18. ROYAL POSESSION

739 128 15
                                    

🌼🌼🌼🌼🌼

Hari-hari musim gugur terasa sangat panjang. Udara terasa semakin dingin kala mendekati penghujung musim. Shiying mengamati dedaunan yang menguning, perlahan gugur, menyisakan dahan dan ranting pohon yang gundul. Burung-burung tak lagi berkicau riang, tampak berterbangan mengumpulkan biji-bijian untuk dibawa ke sarang dan menjadi persediaan makanan menyambut musim dingin yang sebentar lagi akan tiba.

Pedang berayun indah membelah angin. Baili berlatih dengan serius pagi itu, belum menyadari kehadiran sang guru di sisi samping arena latihan. Pemuda itu baru menyadari kehadiran sang guru ketika latihan pedangnya telah selesai.

“Guru?”

Shiying tersenyum tipis menatap Baili.

“Kenapa Guru ada di sini? Udaranya sangat dingin, Guru!” omel Baili.

“Tidak dingin,” sanggah Shiying. Lelaki itu mengulurkan tangannya, kemudian mengusap keringat di kening Baili dengan kain jubahnya.

“Guru!" Baili menahan tangan Shiying. “Jangan begini, nanti baju Guru kotor.”

Shiying kembali tersenyum, kemudian mengulurkan tangan kirinya dan melakukan hal yang sama. Baili kembali menangkap tangan sang guru.

“Guru! Sudah kubilang---” ucapan Baili terhenti ketika menatap wajah cantik itu. Wajah secerah matahari pagi.

Mata itu, bibir itu, semuanya. Dalam beberapa detik saja berkontak mata pemuda itu terlarut dalam pesona pendeta suci. Mereka saling menatap. Senyum tipis perlahan menghilang dari bibir Shiying. Tatapan keduanya berubah sendu.

Terlarut mengagumi paras satu sama lain membuat mereka tidak menyadari kehadiran manusia lain di sana. Kaisar Hou baru saja tiba di kediaman Shiying pagi itu.

Kaisar melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa intim dan mesranya hubungan di antara murid dan guru itu. Shiying tidak pernah menatap seseorang seperti itu.

“Yang Mulia Kaisar tiba ...." Suara seorang kasim memecah keheningan.

Baili secara spontan melepaskan tangan Shiying. Tatapan Shiying teralihkan ke arah samping tubuhnya.

“Shiying memberi hormat kepada Yang Mulia,” sapa Shiying dengan nada sopan seperti biasanya.

Baili lagi-lagi enggan untuk menunjukkan rasa hormatnya. Secara status dan garis darah, kedudukan mereka memang sama, tidak ada yang harus memberi hormat. Namun bagi sebagian besar orang yang tidak mengetahuinya, perbuatan Baili tergolong cukup kurang ajar.

Meredam gejolak amarah yang tengah dia rasakan, Kaisar Hou mencoba mencari topik pembicaraan dengan bertanya, “Kalian sedang berlatih?”

Shiying menggeleng. “Tidak, Yang Mulia. Hanya muridku yang sedang berlatih. Maafkan kelancangannya. Dia masih anak-anak.”

“Sampai kapan kau terus memandangnya sebagai anak-anak, Shiying?! Tubuh pemuda itu bahkan sudah lebih tinggi darimu!”

Kaisar ingin sekali mengucapkan kalimat itu, namun dia urungkan karena tidak ingin menyinggung Shiying. Sebagai tanggapan, kaisar hanya tersenyum. “Kebetulan sekali kalau begitu. Sudah dua minggu ini aku tidak berlatih pedang karena sangat sibuk. Bagaimana kalau kita berlatih bersama,” usulnya.

Mendengar hal itu, Shiying sangat terkejut dan langsung mewakili Baili menolak ajakan kaisar. “Tidak, Yang Mulia. Dia masih belum terlalu mahir.”

“Baiklah.” Di saat yang sama, Baili malah menerima ajakan itu tanpa berpikir panjang.

“Baili!”

“Tidak apa-apa, Guru. Tidak mungkin, kan, aku menolak ajakan seorang kaisar,” ucap Baili seraya melirik ke arah Kaisar Hou, sengaja melayangkan tatapan menantang.

🍁ETHEREAL🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang