di letakkan di belakang punggung. “Tentu saja kau tidak punya bukti bahwa dia tidak bersalah.”
Kaisar berbalik, hendak melangkah pergi. Namun ia urungkan ketika mendengar isak tangis dari permaisuri.
“Kenapa ... hiks ... kenapa Paduka melakukan ini? Apa Paduka marah padaku karena Shiying?"
Mendengar nama Shiying disebut membuat senyum di wajah kaisar menghilang, digantikan oleh ekspresi datar dan dingin. Pria itu berbalik, menatap tajam ke arah permaisuri yang masih menitikkan air mata.
“Permaisuri, masalah ini jelas tidak ada kaitannya dengan Pendeta Suci. Menteri Wu layak dihukum atas kejahatannya.”“Yang Mulia! Aku tidak pernah bermaksud melukai Shiying. Dua muridnya yang telah bersalah, membuatku hampir terkena air panas. Aku bermaksud menghukum mereka! Tapi ... tapi Shiying sendiri yang mengajukan diri untuk menerima hukuman itu.”
“Dan kau tetap melaksanakan hukuman itu?!” Tangan Kaisar terkepal erat, kemudian terulur perlahan untuk mencengkeram rahang permaisuri. “Sekalipun itu memang salahnya, Shiying tidak boleh dihukum. Tidak ada yang boleh menyentuh Shiying dengan lancang! Dia milikku. Dan kau ... berhenti menyebut namanya! Berikan rasa hormatmu kepada pendeta suci kerajaan. Hanya aku yang boleh menyebut nama Shiying!”
![](https://img.wattpad.com/cover/292994558-288-k359396.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
🍁ETHEREAL🍁
FanfictionSaat itu musim semi, hari di mana Shiying menerima dua bocah laki-laki sebagai muridnya. Baili Hongyi dan Xie Yun, mereka dua anak korban perang. Kembar, namun memiliki sifat yang bertolak belakang. Semilir angin menerpa daun yang telah menguning, m...