16. White Autumn

813 134 25
                                    

🌼🌼🌼🌼🌼

Pemandangan pertama yang dilihat Shiying ketika membuka mata adalah wajah Baili yang menatap khawatir kepadanya. Shiying menyadari dirinya telah berada di atas ranjang. Selain Baili yang setia menjaga, ada pula Paman Qing di sana. Paman Qing menggunakan jarum akupuntur, menancapkan sebuah jarum di punggung tangan Shiying dengan hati-hati.

“Guru? Apa yang Guru rasakan? Apakah ada bagian tubuh Guru yang sakit?” tanya Baili.

Shiying perlahan bangun dan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Melihat Shiying berusaha bangun, Baili membantunya.

“Guru, pelan-pelan.” Pemuda itu menoleh ke arah Paman Qing. “Paman, bagaimana keadaan Guru?”

Jarum akupuntur di punggung tangan Shiying kembali dicabut. Paman Qing menatap Baili, kemudian menggeleng pelan.

“Paman! Apa maksud Paman?!” Baili tidak suka dengan ekspresi itu, seolah-olah penyakit sang guru sangat serius.

“Tuan, Anda perlu istirahat lebih banyak. Paman akan membuatkan Anda sup herbal,” ucap Paman Qing kepada Shiying.

Shiying tersenyum tipis. “Maaf merepotkanmu, Paman.”

“Paman, Guru sakit apa?!” Baili masih keukeuh bertanya.

Paman Qing kembali menggeleng, kemudian menjawab, “Tuan Shiying tidak sakit. Beliau hanya perlu istirahat lebih banyak.” Setelahnya, Paman Qing pergi dari sana, bergegas menuju ruang obat untuk membuat ramuan herbal yang akan dia berikan untuk Shiying.

Waktu serasa berjalan sangat lambat. Baili hanya diam, menatap wajah sang guru yang sedikit pucat. Tanpa ada sepatah kata yang terucap, murid dan guru itu saling pandang selama beberapa saat.

Perlahan, tangan Baili terulur untuk menggenggam punggung tangan sang guru. Sangat banyak yang terjadi selama beberapa hari ini. Mungkin sang guru terlalu banyak berpikir sehingga mengganggu kesehatannya.

“Guru belum makan apa-apa sejak pagi. Bagaimana kalau aku membuatkan Guru bubur?” tanya Baili.

Shiying tersenyum tipis, kemudian menggeleng. “Tidak usah.”

“Guru harus makan!” protes Baili.

Shiying kembali menjawab pemuda itu dengan senyum lembut yang tersemat di bibir, seolah mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa dan semua akan baik-baik saja.

Baili menyandarkan kepalanya di pangkuan Shiying. Shiying pun mengelus kepala pemuda itu dengan lembut. Mereka sama-sama bernostalgia, sekitar tujuh atau delapan tahun yang lalu, ketika Baili dan Xie Yun belum lama tinggal bersama sang guru. Mereka mulai memiliki kebiasaan bersandar di pangkuan sang guru. Saat itu, Shiying akan mengusap kepala si kembar. Usapan dari tangan halus yang terasa sangat lembut dan penuh kasih sayang, mirip sentuhan seorang ibu kepada anak-anaknya.

“Guru.”

“Heum?"

“Mengenai pedang itu ... seorang pria aneh yang telah memberikannya kepada kami. Pria itu mengenalkan dirinya sebagai seorang jenderal dari kerajaan kami.” Baili mulai menceritakan kejadian beberapa bulan yang lalu. “Pria itu juga membawa kami ke perkemahannya. Mereka semua adalah mantan prajurit Wei Utara. Mereka berharap kami dapat memimpin pasukan untuk merebut kembali istana.”

Gerakan tangan Shiying terhenti. Lelaki itu memejamkan mata, membuat setetes air mata perlahan mengaliri pipinya. “Apa kau masih ingat di mana tempat itu?”

Baili menatap sang guru. “Guru ingin pergi ke sana?”

Shiying mengangguk. “Mereka bukan orang baik. Ayo kita jemput saudaramu.”

🍁ETHEREAL🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang