12. Falling Leaves

798 139 28
                                    

🌼🌼🌼🌼🌼

“Baili ....”

Suara lemah yang sangat familiar membuat Baili terjaga dari tidurnya. Pemuda itu membuka matanya jengah. “Guru?”

“Baili ....”

Baili membuka mata sepenuhnya ketika menyadari bahwa bukan hanya sang guru yang kini berada di ranjang itu.

Di hadapannya, terlihat sang guru tengah duduk dengan wajah pucat. Xie Yun berada tepat di belakang lelaki itu. Tampak tangan Xie Yun tengah memegang sebilah pisau. Pisau yang pernah diberikan sang guru untuknya.

Baili terkejut bukan main, langsung mendudukkan dirinya dengan wajah tegang. “Xie Yun, apa yang ....”

Xie Yun menyeringai, kemudian mengarahkan pisau itu ke leher sang guru seraya berbisik, “Kau pembunuh! Kau pantas mati!”

“Xie Yun!”

.
.
.

Baili terbangun dari tidurnya dengan keringat yang membasahi kening. Pemuda itu spontan menoleh ke samping, merasa sedikit tenang ketika melihat sang guru masing berbaring nyaman di sebelahnya.

"Eungh ...,” lenguhan lemah diikuti oleh sepasang mata yang perlahan terbuka, terlihat sayu namun tidak mengurangi keindahannya. “Selamat pagi,” sapa Shiying dengan suara sedikit serak.

“Pagi, Guru,” jawab Baili.

Keduanya sama-sama bangun dan mendudukkan diri. Baili masih gugup, sama seperti malam sebelumnya. Pria itu melihat ruam kemerahan di leher sang guru, membuatnya merasa bersalah dan sangat malu. Hasil dari perbuatan nakalnya semalam ternyata menimbulkan bekas.

Baili mulai cemas, berharap sang guru tidak menyadari ruam kemerahan itu. Jika sang guru sampai curiga, maka tamatlah riwayatnya.

Shiying sendiri tampak biasa-biasa saja. Memulai pagi seperti biasa dengan merapikan rambut panjangnya.

“Guru, a-aku ... aku akan kembali ke kamarku untuk mandi,” pamit Baili dengan sedikit terbata-bata. Ekor mata pemuda itu bergerak tidak tenang, sama sekali tidak berani menatap leher sang guru yang kini memperlihatkan hasil karya dari bibirnya semalam.

Shiying menjawab dengan lembut seperti biasanya, “Mn, pergilah.”

Baili buru-buru pergi meninggalkan kamar sang guru, sedangkan si pemilik kamar kini bergerak turun dari ranjang setelah merenggangkan otot leher beberapa saat. Shiying merasakan lehernya sangat kaku pagi ini. Mungkin karena dia tidak terbiasa berbagi tempat tidur dengan orang lain. Dulu Baili masih anak-anak, berbeda dengan sekarang di mana pemuda itu sudah dewasa, memiliki bahu dan punggung yang lebar, juga postur tubuh  yang tinggi besar.

Shiying mengambil jubah mandi miliknya, berjalan memasuki kamar mandi ketika tiba-tiba suara ketukan pintu menginterupsi.

Tok ...
Tok ...

“Tuan ...,” panggil salah seorang pelayan.

“Ada apa?” Shiying menyahut dari dalam kamar, enggan membuka pintu karena dirinya masih mengenakan pakaian tidur.

“Tuan, kaisar ingin segera menemui Anda,” jawab si pelayan.

Bersamaan dengan ucapan itu, terdengar suara seorang pria berseru, “Yang Mulia Kaisar tiba.”

Shiying sangat hafal suara itu. Itu adalah suara kasim istana yang biasa mengawal kaisar.

“Huh?” Terkejut karena sang kaisar datang pagi-pagi sekali. Ditambah lagi, pria itu tidak menunggu di paviliun seperti biasanya. Kaisar langsung mendatangi kamar Shiying secara pribadi.

🍁ETHEREAL🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang