27. OBSESSED

834 116 15
                                    

CHAPTER 27

Tang Hao berjalan menaiki singgasana raja. Lelaki tua itu meraba kursi singgasana, kemudian duduk di sana. Tidak ada tempat yang lebih cocok untuknya selain tahta ini. Dan sebentar lagi, keinginannya akan tercapai.

Delapan tahun yang lalu, jika saja pasukan Kaisar Hou tidak menyerang, mungkin dirinya sudah berkuasa. Namun, tidak masalah karena keinginan yang sempat tertunda akan terwujud sebentar lagi.

Bagi Tang Hao, Xie Yun memiliki peran penting dalam rencananya. Seorang pemuda yang sangat berambisi untuk membalas dendam tidak sadar bahwa dirinya sedang membantu pembunuh orang tuanya. Anak kecil yang naif memang sangat mudah untuk ditipu.

Tang Hao mulai berpikir bahwa ramalan seorang pendeta dua puluh tahun yang lalu memang benar. Keturunan Raja Yuan akan membawa kehancuran. Bukankah hal itu sudah terbukti saat ini? Anak terkutuk yang bahkan tidak segan-segan untuk membunuh saudaranya sendiri.

****

Ranjang mewah di dalam istana utama tampak sangat berantakan pagi itu. Xie Yun tengah bertelanjang dada, duduk merenung di tepi ranjang, membelakangi Shiying yang masih berbaring menyamping dengan selimut berwarna coklat keemasan yang menutupi tubuh telanjangnya.

"Aku akan memerintahkan orang untuk pergi ke dasar jurang itu," ucap Xie Yun memecah keheningan.

Shiying menggenggam kuat kain selimutnya. "Untuk apa? Kau ingin memastikan bahwa dia sudah benar-benar mati?"

Kain selimut ditarik dengan kasar. Xie Yun menarik kaki Shiying hingga tubuhnya mendekati tepi ranjang, membuat lelaki itu panik.

"Lepaskan! Lepaskan!" seru Shiying seraya memukuli tangan Xie Yun.

Xie Yun sejenak melepaskan Shiying. Pemuda itu mengambil jubahnya yang tergeletak di lantai dan mengambil sebuah kunci dari sana.

Xie Yun melepas belenggu di tangan dan kaki Shiying, membuat Shiying sedikit heran. Sesaat kemudian pemuda itu berkata, "Sepertinya aku tidak butuh rantai ini untuk menahanmu."

Plak!

Begitu rantai dilepaskan, Shiying langsung menampar pipi Xie Yun dengan keras. Tamparan itu tidak terlalu menyakitkan. Xie Yun justru tersenyum sinis setelah menerima tamparan di pipinya.

Mengabaikan sorot mata Shiying yang terlihat berkaca-kaca, Xie Yun mengangkat tubuh lelaki itu, menggendongnya di bahu menuju kamar mandi.

Kamar mandi yang bersebelahan dengan kamar utama adalah kamar mandi raja. Kolam mewah dengan balutan batu marmer yang diisi dengan air hangat. Beberapa pelayan masuk dari pintu lain beberapa saat yang lalu untuk menaburkan banyak bunga dan wewangian. Kolam itu siap dipakai ketika Xie Yun membawa gurunya masuk ke sana.

Xie Yun membawa Shiying masuk ke dalam kolam pemandian. Mereka berendam bersama. Xie Yun sesekali mengusap tubuh sang guru dengan kelopak bunga. Terlihat tubuh ramping itu memar di beberapa bagian. Pergelangan tangan tampak lebam oleh bekas belenggu, juga bekas cengkeraman tangan Xie Yun sendiri.

"Aku akan memanggilkan tabib untuk merawat lukamu," ucap Xie Yun.

Shiying tidak menjawab, hanya terdiam seraya menatap kosong. Bagaimana keadaan Baili sekarang? Shiying berharap pemuda itu selamat.

Baili Hongyi ....

Shiying berharap dia pergi sejauh mungkin dari negeri ini. Tidak perlu lagi mencari dan bertemu. Shiying merasa tubuhnya sangat kotor dan malu bertemu dengan pemuda itu.

Larut dalam lamunan, Shiying sama sekali tidak mempedulikan Xie Yun. Xie Yun merasakan sakit di hatinya. Pemuda itu berpikir, apakah ini yang benar-benar dia inginkan? Membalas dendam, menyiksa Shiying dan bahkan membunuh saudaranya sendiri.

Disentuhnya pipi Shiying dengan lembut. Xie Yun mendekatkan wajahnya, kemudian mencium bibir Shiying. Sedangkan Shiying tidak lagi menunjukkan perlawanan. Hanya diam seperti boneka, terlihat kosong, tidak menolak, namun tidak juga membalas sentuhan Xie Yun di bibirnya.

Ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Xie Yun. Pemuda itu berpikir bahwa Shiying tidak akan bisa menolaknya jika dia menjadi seorang raja. Meraih kembali tahta mendiang sang ayah, menjadikan Shiying permaisurinya.

Namun tampaknya kini kebencian Shiying jauh lebih besar, mengalahkan rasa kasih sayang selama delapan tahun yang telah mereka jalani bersama.

Siapa yang telah ditipu dan dibodohi? Dan hati siapa yang lebih terasa sakit?

Ciuman itu terasa hampa. Xie Yun menghentikan ciumannya. Tubuh Shiying dipeluk dengan dengan lembut. "Guru, apa yang kau inginkan? Istana yang megah, kekuasan, negeri ini. Aku bisa memberikan segalanya untukmu. Apa pun yang kau minta, aku akan mengabulkannya."

"Bunuh saja aku," lirih Shiying.

Xie Yun melepaskan pelukannya, menatap nanar wajah Shiying yang tampak pucat dan lelah.

Shiying mengulangi ucapannya, "Bunuh saja aku. Kau bilang kau akan mengabulkan semua permintaanku. Maka, bunuh aku."

Tatapan Xie Yun terlihat memerah oleh cairan bening yang siap menetes ke pipi kapan saja. Memaksakan diri untuk tersenyum di saat hatinya merasa hancur. Tubuh Shiying didekap, kemudian digendong keluar dari kolam pemandian.

Xie Yun membawa Shiying kembali ke ranjang. Atas perintah dari Xie Yun, para pelayan telah menyiapkan pakaian untuk Shiying. Gaun putih nan indah berbahan sutra.

Xie Yun mengenakan jubah tidur, mengeringkan tubuh Shiying dengan telaten, kemudian memakaikan pakaian itu. Terlihat seperti seseorang yang sedang mendadani boneka, Shiying sama sekali tidak bicara bahkan tidak menatap Xie Yun yang tengah merawatnya.

Usai memakaikan baju, Xie Yun menyisir rambut panjang Shiying, memakaikan hiasan bunga, membuat Shiying terlihat semakin cantik.

Setelah selesai menata rambut Shiying, Xie Yun memasang kembali sebuah belenggu di kaki kanan Shiying. Sekarang segalanya terlihat sempurna. Shiying yang cantik kini terkurung dalam sangkar emas miliknya.

"Kau sangat ingin mati. Kenapa tidak berikan saja nyawamu kepadaku. Tubuh dan nyawamu adalah milikku," ucap Xie Yun.

Shiying memberikan lirikan tajam. "Kematian akan terasa lebih baik," jawabnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah." Xie Yun meraih pipi Shiying, mulai ketagihan dengan bibir mungil milik sang guru yang menurutnya terasa sangat manis.

Bibir itu dilumat dengan sedikit kasar. Waktu seolah berjalan sangat lambat. Xie Yun menyadari satu hal, bahwa saat-saat paling indah dalam hidupnya adalah ketika Shiying ada di sisinya.

Harum aroma bunga kamelia memberikan ketenangan bagi jiwa. Tubuh ramping nan rapuh, sangat nyaman ketika sepasang tangan kekarnya menangkap pinggang sang guru, kemudian merengkuh tubuh itu dengan erat.

"Enh ... eungh ...."

Lenguhan Shiying membuat Xie Yun tersadar dari lamunan. Melepaskan ciuman, kemudian berdiri dari ranjang dan mengenakan pakaian.

"Pelayan akan membawakan makanan sebentar lagi. Aku akan menemuimu siang nanti," ucap Xie Yun, kemudian keluar dari kamar itu.

Shiying masih duduk termenung di tepi ranjang. Menatap ke kakinya, melihat rantai belenggu terikat di sana. Kini, segalanya terlihat seperti nostalgia, mengingatkan Shiying akan hari-harinya di istana lama. Dulu, Shiying juga pernah dikurung seperti ini meskipun kakinya tidak dibelenggu. Kemudian Kaisar Hou naik tahta dan dia akhirnya bebas.

Setetes air mata kembali membasahi pipi. Ke mana hari-hari indah itu. Hari-hari di mana Shiying melihat dua bocah laki-laki berlarian menyambut salju. Mereka bercanda, tertawa dan sesekali akan bertengkar. Dua anak itu kini telah tumbuh dewasa dan segalanya berubah. Dendam, air mata, pengkhianatan. Shiying masih tidak percaya bahwa Xie Yun sanggup menyakiti saudara kembarnya sendiri.

Kenapa bukan dirinya saja yang jatuh ke jurang itu dan mati? Setidaknya hal itu lebih bisa diterima. Apa salah Baili sehingga Xie Yun tega menyakitinya? Memikirkan itu semua benar-benar membuat Shiying ingin mati.

TBC


🍁ETHEREAL🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang