🌼🌼🌼🌼🌼
Angin kencang menggugurkan dedaunan. Alunan pedang senada dengan gerak tubuh yang indah. Putih, suci, tak tersentuh. Shiying mengawali paginya dengan berlatih ilmu pedang di halaman paviliun.
Jika biasanya ada dua saudara berwajah sama yang menemani, maka tidak dengan hari ini. Pagi-pagi sekali Baili dan Xie Yun sudah berpamitan untuk mencari beberapa tanaman obat. Mereka membantu meringankan pekerjaan Paman Qing.
Bunga ying hua yang berguguran menjadi pertanda berakhirnya latihan pedang pada pagi itu. Shiying melihat bunga kamelia yang sama di dalam mimpinya, namun tidak seindah ini. Sepi yang dia rasakan juga sama seperti pagi ini, tapi rasa sepi dalam mimpinya jauh lebih menyakitkan.
Shiying mengulurkan telapak tangan, membuat satu dari sekian ratus kelopak bunga ying hua yang jatuh berguguran mendarat di tangannya. Ditatapnya kelopak bunga itu dengan pandangan sedih, merasakan sebuah perpisahan yang kian dekat.
Anak-anak itu sudah dewasa sekarang. Shiying tidak tahu mengapa, dia tidak pernah bisa melihat masa depan anak-anak itu dengan jelas. Yang dia lihat hanyalah sebuah perpisahan, kesedihan dan rasa sepi. Beberapa potongan mimpi tidak mampu dia sambung menjadi sebuah kejadian yang utuh.
Menjatuhkan bunga kamelia di atas telapak tangan, kemudian Shiying menyimpan kembali pedang miliknya. Jubah sutra putih tertiup angin, tergelar indah ketika pria itu berjalan meninggalkan arena latihan.
Sementara di tempat lain, di sebuah bukit luas yang sedikit jauh dari kediaman milik Shiying, Baili dan Xie Yun tengah asyik memanjat pohon yangmei.
(Yangmei = Arbei Tiongkok)
Dua keranjang kosong yang biasa digendong di punggung kini diletakkan sembarang di bawah pepohonan. Si kembar malah asyik memanjat pohon sambil memakan buah arbei.
"Baili, arbei di sini cukup manis. Apa kita bawa pulang saja. Kita berikan kepada guru," usul Xie Yun seraya menatap arbei di tangannya.
"Bodoh! Guru pasti marah kalau sampai tahu kita mencuri buah-buahan ini," jawab Baili. "Sebaiknya jangan."
"Heh, pepohonan di sini tidak ada pemiliknya. Itu artinya kita tidak mencuri. Kita hanya meminta dari alam," sanggah Xie Yun. "Pokoknya aku akan memetik beberapa untuk guru."
Baili mulai meragu. Tidak ingin kalah dari Xie Yun, pemuda itu ikut memetik beberapa buah arbei untuk sang guru. Baili kembali menoleh ke arah Xie Yun setelahnya. "Tunggu, bagaimana kalau ternyata ada pemiliknya?"
"Tetap tidak apa-apa karena kita tidak tahu siapa pemiliknya," jawab Xie Yun malas. Pemuda itu tak habis pikir kenapa dirinya bisa memiliki saudara kembar dengan sifat kaku dan patuh aturan seperti itu.
Puas dengan beberapa buah arbei yang dipeluk dengan kedua tangan, dua saudara itupun melompat turun dari pohon, mereka memasukkan buah arbei ke dalam keranjang masing-masing, kemudian melanjutkan perjalanan untuk mencari tanaman obat.
Hari sudah siang ketika dua saudara itu mengumpulkan tanaman obat yang mereka butuhkan. Mereka tidak lantas pulang setelah tugasnya selesai, memilih untuk pergi ke desa terdekat, beristirahat di sebuah kedai untuk membeli makan siang.
Baili dan Xie Yun singgah di sebuah rumah makan yang cukup ramai. Mereka memesan mie, daging babi dan satu kendi kecil arak. Mumpung tidak keluar bersama sang guru, pikir Xie Yun. Pemuda itu lagi-lagi mengajak saudara kembarnya untuk minum arak.
Ini bukan kali pertama mereka mencoba arak. Mereka sudah beberapa kali minum arak saat pergi ke kota tanpa sang guru. Hanya sedikit untuk meredakan dahaga, tidak terlalu banyak karena khawatir akan mabuk dan ketahuan oleh sang guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
🍁ETHEREAL🍁
ФанфикSaat itu musim semi, hari di mana Shiying menerima dua bocah laki-laki sebagai muridnya. Baili Hongyi dan Xie Yun, mereka dua anak korban perang. Kembar, namun memiliki sifat yang bertolak belakang. Semilir angin menerpa daun yang telah menguning, m...